Perpanjangan masa larangan mudik diperkirakan memperburuk kondisi ekonomi warga, termasuk perusahaan otobus. Ribuan pekerja yang bergantung pada perusahaan otobus terancam dirumahkan.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
BREBES, KOMPAS — Pengusaha transportasi di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, menyesalkan perpanjangan larangan mudik Lebaran 2021 yang semula 6-17 Mei menjadi 22 April-24 Mei. Kebijakan itu dikhawatirkan membuat perekonomian masyarakat semakin memburuk. Ribuan awak bus terancam kembali dirumahkan.
Pada Rabu (21/4/2021), pemerintah memutuskan memperpanjang masa larangan mudik bagi seluruh warga mulai 22 April-24 Mei. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Adendum Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Covid-19 Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah. Surat itu ditandatangani Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo.
Kebijakan tersebut disesalkan sejumlah pihak, salah satunya pemilik Perusahaan Otobus Dedy Jaya, Muhadi Setiabudi. Menurut Muhadi, momen mudik Lebaran bisa menjadi momen membangkitkan perekonomian masyarakat yang terpuruk akibat pandemi. Dengan adanya larangan mudik, kesempatan tersebut hilang.
”Setiap tahun, pengusaha trasportasi, pemilik rumah makan, penjual oleh-oleh, dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah itu menanti-nantikan momen mudik Lebaran untuk meraup rupiah. Kami sangat berharap pemerintah meninjau ulang keputusan melarang mudik, bukan malah memperpanjang masa pemberlakuannya,” ujar Muhadi di Brebes, Kamis (22/4/2021).
Muhadi mengatakan, sejak diterpa pandemi, jumlah armada yang beroperasi paling banyak 40 bus dalam sehari. Rata-rata jumlah penumpang dalam satu bus maksimal 30 persen dari kapasitas. Normalnya, sebanyak 160 bus beroperasi setiap hari dengan jumlah penumpang setidaknya 80 persen dari kapasitas.
Kondisi tersebut membuat Muhadi terpaksa merumahkan ribuan awak bus dan agen penjualan tiket. Dari 5.400 pekerja yang dimiliki PO Dedy Jaya, sekitar 1.700 orang di antaranya dirumahkan.
”Kalau mudik kali ini kembali dilarang, apalagi masa pelarangannya diperpanjang, bisa jadi jumlah awak bus dan agen penjualan tiket yang dirumahkan akan bertambah. Padahal, para pekerja tersebut memiliki anak dan istri yang hidupnya bergantung pada penghasilan mereka,” kata Muhadi.
Muhadi berharap kondisi tersebut bisa menjadi pertimbangan pemerintah meninjau ulang keputusan melarang mudik. Bagi Muhadi, lebih baik pemerintah meminta masyarakat dan pengusaha transportasi menerapkan protokol kesehatan yang ketat selama perjalanan ketimbang melarang masyarakat mudik.
Kami berharap nasib para sopir dan kernet ini diperhatikan. Misalnya, diberi kompensasi berupa bantuan langsung tunai seperti tahun lalu.
Selain berdampak pada angkutan lintas kota dan lintas provinsi, larangan mudik juga dinilai bakal berdampak pada sopir dan kernet angkutan dalam kota. Ketua Organisasi Angkutan Darat Kabupaten Tegal Kusmuwanto menuturkan, setidaknya ada 700 angkutan dalam kota yang terdampak larangan mudik.
”Kami berharap nasib para sopir dan kernet ini diperhatikan. Misalnya, diberi kompensasi berupa bantuan langsung tunai seperti tahun lalu,” ucap Kusmuwanto.
Sementara itu, Nurdin (30), sopir angkutan dalam kota di Tegal, tidak setuju dengan perpanjangan larangan mudik. Baginya, masa mudik Lebaran adalah momen bagi dirinya meraup rezeki lebih. Kendati demikian, Nurdin hanya bisa pasrah.
”Biasanya, angkutan kota kebagian mengantar pemudik dari terminal ke rumah-rumah. Tahun lalu dan tahun ini berat karena hampir tidak ada lagi yang bisa kami antar. Sudah tidak ada pemudik, pelajar juga tidak boleh naik angkutan umum, susah,” tuturnya.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Brebes menyambut baik perpanjangan larangan mudik. Langkah itu dinilai bisa menekan pergerakan pemudik awal. Sekretaris Derah Brebes Djoko Gunawan menuturkan, pihaknya sudah menerbitkan Surat Edaran Bupati Brebes terkait perpanjangan penerapan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro yang di dalamnya juga mengatur larangan mudik.
”Setiap desa diharapkan bisa menyediakan satu tempat karantina terpusat untuk orang-orang yang dengan kondisi tertentu terpaksa mudik. Pemudik diwajibkan menjalani karantina minimal 5 x 24 jam sejak kedatangannya, serta menanggung seluruh biaya karantina,” kata Djoko.
Menurut Djoko, satuan tugas Covid-19 desa dan satuan tugas Jogo Tonggo akan memantau pergerakan pemudik. Setiap pemudik yang tiba diminta menunjukkan, antara lain, surat negatif Covid-19 berdasarkan tes antigen atau tes usap dan surat izin perjalanan dari tempat bekerja atau pejabat setingkat lurah/kepala desa di tempat rantau.
Berdasarkan data pemudik Brebes tahun 2020, sebanyak 103.516 orang mudik ke Brebes selama libur Idul Fitri 2020. Sebagian besar merantau ke Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya.