Akibat Pandemi, Tingkat Keterisian LRT Palembang Anjlok Tajam
Akibat pandemi, tingkat keterisian di kereta ringan Palembang, Sumatera Selatan, rata-rata hanya 30 persen, jauh dari target keterisian dengan menerapkan protokol kesehatan, yakni 80 persen.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Akibat pandemi, tingkat keterisian di kereta ringan (light rail transit/LRT) Palembang, Sumatera Selatan, rata-rata hanya 30 persen, merosot jauh dari sebelum pandemi yang mencapai 70 persen. Beragam upaya dilakukan, salah satunya memberikan subsidi perintis agar tarif tetap terjangkau.
Kepala Balai Pengelola Kereta Api Ringan LRT Sumsel Amanna Gappa di Palembang, Senin (19/4/2021), mengatakan, sejak memasuki pandemi, rata-rata tingkat keterisian LRT sangat rendah, yakni hanya 30 persen dari kapasitas 400 orang per kereta. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya mobilitas, termasuk adanya aturan untuk menjaga jarak di dalam rangkaian kereta.
Sebenarnya, pada saat pandemi, ujar Amanna, pihaknya memutuskan untuk mengurangi standar keterisian dari yang semula 100 persen menjadi hanya 80 persen per rangkaian kereta. Tujuannya agar penumpang dapat menerapkan protokol kesehatan, utamanya menjaga jarak. Namun, jumlah penumpang secara natural menurun karena pandemi.
Walau jumlah penumpang turun, ujar Amanna, jumlah perjalanan tidak berkurang, yakni tetap 88 perjalanan per hari, memanfaatkan tujuh trainset (rangkaian kereta) dan satu rangkaian kereta cadangan. Ini dilakukan untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat pada moda transportasi dalam kota.
LRT menjadi salah satu moda transportasi andalan terutama mereka yang datang dari Bandara Internsional Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang. ”Dari semua stasiun, Bandara SMB II berkontribusi besar mendorong tingkat keterisian kereta,” ujarnya. Apalagi LRT masih diperbolehkan beroperasi saat Idul Fitri. Ini menjadi moda transportasi massal yang bisa digunakan ketika Lebaran.
Amanna yakin setelah Idul Fitri, tingkat keterisian LRT bisa membaik seiring semakin membaiknya mobilitas masyarakat. Apalagi tarif penggunaan LRT masih cukup terjangkau, yakni Rp 5.000 per orang untuk stasiun selain bandara dan dari bandara masih Rp 10.000 per orang.
Tingkat keterisian LRT bisa membaik seiring semakin membaiknya mobilitas masyarakat.
Masih terjangkaunya tarif LRT karena pemerintah pusat masih memberikan subsidi perintis sebesar Rp 114 miliar di tahun 2021. Jumlah ini menurun dibandingkan subsidi perintis tahun sebelumnya yang sebesar Rp 180 miliar. Selain untuk penyesuaian tarif, subsidi ini juga digunakan untuk biaya operasional LRT.
Guna mengurangi beban subsidi, ujar Amanna, pihaknya sedang merancang pengusahaan aset, seperti tiang dan stasiun LRT, yang sampai saat ini belum diserahkan oleh pihak kontraktor. ”Kemungkinan serah terima aset akan dilakukan pada tahun ini,” ucapnya.
Saat menguji LRT Palembang, Jumat (13/7/2018), Presiden Joko Widodo berharap sarana transportasi bernilai Rp 10,9 triliun ini dapat membangun peradaban dan budaya baru di masyarakat, yakni menggunakan transportasi massal yang aman dan nyaman, budaya tepat waktu, dan budaya antre, (Kompas, Sabtu 14 Juli 2018).
Kepala Dinas Perhubungan Sumsel Ari Narsa menuturkan, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan akan terus mendukung upaya pengelola untuk meningkatkan tingkat keterisian LRT. ”Perlu ada peningkatan pelayanan agar jumlah penumpang bisa bertambah,” ujarnya.