Butuh Lima Tahun untuk Dapatkan Status Taman Bumi Global Belitong
Butuh waktu sekitar lima tahun untuk memperjuangkan Pulau Belitung menjadi UNESCO Global Geopark. Tugas selanjutnya adalah mempertahankan status ini dengan pengelolaan yang berkesinambungan .
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
BELITUNG, KOMPAS — Butuh waktu sekitar lima tahun bagi Pulau Belitung mendapatkan status UNESCO Global Geopark. Tugas selanjutnya adalah mempertahankan status ini dengan pengelolaan yang berkesinambungan dengan terus mengembangkan kemampuan masyarakat lokal dan mendatangkan banyak wisatawan. Kedua hal ini penting agar status UNESCO Global Geopark tidak dicabut.
Sebelumnya, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan delapan Global Geopark di dunia, salah satunya adalah Global Geopark Belitong. Kawasan ini terdiri dari 17 geosite yang tersebar di Pulau Belitung (Kabupaten Belitung dan Belitung Timur).
Dewan Pakar Komite Nasional Geopark Indonesia Dyah Erowati, Jumat (23/4/2021), menuturkan, pengembangan Pulau Belitung sampai akhirnya ditetapkan menjadi UNESCO Global Geopark (UGG) butuh perjalanan panjang. Namun, karena komitmen yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan akhirnya, cita-cita itu terwujud.
Menurut Dyah, terpilihnya Belitung sebagai UGG tidak lepas dari potensinya yang sangat besar, baik dari sisi geologi, biologi, maupun kebudayaan masyarakatnya. Adalah Yayasan Alumni ITB 81 yang menginisiasi visi tersebut. ”Rencana ini didukung oleh kedua pemerintah kabupaten,” ujar Dyah yang menjadi Ketua Badan Pengelola Geopark Belitong pada 2016-2018.
Keseriusan itu ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman tentang konsep geopark antara yayasan dan pemerintah kedua kabupaten tersebut pada Agustus 2016. Satu bulan berselang, Dyah dan sejumlah pakar geologi berangkat ke konvensi geopark di Inggris untuk menggali konsep pengembangan sebuah kawasan agar mendapatkan status geopark. ”Selanjutnya, kami juga melakukan survei pada tempat-tempat tersebut,” ucapnya.
Tim juga mengundang Sekretaris Jenderal Global Geopark Network (GGN) Guy Martini untuk berkunjung ke Belitung. Selama satu bulan kunjungannya, Guy memberikan arahan kepada semua pemangku kepetingan mulai dari komunitas, masyarakat lokal, pengelola, dan pemerintah tentang cara-cara mengusulkan sebuah kawasan menjadi UGG.
Dari petunjuk dari Guy Maritini itulah, kemudian tim segera membuat kajian ilmiah mengenai potensi yang ada di Belitung termasuk narasi yang ada di balik setiap geosite. Hasil kajian menunjukan, budaya masyarakat Belitung memilik kaitan yang sangat erat dengan kondisi geologinya. Misalnya saja tetang batu satam sebuah batu langit yang sudah ada sejak jutaan tahun lalu yang kemudian membentuk budaya masyarakat di kawasan tersebut. Batu satam telah menjadi ikon di Belitung.
Tidak hanya itu, kekayaan alam dan geologi juga membentuk budaya dari sisi hidangan di meja makan. Setiap geosite ujar Dyah, ternyata memiliki makanan khas yang berbeda. “Kearifan lokal inilah yang menjadi daya tarik bagi UNESCO dan mengesahkan Belitung sebagai kawasan Global Geopark,” ungkapnya.
Mempertahankan status
Tugas selanjutnya kini, ungkap Dyah adalah mempertahankan status UGG agar tetap melekat pada Belitung. Status itu bisa saja lepas jika standar yang sudah ditetapkan UNESCO tidak tercapai. Misalnya terkait jumlah penelitian, pengembangan masyarakat lokal, dan tingkat kunjungan wisatawan.
”Jika syarat itu tidak tercapai, UGG Belitong bisa mendapatkan kartu kuning atau bahkan kartu merah. Jika dua kali kena kartu merah maka status UGG pun dicabut,” ungkapnya.
Setiap empat tahun sekali, ujar Dyah asesor dari Unesco akan datang memastikan perkembangan kawasan geopark atau yang dikenal dengan revalidasi. Karena itu, lanjut Dyah perlu segera dibentuk badan pengelola yang profesional dengan mendatangkan sejumlah tim ahli di berbagai bidang sehingga mampu mengangkat potensi yang ada di Belitung sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Tugas itu memang tidak mudah, namun tidak mustahil untuk dicapai. Itu karena UGG Belitong sudah dikenal oleh beragam peneliti dari berbagai negara di dunia. Ketika menjadi Geopark nasional saja, Belitung sudah sering dikunjungi oleh banyak peneliti yang tertarik membuat penelitian mengenai potensi yang ada di Belitung. ”Banyak sarjana hingga doktor yang mendapatkan gelar setelah melakukan penelitian di sini,” kata Dyah.
Tentang pariwisata, lanjut Dyah, berkaca pada sejumlah global geopark yang sudah ada seperti Pulau Jeju yang bisa mendatangkan wisatawan hingga tujuh juta orang per tahun atau Langkawi yang bisa mendatangkan sekitar 3,5 juta wisatawan setiap tahunnya. Ini membuktikan status geopark akan menjadi nilai tambah untuk memperkuat sektor pariwisata.
Status geopark akan menjadi nilai tambah untuk memperkuat sektor pariwisata. (Dyah Erowati)
“Belitung memiliki potensi yang besar dan tentu bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang. Namun diperlukan inovasi dari insan pariwisata untuk dapat mengemas potensi ini sebagi mungkin,” ucap Dyah.
Tino Christian Pengelola Kawasan Tambang Terbuka (open pit) Nam Salu satu dari 17 geosite UGG Belitong, mengatakan, dengan status baru ini diharapkan dapat berdampak pada peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke kawasan tersebut.
Ketika itu terjadi diharapkan dapat berdampak pada perekonomian masyarakat. “Mereka tidak lagi bergantung pada penambangan timah tetapi dapat beralih ke sektor pariwista,” ucapnya.
Belitung mendapat status UGG setelah setelah Dewan Eksekutif UNESCO mengakui keberagaman geologis di Pulau Belitung dan lebih dari 200 pulau kecil di wilayah laut seluas 13.000 kilometer persegi. Keberagaman tersebut termasuk lanskap, bebatuan, mineral, proses geologis dan tektonik, evolusi bumi, serta 17 obyek wisata di sekitarnya.
Keunikan geologi Pulau Belitung terdapat pada situs morfologi pembentukan batu granit pesisir, lava bantal, mineral timah, geologi tektit (billitonite atau batu satam), serta kehadiran beragam batuan beku plutonik. Menurut para ahli geologi, batu satam yang terdapat di Pulau Belitung merupakan batu tektit yang terbentuk akibat tabrakan antara meteor dengan batuan di bumi. (Kompas.id, (22/4/2021).
Kawasan itu juga memiliki sejarah panjang tentang penambangan timah terbuka bahkan sejak 150 tahun yang lalu. Tidak hanya itu, di kawasan ini juga terdapat penambangan bawah tanah dengan kedalaman 75 meter dan panjang lebih dari 600 meter yang bisa dijelajahi oleh wisatawan.
Kekayaan inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan dan peneliti dari berbagai negara mulai dari negara-negara di Eropa, Australia, dan juga Asia. “Hampir semua peneliti dari berbagai negara sudah berkunjung ke tempat ini,” ucapnya. Alhasil, dari tempat ini pengelola bisa mendapatkan hingga Rp 56 juta dari sektor pariwisata hanya dalam waktu enam bulan pada periode 2019-2020. “Sekarang memang agak tersendat akibat pandemi,” ucap Tino.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kepulauan Bangka Belitung Syaifuddin mengatakan pemerintah dan komunitas yang ada di dalam kawasan geopark akan berupaya untuk mengembangkan kawasan tersebut agar bisa memberikan nilai tambah bagi masyarakat lokal.
Misalnya dengan membangun sarana infrastruktur dengan melibatkan investor yang memang peduli pada pengembangan kawasan tanpa merusak kondisi alamnya. Syaifuddin juga akan merangkul para pelaku usaha hotel dan perusahaan perjalanan untuk bisa lebih inovatif mengembangkan paket wisatanya sehingga jumlah wisatawan bisa meningkat.