Dampak Siklon Surigae Rusak Rumah dan Ganggu Pelayaran di Sulawesi Utara
Rumah-rumah dan pohon tumbang di beberapa daerah di Sulawesi Utara. Pelyaran pun terhambat. Siklon tropis Surigae diprediksi melemah esok hari.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS – Dampak siklon tropis Surigae yang mencapai kategori ganas merusak rumah-rumah warga dan menumbangkan pohon di beberapa daerah di Sulawesi Utara serta menghambat pelayaran. Kendati demikian, badai tersebut diprediksi akan melemah mulai esok hari.
Dihubungi dari Manado, Senin (19/4/2021), Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Sangihe Revolius Pudihang mengatakan, timnya masih menghimpun data kerusakan sejak Minggu (18/4). Sementara, setidaknya 19 rumah sudah terkonfirmasi rusak ringan hingga berat. Semuanya terletak di sisi utara pulau, seperti Kecamatan Tabukan Utara, dan Tahuna.
Angin menyebabkan atap rumah-rumah itu terlepas. Sebagian juga rusak berat akibat tertimpa pohon tumbang. Bahkan, sebuah rumah di Kampung Bira, Tabukan Tengah, tertimpa menara BTS (base transceiver station) yang roboh. Aliran listrik di beberapa rumah juga terputus akibat kabel listrik putus bersama pohon tumbang.
Sementara itu, kanopi Pasar Baru di Kelurahan Naha I juga dirusak angin kencang. “Ini data belum final dan resmi, jadi kerugian dan kerusakan belum terdata semuanya. Sejauh ini tidak ada korban jiwa. Sementara, kami melakukan upaya-upaya darurat untuk korban bencana, seperti menyediakan tempat pengungsian,” kata Revolius.
Siklon tropis Surigae yang kini berada pada titik koordinat 14,1 lintang utara (LU) dan 126,3 bujur timur (BT), di timur Filipina, juga menyebabkan gelombang tinggi di perairan Sulut yang menghubungkan Sulut daratan dengan wilayah kepulauan. Gelombang diperkirakan masuk kategori sedang setinggi 1,25-2,5 meter.
Namun, video-video yang beredar di media sosial menunjukkan kapal-kapal yang rutin berlayar dari Manado dan Bitung ke Sangihe, Talaud, dan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) terombang-ambing ombak besar dan angin kecang. Di Teluk Tahuna, gelombang besar tampak menghantam talud Boulevard Tahuna.
Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Manado Mozes Karaeng mengatakan, cuaca itu menghambat pelayaran ke Sangihe dan Talaud. “Hari ini, semua pelayaran ke kepulauan kami tunda. Ada tiga kapal yang seharusnya berangkat,” kata dia.
Sementara itu, Kepala KSOP Stanislaus Wetik menerbitkan surat edaran yang mengimbau seluruh operator kapal mewaspadai gelombang tinggi dan angin kencang. Keberangkatan sebaiknya ditunda bila cuaca memburuk dan gelombang meninggi.
Sementara itu, para nakhoda kapal diminta membawa kapal berlindung ke pulau terdekat jika mendapat informasi ramalan cuaca buruk. “Ketentuannya, kapal harus tetap siap digerakkan,” kata Stanislaus.
Cuaca buruk itu juga menyebabkan seorang nelayan di Bolaang Mongondow Utara, Yuni Laiya (45), hanyut saat melaut pada Minggu sore. Ia hilang setelah ombak dan angin menjungkalkan perahu ketintingnya. Tim Badan Pencarian dan Penyelamatan Nasional (Basarnas) Manado masih mencarinya hingga kini.
Kepala Kantor Basarnas Manado Suhri Sinaga mengatakan, timnya akan bekerja sama dengan komponen pemerintah daerah untuk menemukan korban. Ia juga mengimbau nelayan untuk tidak melaut selagi siklon tropis Surigae belum mereda. “Cuaca bisa berubah secara tiba-tiba dan nelayan perlu waspada,” kata dia.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan, intensitas siklon tropis Surigae telah meningkat dari sangat kuat menjadi ganas. Pusat bertekanan rendah 900 milibar itu bergerak ke arah barat laut memasuki wilayah tengah dan selatan Filipina. Kendati begitu, intensitasnya diprediksi akan kembali melemah ke kategori sangat kuat.
Koordinator Bidang Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Maritim Bitung, Ricky Daniel Aror, mengatakan, Indonesia merasakan dampaknya dalam bentuk angin kencang yang bergerak ke timur laut dengan kecepatan 30 knot di Sangihe dan Talaud. Gelombang di utara dan timur dua wilayah itu juga akan meninggi, antara 2,5-4 meter.
Menurut Ricky, gerak semu matahari di belahan bumi utara menyebabkan atmosfer memuai dan membentuk pusat tekanan rendah. Pusat tekanan rendah itu terus mendapat energi sehingga berkembang menjadi badai tropis.
“Anomali suhu permukaan laut saat ini juga berada pada nilai positif sehingga meningkatkan penguapan. Akibatnya, terjadi kondensasi yang membentuk awan-awan konvektif penyebab hujan dan petir. Fenomena ini juga dipengaruhi musim pancaroba,” kata dia.