Kerahkan Segala Sumber Daya, Temukan Segera KRI Nanggala
Berbagai sarana berteknologi perlu dikerahkan untuk segera menemukan KRI Nanggala-402 dan memastikan nasib awak kapal selam tersebut.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Indonesia agar mengerahkan segala sumber daya termasuk bantuan dari negara sahabat untuk segera menemukan KRI Nanggala-402 yang hilang di perairan utara Pulau Bali sejak Rabu (21/4/2021). Nasib 53 awak kapal selam dari Komando Armada 2, Surabaya, Jawa Timur, amat bergantung pada kecepatan keberhasilan operasi pencarian dan pertolongan (SAR).
Menurut peneliti senior teknik kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Wisnu Wardhana, salah satu sumber daya yang mendesak dioperasikan ialah kapal selam robotik atau remotely operated underwater vehicle (ROUV). “Untuk memastikan lokasi kapal selam itu dan bagaimana kondisinya,” ujarnya saat dihubungi di Surabaya, Kamis (22/4/2021).
Sejauh ini, koordinat atau letak akurat KRI Nanggala yang dipesan di Jerman pada April 1977 dan beroperasi sejak Oktober 1981 itu belum dipastikan. TNI dalam pengumuman resmi mendapatkan tumpahan minyak yang diduga lokasi terakhir kapal selam jenis Cakra itu menyelam dan hilang kontak pada Rabu pukul 03.00 WIB.
Untuk memastikan lokasi kapal selam itu dan bagaimana kondisinya (Wisnu Wardhana)
Wisnu, perancang kapal perang the croc, mengatakan, dalam konstruksi kapal selam terdapat pressure hull atau badan tekan. Di dalamnya antara lain ada aktivitas awak, permesinan, baterai, instalasi, persenjataan, bahar bakar, dan sistem penopang kehidupan.
Di dalam badan tekan diatur tekanan sedemikian rupa sehingga para awak dapat beraktivitas seperti berada di daratan. “Artinya, sistemnya tertutup, solid, tidak boleh bocor untuk mengantisipasi tekanan hidrostatik dari kedalaman laut,” ujarnya.
Jika tumpahan minyak seperti diumumkan oleh TNI berasal dari Nanggala, Wisnu khawatir, itu pertanda ada kerusakan pada tangki. Yang dicemaskan, hal itu mengganggu keamanan badan tekan sehingga bisa rusak akibat tekanan hidrostatik. Nanggala didesain untuk dapat menyelam maksimal 500 meter. Karena sudah beroperasi 40 tahun, kemampuan menyelamnya berkurang.
Terjebak di palung
Namun, menurut TNI, diduga bahwa Nanggala “terjebak” di palung perairan Laut Bali berkedalaman 600-700 meter bahkan lebih. Menurut Wisnu, jika demikian, tekanan hidrostatik terhadap Nanggala bisa mencapai 70 bar. Padahal, kemampuan manusia menerima tekanan hanya 5 bar.
“Jika badan tekan rusak dan kapal selam itu berada di palung yang seperti sumur berarti akan dihantam tekanan hidrostatik yang amat berbahaya dan berpotensi fatal,” katanya.
Karena Nanggala belum ditemukan, lanjut Wisnu, bangsa Indonesia khususnya keluarga awak kapal selam tersebut bersiap menerima segala kemungkinan. Terutama kemungkinan terburuk. TNI melalui pusat krisis perlu terus secara berkala memberikan perkembangan informasi kepada keluarga untuk menjaga ketenangan dan kesiapan hati anggota keluarga para awak.
“Harus segera ditemukan kapalnya, bagaimana kondisinya, terutama nasib para awaknya sebab sistem penopang kehidupan di kapal selam terbatas,” ujar Wisnu.
Di Surabaya, kalangan keluarga awak KRI Nanggala berharap ada perkembangan positif dari operasi pencarian dan pertolongan. Keluarga menunggu informasi tentang nasib 53 awak kapal selam itu.
Komandan KRI Nanggala ialah Letnan Kolonel Laut (P) Heri Oktavian yang juga Ketua RT 2 RW 4 Sukolilo Baru, Bulak, Surabaya. Para tetangga tidak bisa mengontak Heri sejak Selasa dan berharap yang terbaik bagi keselamatan awak Nanggala.
“Kami mencoba mengecek kediaman Pak Heri tetapi belum ada aktivitas karena keluarga mungkin mencari informasi,” kata Ketua RW 4 Anggoro Wicaksono. Para tetangga terus mendoakan keluarga sebagai dorongan semangat dan berharap Heri serta awak Nanggala dapat ditemukan serta dalam kondisi selamat.