Pemprov-Polda Sulut Bentuk Tim Razia Tambang Emas Ilegal
Kepolisian dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara membentuk tim gabungan untuk menertibkan pertambangan emas tanpa izin milik masyarakat di Minahasa Tenggara dan Bolaang Mongondow.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Kepolisian Daerah dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara membentuk tim gabungan untuk menertibkan pertambangan emas tanpa izin milik masyarakat di Kabupaten Minahasa Tenggara dan Bolaang Mongondow. Penertiban yang bersifat persuasif ini diharapkan dibarengi pengajuan wilayah pertambangan emas rakyat dari pemerintah kabupaten.
Razia dimulai dengan apel gelar pasukan di Markas Polda Sulut, Senin (19/4/2021). Pasukan penertib pertambangan emas tanpa izin (PETI) ini beranggotakan 150-200 personel yang terdiri dari kepolisian, polisi hutan, TNI, serta polisi pamong praja. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dinas Kehutanan, dan Dinas Lingkungan Hidup Sulut juga dilibatkan.
Pasukan gabungan ini akan diturunkan di dua lokasi, yaitu Kebun Raya Megawati Soekarnoputri di Minahasa Tenggara serta Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) yang masuk wilayah Bolaang Mongondow. Razia akan dilaksanakan hingga Minggu (25/4/2021).
Kepala Biro Operasi Polda Sulut Komisaris Besar Desman Tarigan mengatakan, tim gabungan ini dibentuk sesuai masukan dan desakan dari pemerintah daerah. Masyarakat juga khawatir akan kecelakaan di wilayah PETI yang terus terjadi. ”Beberapa tahun terakhir, sudah 20-an orang yang tewas karena longsor di PETI Minahasa Tenggara,” katanya.
Kepolisian dan pemda juga sudah mengidentifikasi lokasi-lokasi yang menjadi pusat aktivitas PETI, begitu pula warga yang terlibat di dalamnya. Data penjual merkuri dan peralatan pendukung PETI, kata Desman, juga telah diidentifikasi, begitu pula arus jual-beli hasil tambang.
Sejak pekan lalu, tim razia pun telah turun di kedua wilayah untuk mengimbau warga meninggalkan PETI. Bahkan, lima orang telah ditangkap di Kebun Raya Megawati Soekarnoputri. ”Ada lima orang yang ditangkap, dua di antaranya sudah P21 (hasil penyidikan sudah lengkap), tinggal diproses di pengadilan,” kata Desman.
Polisi militer serta Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sulut juga dilibatkan dalam tim ini. Desman mengatakan, tidak ada ruang bagi anggota kepolisian dan TNI yang terlibat dalam melanggengkan keberadaan PETI. ”Jangan sampai ada yang mem-backing. Masyarakat dan aparat kami perlakukan sama,” katanya.
Kendati demikian, ia menegaskan, penegakan hukum hanya satu aspek dari penertiban PETI. Pemberian izin dan pembuatan aturan terkait administrasi wilayah pertambangan rakyat (WPR) pun tak kalah penting. ”Sejak pandemi Covid-19, aktivitas tambang ini makin marak. Ini kuat kaitannya dengan hajat hidup banyak orang,” ujarnya.
Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas ESDM Sulut Jemmy Mokolensang membenarkan, tambang emas menyangkut hajat hidup orang banyak. Karena itu, Pemprov Sulut telah meminta 15 bupati dan wali kota di Sulut untuk mengusulkan daerah yang bisa dijadikan WPR sehingga eksploitasinya bisa terkontrol.
Hingga saat ini, Sulut hanya memiliki dua WPR resmi, yaitu di Desa Tatelu, Minahasa Utara, serta di Kota Tomohon. ”Kabupaten/kota lain belum ada, tetapi masyarakat malah menambang tanpa izin. Jadi, Dinas ESDM Sulut akan memfasilitasi pengajuan izin dari kabupaten/kota ke Kementerian ESDM,” kata Jemmy.
Pokoknya tidak masuk ke hutan lindung atau wilayah konservasi, pasti kami fasilitasi.
Luas WPR yang diajukan maksimal 100 hektar. Jika sudah disepakati, baru masyarakat dalam bentuk koperasi bisa mengajukan izin pertambangan rakyat di dalamnya dengan luas maksimal 10 hektar.
Namun, sebelum mengusulkan, pemerintah kabupaten/kota harus memastikan ketersediaan cadangan logam atau mineral di wilayah tersebut sekaligus menyertakan perencanaan tata ruang serta analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). ”Pokoknya tidak masuk ke hutan lindung atau wilayah konservasi, pasti kami fasilitasi,” ujar Jemmy.
Sementara itu, Kepala Seksi III Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Manado William Tengker mengatakan, pihaknya tidak diikutkan dalam tim razia tersebut. Ia mengatakan, mungkin ada miskomunikasi. Namun, ia tak mempermasalahkannya karena penegakan hukum lingkungan bisa saling melengkapi.
Seksi III Balai Gakkum LHK Manado kini juga berfokus pada penertiban PETI di area TNBNW yang luasnya mencapai 282.000 hektar, membentang di Sulut dan Gorontalo. Namun, hingga kini belum ada satu pun pelaku PETI yang tertangkap.
Kepala Polres Bolaang Mongondow Ajun Komisaris Besar Nova Irene Surentu mengatakan, pihaknya segera menggelar pertemuan dengan pemerintah daerah dan DPRD Bolaang Mongondow, TNI, serta tokoh masyarakat untuk membicarakan masalah teknis penertiban PETI. Sebab, kolaborasi sangat penting untuk keberhasilan operasi.
”Semua pemain di dalam adalah masyarakat, dan kami sudah petakan. Menurut informasi yang kami dapat, murni semuanya masyarakat, tidak ada pemain-pemain besar. Kami akan mengedepankan persuasi agar mereka meninggalkan TNBNW yang perlu dilindungi dan dilestarikan,” kata Nova.