Distribusi Bantuan di Sumba Timur Terhambat Sulitnya Medan
Hingga saat ini, penanganan pascabencana alam di Sumba Timur dan daerah lain di NTT masih berlangsung. Di Sumba Timur, distribusi bantuan bagi warga masih menjadi salah satu fokus pada masa tanggap darurat ini.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·5 menit baca
WAINGAPU, KOMPAS — Penanganan bencana alam dampak Siklon Tropis Seroja di Nusa Tenggara Timur masih terus berlangsung, termasuk di Sumba Timur. Saat ini, fokus penanganan pada distribusi bantuan bagi para penyintas yang terhambat sulitnya medan.
Menurut data dampak bencana cuaca alam ekstrim siklon Tropis Seroja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Timur (NTT), hingga Selasa (20/4/2021) sore, total korban meninggal sebanyak 181 orang dan 48 lainnya dinyatakan hilang. Selain itu, 184 orang luka-luka dan 85.441 orang mengungsi.
Selain itu, terdapat 55.095 rumah terdampak dan 13.675 di antaranya rusak berat. Sementara fasilitas umum dan fasilitas sosial yang rusak mencapai 3.036 unit.
Khusus Sumba Timur, sebanyak 2.060 rumah rusak berat. Selain itu 1.749 rumah rusak sedang dan 5.451 rusak ringan, serta 506 fasilitas umum rusak.
Kepala Pelaksana BPBD Sumba Timur Mikail Jaka Laki, saat dihubungi dari Mataram, Rabu (21/4/2021) mengatakan, masa tanggap darurat bencana di Sumba Timur akan berakhir pada 30 April mendatang.
”Tetapi, kami akan lihat terlebih dahulu. Setelah masa tanggap darurat berakhir, apakah perlu diperpanjang lagi atau bisa langsung masuk ke masa transisi dan pemulihan,” kata Mikail.
Saat ini, kata Mikail, BPBD Sumba Timur bersama berbagai pihak terkait termasuk TNI, Polri, dan sukarelawan fokus pada penanganan warga terdampak, terutama untuk pemenuhan kebutuhan pokok, seperti makan, minum, dan tempat tinggal.
Oleh karena itu, distribusi bantuan logistik terus dilakukan. Termasuk bantuan yang masih terus berdatangan baik dari dalam maupun luar kabupaten seperti dari kabupaten tetangga.
”Dalam distribusi, kami terkendala akses karena jalan atau jembatan yang rusak atau secara topografi memang sulit dijangkau. Sehingga distribusi disiasati menggunakan helikopter,” kata Mikail.
Menurut Mikail, jika pun tetap lewat darat, distribusi dilakukan secara estafet. Misalnya kendaraan pengangkut bantuan tidak bisa melintas karena jembatan rusak, diambil dan dibawa dengan kendaraan yang lebih kecil atau motor kemudian disalurkan ke warga.
Selain itu, menurut Mikail, meski sebagian besar warga telah kembali ke rumah masing-masing, tetapi posko pengungsian masih tetap dibuka. Hal itu karena masih ada warga di sejumlah kecamatan yang mengungsi, seperti di Matawai La Pawu, Rindi, dan Umalulu.
”Warga masih mengungsi karena takut kembali ke rumah, terutama karena ada potensi bencana susulan di sana. Sehingga mungkin harus direlokasi,” kata Mikail.
Di posko pengungsian itu, juga tetap ada posko lapangan dan dapur umum. Di sana, semua pihak, termasuk gereja, bergerak bersama untuk mendistribusikan bantuan seperti nasi bungkus untuk warga.
”Memang ini yang kami butuhkan. Kerja sama semua pihak sehingga kita bisa segera masuk ke tahap pemulihan hingga proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Dengan demikian, warga bisa kembali menjalani aktivitas dengan normal,” kata Mikail.
Sukarelawan juga masih terus bergerak. Menurut Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Nusa Tenggara Timur Buce Gea, saat ini semakin banyak sukarelawan dari berbagai lembaga yang digerakkan Sumba Timur.
Selain untuk penanganan kesehatan, para sukarelawan juga membantu pada pelayanan di dapur umum, distribusi pangan, hingga psikososial.
Perbaikan bendungan
Ketua Alinasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumba Timur Umbu Manurara mengatakan, banjir bandang di Sumba Timur pada Minggu (4/4/2021) lalu terjadi akibat jebolnya bendungan di wilayah hulu, yakni bendungan Kambaniru di Kelurahan Lambanapu, Kecamatan Kambera. Sebelumnya, kawasan itu dilanda hujan deras selama 40 jam.
Selain rumah, banjir bandang itu mengakibatkan rusaknya lahan pertanian dan perladangan, juga kebun. Terutama yang berada di sempadan sungai. ”Sebagian besar berisi padi yang akan segera dipanen rusak. Tidak ada yang bisa diselamatkan,” kata Umbu.
Di sisi lain, rusaknya bendungan juga akan berdampak ke lahan pertanian. Apalagi bendungan itu merupakan yang terbesar di Sumba Timur. Pengairan untuk sekitar 1.440 hektar lahan pertanian di Kambera bergantung pada bendungan tersebut.
Hal itu, menurut Umbu, harus segera mendapat perhatian segera. Di samping memastikan pendataan kerusakan dan bantuan bagi warga terdampak nantinya benar-benar tepat sasaran.
Terkait bendungan itu, kata Mikail, sementara akan dilakukan penanganan darurat. Bupati Sumba Timur dan Gubernur NTT mengatakan bendungan akan dibangun secara darurat supaya air tetap bisa mengalir ke areal persawahan warga.
Umbu juga berharap ke depan, mitigasi bencana menjadi perhatian. Apalagi dengan kerusakan ekosistem di Sumba Timur misalnya akibat pembukaan lahan dengan cara membakar. Karena itu, penting upaya membangun rasa cinta masyarakat pada lingkungan.
Banjir di Bima
Selain di NTT, penanganan banjir bandang juga dilakukan di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Banjir bandang terjadi pada Jumat (2/4/2021) lalu dan melanda enam kecamatan. Dua orang meninggal dan 10.185 keluarga atau 31.369 jiwa terdampak.
Banjir bandang juga mengakibatkan kerusakan 5.547 rumah yang terdiri dari 363 unit rusak berat, 2.542 rusak sedang, dan 2.642 rusak ringan. Banjir juga merusak fasilitas pendidikan, peribadatan, dan berbagai fasilitas umum lainnya termasuk lahan pertanian dan tambak.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bima Aries Munandar mengatakan, masa tanggap darurat bencana akan berakhir pada 28 April 2021. Artinya, saat ini mereka sudah memasuki tujuh hari terakhir masa tanggap darurat.
Sejauh ini, kata Aries, aktivitas warga telah berangsur pulih. Dalam tiga hari terakhir, pelayanan di posko kesehatan yang langsung turun ke dusun-dusun juga sudah nihil. Tidak ada lagi warga yang datang berobat.
”Tetapi posko kesehatan tetap akan dibuka. Termasuk di fasilitas layanan kesehatan yang ada. Begitu juga dengan posko lapangan dan dapur umum,” kata Aries.
Posko lapangan tetap dibuka untuk pendistribusian bantuan. Sementara dapur umum, untuk melayani konsumsi warga. ”Tetapi dapur umum sudah dikurangi. Sementara yang masih buka, untuk menyiapkan misalnya buka puasa warga,” kata Aries.