Sampah Mikroplastik dan Nanoplastik Ancam Peradaban Manusia
Mikroplastik dan nanoplastik merupakan partikel amat kecil, tetapi membawa ancaman amat besar bagi kesehatan dan keselamatan umat manusia. Negara perlu memberi perlindungan kepada warga.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO
Ajakan untuk berhenti memakai plastik dari aktivis lingkungan hidup saat unjuk rasa dalam peringatan Hari Bumi di depan Taman Apsari, seberang Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (22/4/2021). Mereka mengingatkan potensi bahaya mikroplastik dari sampah yang masuk dalam rantai makanan dan membahayakan keselamatan manusia.
SURABAYA, KOMPAS — Kalangan pegiat lingkungan hidup mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai ancaman bahaya mikroplastik dalam sampah plastik yang mengancam kehidupan. Mikroplastik merusak kesehatan secara hormonal, memengaruhi organ tubuh, dan mengancam keberlangsungan peradaban manusia.
Guru Besar Biologi Universitas Airlangga, Surabaya, Win Darmanto dalam diskusi virtual peringatan Hari Bumi, Kamis (22/4/2021), mengatakan, mikroplastik dan nanoplastik dari sampah yang tidak terolah membahayakan kesehatan manusia.
Secara sederhana, partikel amat kecil itu hasil dari pelapukan plastik yang di ekosistem terkonsumsi oleh mahkluk hidup, yakni tumbuhan dan hewan, lewat berbagai proses. Di alam, partikel ini mengikat zat kimia bersifat racun atau polutan berbahaya dan berada dalam makhluk hidup. Selanjutnya, tumbuhan dan hewan sebagai bahan pangan dikonsumsi manusia. Bertahun-tahun, tubuh manusia menampung partikel jahat yang merusak sistem kesehatan tubuh lewat darah, sel, dan hormon.
Sejak 2008, menurut Win, publikasi ilmiah dampak mikroplastik dan nanoplastik semakin banyak. Hal ini seharusnya menjadi perhatian manusia. Dalam berbagai penelitiannya, diketahui partikel jahat itu dapat membuat seseorang lahir dengan kecacatan, kekurangan suatu hormon sehingga rentan sakit, bahkan berpenyakit.
”Celakanya, partikel jahat itu ada pada barang yang kita gunakan setiap hari dan dibuang, yakni plastik,” kata Win. Dunia seharusnya bekerja sama untuk melindungi umat manusia dari ancaman gangguan kesehatan akibat ketiadaan penanganan mikroplastik dan nanoplastik. Gerakan mengurangi (reduce), menggunakan kembali (reuse), dan mendaur ulang (recycle)akhirnya sekadar slogan, sedangkan ancaman seolah diabaikan.
Suasana unjuk rasa oleh kalangan aktivis lingkungan hidup dalam peringatan Hari Bumi di depan Taman Apsari, seberang Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (22/4/2021). Mereka mengingatkan potensi bahaya mikroplastik dari sampah yang masuk dalam rantai makanan dan membahayakan keselamatan manusia. Masyarakat didorong untuk berani mengurangi pemakaian produk atau komoditas yang mengandung mikroplastik.
Sementara itu, dalam unjuk rasa memperingati Hari Bumi di depan Taman Apsari, seberang Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis, pegiat dari Ecoton, River Warrior, Komunitas Tolak Plastik, dan CAER meminta masyarakat berpuasa plastik, termasuk kantong keresek, sedotan, saset, botol kemasan, stirofoam, dan popok sekali pakai. Permintaan ini akan efektif jika Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan kabupaten/kota menerbitkan peraturan daerah larangan pemakaian produk plastik sekali pakai.
Terlebih, semua sungai di Jatim, termasuk Bengawan Solo dan Brantas, telah terkontaminasi mikroplastik. Bahkan, dari penelitian, mikroplastik juga ditemukan pada feses manusia sampel penelitian di Jatim. Situasi ini memperlihatkan bahwa warga Jatim menyimpan bahaya mikroplastik atau nanoplastik yang suatu saat berdampak pada kesehatan dan kelangsungan hidup.
Cemaran mikroplastik di sungai merupakan dampak dari rendahnya kesadaran publik untuk tidak membuang sampah dan juga diperparah oleh perilaku industri.
Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Joni Hermana mengatakan, mikroplastik sangat berbahaya karena efek racun yang 1 juta kali lebih berisiko daripada partikel plastik makro. Cemaran mikroplastik di sungai merupakan dampak dari rendahnya kesadaran publik untuk tidak membuang sampah dan juga diperparah oleh perilaku industri.
Perempuan Pejuang Kali Surabaya dalam kegiatan susur sungai pada 2020 menemukan 301 timbunan sampah di sepanjang 42 kilometer bentang sungai Kali Surabaya. Generasi muda dan milenial perlu diingatkan soal potensi ancaman mikroplastik dan nanoplastik ini karena menyangkut masa depan dan tantangan generasi selanjutnya.
Gambaran sumber utama mikroplastik ke atmosfer dan kontribusi relatifnya terhadap pengendapan di lingkungan darat di Amerika Serikat bagian barat. Di wilayah ini, pengendapan mikroplastik adalah 84 persen dari jalan, 11 persen dari semprotan laut, 5 persen dari debu pertanian, dan 0,4 persen dari debu di dekat pusat populasi. Beban atmosfer di atas wilayah ini adalah 1 Gg (0,001 Mt).
Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi dalam diskusi mengatakan, ancaman mikroplastik itulah yang mendorong kerja sama berbagai pihak untuk membuat film Pulau Plastik. Film yang disutradari oleh pegiat Dhandy Laksono ini diputar perdana bersamaan dengan peringatan Hari Bumi di Bali. Di Surabaya, film akan mulai diputar di jaringan bioskop pada Senin (26/4/2021).
”Kami mencoba berbagai cara untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang bahaya mikroplastik,” kata Prigi.
Apalagi, Indonesia kedapatan beberapa kali mengimpor sampah plastik dan ternyata tidak diolah. Hal ini membahayakan lingkungan, termasuk manusianya. Penyelenggara negara, lanjut Prigi, perlu memberi perlindungan kepada warga. Dalam kesehatan dan kelestarian lingkungan, berbagai ancaman berbahaya, termasuk dari mikroplastik, harus diantisipasi.
Peneliti lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Reza Cordova, mengatakan, kerugian akibat sampah plastik lebih besar daripada manfaatnya dalam kehidupan manusia. Plastik dahulu diciptakan untuk memudahkan aktivitas manusia karena sifat materi yang cukup kuat, lentur, praktis, dan bisa berulang kali dipakai. Namun, ternyata, umat manusia abai terhadap ancamannya.