Hulu Pulu, Membaca Imaji Kekinian Yeh Pulu
Relief Yeh Pulu di Desa Bedulu, Gianyar, diperkirakan dibuat antara abad ke-14 Masehi dan abad ke-15 Masehi. Relief Yeh Pulu dipahat dengan inspirasi dari kehidupan dan keberanian orang biasa di Bali.
Pahatan pada relief di situs Yeh Pulu di Desa Bedulu, Gianyar, diperkirakan dibuat antara abad ke-14 Masehi dan abad ke-15 Masehi. Di abad tersebut, penguasa kerajaan Bali dan penduduk Bali sedang menghadapi ekspansi Majapahit. Relief Yeh Pulu dipahat dengan inspirasi dari kehidupan dan keberanian orang biasa di Bali.
Heroisme kalangan sudra, atau kalangan orang biasa dalam tatanan masyarakat Bali dahulu, tecermin dalam relief Yeh Pulu. Hal itu dapat dilihat dari imaji relief Yeh Pulu tentang dua sosok lelaki yang berusaha menghalau harimau.
Dari sudut pandang berbeda, salah satu relief di situs Yeh Pulu, yang juga obyek wisata di Desa Bedulu, itu juga dapat dimaknai dua lelaki, mungkin pemburu, sedang bertarung melawan harimau. Salah satu figur tampak menarik lidah harimau dan figur lainnya menarik ekor hewan buas itu. Secara simbolis, harimau merepresentasikan penguasa.
Pahatan lainnya adalah relief figur seorang lelaki berdiri tegak melambaikan tangan kanannya. Ukiran relief itu menampilkan sosok manusia dengan ukuran yang proporsional dan cenderung atletis. Pahatan itu mencirikan sosok warga biasa, bukan dari kalangan kerajaan, dengan mengenakan kain yang menutupi pinggang dan bertelanjang dada.
Baca juga : ”Hulu Pulu”, Pameran Lukisan Hasil Eksplorasi Relief Yeh Pulu
Melihat relief Yeh Pulu, pahatan sosok atau figur manusia, hewan, atau benda pada relief Yeh Pulu mendekati naturalistik. Pemahatnya seakan-akan menggunakan cara pengukuran anatomi seperti di masa kini, bukan menggunakan model pewayangan.
Ikon
Ikon dari relief yang terdapat di situs Yeh Pulu itu dipindahkan secara kreatif oleh I Wayan Adnyana, perupa dan akademisi dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Bali, ke atas medium kanvas. Sebanyak 35 lukisan karya I Wayan Adnyana yang terinspirasi dari pahatan relief Yeh Pulu itu dipamerkan di Museum Seni Agung Rai (Agung Rai Museum of Art/Arma) Ubud, Gianyar, mulai Senin (12/4/2021) sampai Selasa (11/5/2021).
Selama lima tahun, sejak 2017, saya menjadikan relief Yeh Pulu sebagai sumber inspirasi karya. (kun Adnyana)
I Wayan Adnyana, yang lebih akrab disapa Kun Adnyana, tidak hanya mengalihmediakan relief Yeh Pulu itu secara utuh ke media kanvas, tetapi dia juga mendekonstruksi imaji relief Yeh Pulu berdasarkan metode artistik dan menyublimasi imaji itu menjadi karya estetis kontemporer yang kekinian.
Kun Adnyana menguatkan garis relief, menambahkan gambar, dan juga memberikan warna yang membawa pemahaman modern dari relief Yeh Pulu yang sudah berusia ratusan tahun itu.
Baca juga : Bali Megarupa Meretas Jalan
Dalam pengantar katalog pameran tunggal bertajuk Hulu Pulu, Five Years Exploration of Yeh Pulu Reliefs, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan, lukisan tentang berburu macan atau harimau terlihat sangat unik dan otentik. Lukisan itu semakin menarik karena Kun Adnyana menghadirkan imaji pertarungan di tengah samudra.
Ketika mengunjungi pameran tunggal Hulu Pulu dan mengamati lukisan-lukisan karya Kun Adnyana yang dipajang di Gedung Bale Daja Arma Ubud, Gianyar, Kamis (15/4/2021), Trenggono mengungkapkan lukisan karya Kun Adnyana memberi gambaran imaji masa depan dan sekaligus masa lalu di masa kini. Trenggono memberikan perhatian khusus terhadap lukisan bahtera yang sarat penumpang berikut sosok menunggang kuda.
Adapun kurator pameran tunggal Hulu Pulu, Nawa Tunggal, mengatakan, Kun Adnyana menghadirkan interpretasinya terhadap relief Yeh Pulu melalui seri pameran lukisannya sejak 2017.
Ketika memberi sambutan kurasinya dalam pembukaan pameran tunggal Kun Adnyana di Arma Ubud, Senin (12/4/2021), Nawa Tunggal, yang juga wartawan Kompas, menilai imajinasi Kun Adnyana melalui karya rupa bertema relief Yeh Pulu memiliki makna universal.
Inspirasi
Nawa Tunggal menyebutkan, Kun Adnyana memotret dan mempelajari pahatan relief Yeh Pulu sebagai kerangka perlawanan orang biasa di Bali menghadapi gempuran Majapahit sekitar abad ke-14 Masehi. Dalam tulisan kuratorial pada katalog pameran Hulu Pulu, Five Years Exploration of Yeh Pulu Reliefs, Nawa Tunggal menyebutkan eksplorasi Kun Adnyana menghasilkan penguatan resonansi kultural orang Bali yang memiliki kepenuhan atas harga dirinya.
Pameran tunggal di Arma Ubud, yang dibuka Gubernur Bali Wayan Koster, pada Senin (12/4/2021), merupakan rangkaian dari pameran-pameran Kun Adnyana bertema relief Yeh Pulu sebelumnya.
Kun Adnyana mengadakan pameran bertajuk Citra Yuga pada 2017, kemudian pameran Titi Wangsa pada 2018, dan pameran Santarupa serta Sudra Sutra pada 2019. Pameran berjudul Yeh Pulu ini menjadi penanda lima tahun pendakian Kun Adnyana pada relief Yeh Pulu.
Pelukis Kun Adnyana mengungkapkan, relief Yeh Pulu menjadi bahan penelitiannya yang juga sumber inspirasinya. Pameran diberikan judul Hulu Pulu yang bermakna bersumber dari Yeh Pulu.
Kun Adnyana, yang pernah menjabat Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dan saat ini menjabat Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, menyatakan, dirinya meneliti situs Yeh Pulu sebagai kajian visual dengan pendekatan ikonografi Panofsky.
”Selama lima tahun, sejak 2017, saya menjadikan relief Yeh Pulu sebagai sumber inspirasi karya,” kata Kun Adnyana ketika ditemui di Arma Ubud, Gianyar, Kamis (15/4/2021).
Dalam eksplorasi artistiknya terhadap relief Yeh Pulu, Kun Adnyana menerapkan beberapa langkah sesuai metode artistik dalam memindahkan imaji relief Yeh Pulu ke media kanvas, mulai dari cutting, yakni menggunting imaji relief, kemudian coloring atau mewarnai, highlighting yakni menempatkan adegan atau plot tertentu sebagai pusat perhatian, lalu smashing, yaitu merangkai kepingan relief yang terkorosi.
Langkah itu dilanjutkan dengan teknik drawing, atau mengonstruksi subyek visual dengan berbasis gambar atau teknik garis dengan dua pendekatan berbeda, yakni layering untuk memunculkan kesan ruang sebagai kedalaman dan dekonstruksi melalui deposisi atau mengubah adegan sebenarnya.
Metode itu terlihat dari beberapa karya lukisan Kun Adnyana yang terinspirasi dari satu relief Yeh Pulu, antara lain, relief berburu harimau yang muncul dalam lukisan berjudul ”Hunting a Dinosaur” (tinta dan akrilik, 2017), ”Never Ending Battle” (tinta dan akrilik, 2018), dan ”Battle on the Ocean” (tinta dan akrilik, 2020).
Baca juga : Upaya Bali Menjadikan Kebudayaan Sumber Kesejahteraan Masyarakat
Begitu pula dalam lukisan berjudul ”Constant Battle” (tinta dan akrilik, 2018) atau ”Searching The Hero’s Era” (tinta dan akrilik, 2018), ataupun ”Vacation 1” (tinta dan akrilik, 2019), dan ”Here Begin at Kitchen” (tinta dan akrilik, 2019), Kun Adnyana menampilkan imaji figur memikul hewan buruan atau figur memikul gentong, tetapi imaji relief dipotong dan didekonstruksi sehingga menghadirkan pemaknaan berbeda.
Dalam lukisan berjudul ”Vacation 1”, Kun Adnyana menempatkan potongan imaji sosok memikul hewan buruan dan sosok memikul gentong serta potongan imaji lainnya dari relief Yeh Pulu, yang berada di tengah persawahan Desa Bedulu, ke kawasan Monumen Nasional di perkotaan Jakarta. Sebuah imaji yang unik dan menarik. Sementara Yeh Pulu sendiri dapat dimaknai gentong air.
Kritikus seni dan penulis budaya Jean Couteau menyatakan, Kun Adnyana mendalami relief Yeh Pulu dengan menempatkan kesadarannya berhadapan dengan waktu dan menanggapinya secara kekinian. Jean menyatakan, perihal kesadaran atas waktu masih jarang disentuh seniman.
Adapun pendiri Arma Ubud Anak Agung Gede Rai menyebutkan, lukisan karya Kun Adnyana dengan tema relief Yeh Pulu merupakan hasil interpretasi ikonografis terhadap relief Yeh Pulu. Relief Yeh Pulu dinilai sebagai sederet metafora baru yang dihasilkan seniman Bali masa lalu.
Agung Rai menambahkan, relief Yeh Pulu merefleksikan keberanian dan juga romantisisme masyarakat Bali menghadapi era baru, yang pada masa itu ditandai dengan kedatangan Majapahit di Bali.
Ketika memberikan sambutannya dalam pembukaan pameran tunggal Yeh Pulu di Arma Ubud, Gianyar, Senin (12/4/2021), Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan, Bali memiliki budaya sebagai sumber inspirasi dan juga sumber daya manusia yang tekun. Kekayaan budaya dan keberadaan sumber daya manusianya itu juga menjadi modal pembangunan Bali.
Pembukaan pameran lukisan di Arma Ubud juga dihadiri sejumlah undangan, antara lain, dari kalangan pemilik atau pengelola museum di Gianyar, pemerhati seni, budayawan, dan akademisi ISI. Selain dihadiri Koster dan Agung Rai, juga hadir pemilik Museum Seni Neka Pande Wayan Suteja Neka.
Selain itu, hadir Ketua Yayasan Ratna Wartha Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati dan Rektor ISI Yogyakarta periode 1997-2006 I Made Bandem serta Rektor Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Tanah Papua periode 2014-2020 I Wayan Rai.
Lebih lanjut, Koster menambahkan, kebudayaan akan dijadikan basis pembangunan dan pengembangan ekonomi daerah. Budaya, menurut Koster, menjadi sumber dimensi ekonomi daerah, yakni ekonomi kreatif berbasis budaya. Dia berharap pameran tunggal Kun Adnyana berjudul Yeh Pulu di Arma Ubud dapat menjadi inspirasi seniman lainnya, termasuk mahasiswa ISI Denpasar, dalam menciptakan karya budaya.