Kemarau Datang Lebih Lambat, Siklon Surigae Masih Ancam Sulut
Ancaman bencana hidrometeorologis akibat siklon tropis Surigae dikhawatirkan masih mengancam Sulawesi Utara. Pemerintah membentuk pasukan siaga bencana.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Bencana hidrometeorologis akibat siklon tropis Surigae dikhawatirkan masih mengancam wilayah Sulawesi Utara. Pemerintah daerah membentuk pasukan siaga bencana untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan.
Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado, Jumat (23/4/2021), menyiarkan peringatan dini hujan sedang hingga lebat disertai angin kencang yang akan melanda beberapa wilayah Sulut hingga lewat tengah hari. Daerah-daerah itu, antara lain, Bitung, Minahasa, Minahasa Utara, Minahasa Selatan, dan Kotamobagu.
Cuaca itu diperkirakan dapat meluas ke lima daerah lainnya, termasuk Manado, Tomohon, hingga Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro). Pada saat yang sama, wilayah perairan Kepulauan Talaud akan dilanda gelombang setinggi 1,25-2,5 meter yang berkategori menengah.
Koordinator Bidang Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Maritim Bitung, Ricky Daniel Aror, mengatakan, fenomena ini masih disebabkan siklon tropis Surigae. Taifun itu kini berada di titik koordinat 22 Lintang Utara (LU) dan 127,9 Bujur Timur (BT) di timur laut Filipina.
Meskipun intensitasnya melemah dibandingkan pada Senin (19/4/2021), tekanan di pusat siklon masih rendah, yaitu 965 milibar. Dampaknya, siklon tropis ini menyebabkan angin di Indonesia bagian utara bergerak dari arah tenggara ke barat daya dengan kecepatan 7-20 knot, diikuti hujan disertai petir serta gelombang tinggi.
Menurut Ricky, anomali suhu permukaan laut yang kini bernilai positif, antara 0,5-1,5 derajat celsius di perairan Sulut, mendorong penguapan hingga berkontribusi menyebabkan cuaca ini. ”Uap yang naik ke atmosfer berkondensasi dan membentuk awan-awan konfektif yang mengandung hujan serta petir,” katanya.
Sulut baru akan memasuki musim kemarau kira-kira pada pekan ketiga Juni 2021. Puncak musim kemarau di sebagian daerah, termasuk Manado, akan terjadi antara Agustus-September.
Sementara itu, Stasiun Klimatologi Minahasa Utara memperkirakan, Sulut baru akan memasuki musim kemarau kira-kira pada pekan ketiga Juni 2021. Puncak musim kemarau di sebagian daerah termasuk Manado akan terjadi antara Agustus-September.
Sementara itu, kemarau Bolaang Mongondow Selatan baru memuncak pada Januari 2022. Kepala Stasiun Klimatologi Minahasa Utara Johan Haurissa mengatakan, awal musim kemarau di sebagian daerah datang cenderung lebih lambat dibandingkan normalnya selama 30 tahun terakhir.
Menanggapi hal ini, Pemprov Sulut menyiapkan tim siaga bencana untuk menghadapi bencana hidrometeorologi yang masih mengancam. Tim itu terdiri dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulut, Polda Sulut, TNI, dan Badan Pencarian dan Penyelamatan Nasional (Basarnas).
Gubernur Sulut Olly Dondokambey mengatakan, kesiapsiagaan dan mitigasi bencana adalah inti dari langkah preventif mengantisipasi bencana di Sulut. Apalagi, data Indeks Risiko Bencana Indonesia memasukkan Sulut sebagai daerah risiko tinggi bencana alam seperti banjir, tanah longsor, angin puting beliung, dan gelombang pasang.
”Seluruh elemen masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media massa saya harap bisa menopang pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana. Semua elemen pemerintah daerah juga akan meningkatkan koordinasi, komunikasi, dan kapasitasnya dalam penanganan bencana guna meminimalkan risiko yang mungkin ditimbulkan,” paparnya.
Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) VIII di Manado Brigadir Jenderal TNI (Mar) I Wayan Ariwijaya mengatakan, menyiagakan 22 personel, perahu karet, serta mobil angkut sebagai keterlibatan dalam penanggulangan bencana di Manado. Sementara itu, Kepala Penerangan Komando Daerah Militer (Kodam) XIII/Merdeka Kolonel (Kav) M Jaelani menyatakan, pihaknya siap membantu pemprov jika dibutuhkan.