Warga Adonara Kembali Menikmati Layanan Listrik Negara
Di Adonara, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, sebanyak 99,3 persen pelanggan PLN yang terdampak bencana sudah menikmati layanan listrik. Petugas PLN berjibaku menembus kondisi medan yang sulit.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Sebagian besar warga Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, kembali menikmati layanan listrik negara. Masih ada sebagian kecil daerah yang belum terjangkau perbaikan akibat terkendala akses jalan yang putus pascabencana.
Theo Adi Carakan, Manajer Unit Layanan Pelanggan Waiwerang di Pulau Adonara, Senin (19/4/2021), menuturkan, dari 125 gardu layanan yang terdampak, sebanyak 123 unit atau 98,4 persen berhasil dioperasikan kembali. Sementara dari 26.274 pelanggan yang terdampak, 26.089 pelanggan atau 99,3 persen di antaranya kembali menikmati listrik.
Theo Adi mengatakan, masih ada wilayah yang belum pulih layanan listriknya. Hal itu dipicu akses jalan yang masih sulit ditembus. Salah satunya adalah Desa Kawela di Kecamatan Wotan Ulumado.
Akses jalan ke sana masih tertutup material longsor tebal. Di beberapa ruas jalan, bencana bahkan membuat jurang cukup dalam. Di lokasi itu banyak tiang listrik bertumbangan sehingga butuh waktu untuk pemancangan kembali.
”Sejak proses perbaikan pascabencana, tantangan terberat adalah menembus medan jalan. Untuk mobilisasi material dan peralatan, selain menggunakan mobil, pada titik tertentu kami menggunakan sepeda motor dan selebihnya dipikul sendiri petugas lapangan,” ujarnya.
Ia belum bisa memastikan kapan semua warga terdampak menikmati aliran listrik. Menurut dia, proses pemulihan bergantung banyak hal, salah satunya ekskavator untuk membuka akses jalan.
Yanti Fanggidae (36), warga Kawela, memahami sulitnya petugas PLN menjangkau tempat tinggalnya. Akses jalan menuju kampungnya tertutup lumpur menggunung dan batu-batu besar. Warga setempat yang biasa berjalan kaki melewati jalur itu pun banyak yang kewalahan.
”Kemarin ada pasien yang meninggal dipikul pada malam hari. Mereka pakai senter,” tuturnya.
Menurut dia, di desa itu beberapa rumah memiliki generator, tetapi warga enggan membeli bahan bakar lantaran sulit mengangkutnya. Bahan bakar di kampung itu sudah habis. Untuk membeli bahan bakar, mereka harus berjalan kaki sejauh 7 kilometer kemudian dilanjutkan dengan sepeda motor sejauh 10 kilometer.
Dalam keterangan pers yang diterima Kompas, PLN menyebutkan berhasil membangun menara (tower) darurat sebagai pengganti sementara dua menara saluran udara tegangan tinggi (SUTET) bertegangan 70 kilovolt di Desa Tunfeu, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang. Saluran itu patah dan roboh akibat diterjang badai siklon tropis Seroja dua pekan lalu.
”PLN telah berhasil mendirikan satu unit tower emergency (menara darurat) setinggi 61 meter atau sebanyak 21 kolom. Proses ini lebih cepat dari target awal,” kata General Manager PLN Unit Induk Wilayah NTT Agustinus Jatmiko.
Pembangunan menara darurat awalnya ditarget rampung selama satu bulan, tetapi dapat diselesaikan sepuluh hari. Saat ini tengah dilakukan tahapan pengujian pembebanan demi memastikan keandalan dan keamanannya.
Jatmiko menjelaskan, keberhasilan pengoperasian menara darurat berkat kerja sama personel PLN, TNI, dan juga masyarakat. Sebanyak 77 personel gabungan PLN Group, 30 personel TNI Komando Rayon Militer 161/Wirasakti, dan warga setempat bahu-membahu membantu PLN untuk pembersihan jalur transmisi.
Alexander Lopo (26), warga Tunfeu, mengatakan, masyarakat antusias membantu. ”Dari awal kami di sini melihat hujan deras dan memang longsor yang mengakibatkan miringnya menara dan roboh. Jadi, kami secepatnya membantu PLN agar listrik dapat menyala kembali. Kami membantu membuka jalan karena longsor, jalan masuk ke menara susah setengah mati,” kata Alex.