200 Keluarga Terdampak Banjir Bandang di Bima Akan Direlokasi
Sebanyak 200 keluarga akan direlokasi pascabanjir bandang di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Relokasi yang akan dilaksanakan tahun ini diharapkan bisa mencegah dampak bencana serupa di kemudian hari.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, berencana merelokasi tempat tinggal keluarga yang rusak akibat terdampak banjir bandang, seperti yang berada di kawasan sempadan sungai. Hal itu dilakukan agar mereka terhindar dari bencana serupa di lain waktu.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bima Aries Munandar saat dihubungi Kompas dari Mataram, Kamis (22/4/2021), mengatakan, total ada 200 keluarga yang akan direlokasi.
Menurut Aries, semua keluarga itu berasal dari empat kecamatan terdampak banjir bandang, yakni Madapangga, Bolo, Woha, dan Monta. Warga yang direlokasi adalah yang tinggal di sempadan sungai, baik yang rumahnya rusak berat, sedang, maupun ringan. ”Intinya, relokasi ini orientasinya menyisir area sempadan sungai,” kata Aries.
Seperti diberitakan, pada Jumat (2/4/2021) lalu, banjir bandang melanda Kabupaten Bima. Akibatnya, dua orang meninggal dan 10.185 keluarga atau 31.369 jiwa terdampak.
Banjir bandang juga mengakibatkan kerusakan 5.547 rumah yang terdiri dari 363 unit rusak berat, 2.542 rusak sedang, dan 2.642 rusak ringan. Banjir juga merusak fasilitas pendidikan, peribadatan, dan berbagai fasilitas umum lain, termasuk lahan pertanian dan tambak.
Intinya, relokasi ini orientasinya menyisir area sempadan sungai.
Rumah-rumah yang berada di sempadan sungai termasuk yang paling parah, seperti di Desa Leu, Kecamatan Bolo. Di sana, banyak rumah yang rusak dan tidak bisa ditempati lagi hingga hanyut terbawa arus.
Warga setempat memang telah lama berharap direlokasi. Ahmad Jufri (35), salah satu warga yang rumahnya rusak berat, mengatakan, jika tidak dibangunkan rumah baru, mereka ingin ada relokasi. Jika tidak, mereka khawatir akan kembali terdampak banjir bandang lagi.
Menurut Aries, proses telah berjalan paralel. Sejumlah pertemuan dengan pihak terkait mulai dilakukan. Relokasi direncanakan dilakukan tahun ini oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat NTB. ”Lahannya sudah disiapkan. Tetap di wilayah Kabupaten Bima,” kata Aries.
Setelah direlokasi, selain normalisasi sungai, di kawasan sempadan sungai tersebut akan dibangun jalan inspeksi. Hal itu bertujuan untuk mencegah masyarakat melakukan penetrasi ke sana lagi.
Perbaikan infrastruktur
Selain penanganan warga terdampak dengan tetap membuka posko pelayanan, seperti posko kesehatan, juga dapur umum, perbaikan infrastruktur di Bima juga mulai dilakukan.
Kepala Desa Leu Muhammad Taufik mengatakan, salah satu jembatan rusak akibat banjir bandang di sana sudah mulai diperbaiki. Warga bergotong royong memperbaiki jembatan yang menghubungkan wilayah Leu bagian utara dan selatan tersebut. ”Saat ini sudah bisa dilewati sambil terus ditingkatkan kualitas jembatannya,” kata Taufik.
Aries menambahkan, jembatan penghubung antarkabupaten yang rusak juga mulai diperbaiki. Dari tiga jembatan bantuan TNI, satu jembatan sudah selesai dibangun dan dua jembatan dalam proses pembangunan.
Pada Selasa (20/4/2021), kata Aries, dilakukan peresmian jembatan di Desa Rade, Kecamatan Madapangga. Hadir sejumlah pihak dalam peresmian itu, termasuk Komandan Resor Militer 162/Wira Bhakti Brigadir Jenderal Ahmad Rizal Ramdhani.
Selain jembatan, pemerintah daerah dan TNI juga melakukan reboisasi atau penanaman pohon kembali di hutan kawasan hulu di Parado. Hal itu dilakuan sebagai mitigasi pencegahan bencana.
Kawasan hutan di wilayah Parado, salah satunya yang berada di sekitar kawasan Bendungan Pelaparado, sebagian besar telah beralih fungsi menjadi ladang jagung. Dalam proses pembukaan ladang itu, pohon ditebang oleh warga.
Resapan air berkurang
Kondisi itu membuat kawasan resapan air semakin berkurang. Akibatnya, ketika hujan deras mengguyur Bima sepanjang Kamis (1/4/2021) hingga Jumat (2/2/2021), Bendungan Pelaparado meluap karena tidak mampu menampung debit air sehingga terjadi banjir bandang di wilayah hilir.
Sebelumnya, dalam rapat koordinasi penanganan bencana banjir di NTB yang dilakukan secara virtual, Sabtu (10/4/2021) lalu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan, penanganan bencana banjir akibat alih fungsi lahan di NTB memerlukan kebijakan yang tepat dan strategis.
Doni mengatakan, untuk meminimalkan potensi banjir bandang serta mengatasi permasalahan hutan gundul yang dihadapi NTB, terutama di Kabupaten Bima dan Dompu, bisa dilakukan pola penanaman kembali pohon-pohon.
Akan tetapi, pohon yang dipilih juga harus dengan nilai ekonomi sekaligus berfungsi sebagai penyerap air hujan yang kuat. Pohon kopi, alpukat, kelengkeng, dan jenis tanaman lain bisa ditanam dengan sistem tumpang sari dengan tanaman jagung.
”Saya saksikan adalah proses alih fungsi lahan dari hutan ke jagung. Secara ekonomi untung, tapi dampaknya menimbulkan bencana berkepanjangan. Silakan bertanam, bertani dan berkebun. Tapi, harus ada dua aspek yang seimbang. Alam dijaga, alam juga akan jaga kita. Kita merusak alam, alam rusak kita,” kata Doni.