Ada Tren Peningkatan Dispensasi Kawin di Bawah Umur
Pengadilan Agama Banyuwangi dan Jember, Jawa Timur, mencatat peningkatan pengajuan dispensasi nikah tahun 2020. Ini terjadi pasca- terbitnya UU No 16/2019 yang mengubah UU No 1/1974 tentang Pernikahan.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Data dari Pengadilan Agama di Banyuwangi dan Jember, Jawa Timur, menunjukkan ada tren peningkatan perkawinan di bawah umur. Hal itu tampak dari meningkatnya permohonan dan putusan terkait dispensasi kawin yang tercatat di pengadilan agama.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, batas umur pernikahan untuk laki-laki ialah 19 tahun, sedangkan perempuan 16 tahun. Namun, dalam UU No 16/2019 batasan itu diubah, laki-laki dan perempuan yang diizinkan menikah oleh negara harus berusia 19 tahun.
Mohammad Aries dari Humas Pengadilan Agama Banyuwangi menyebutkan, tren kenaikan dispensasi perkawinan mulai tampak di tiga bulan awal tahun 2021. Hal itu terjadi bila dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2020.
”Pada 2020, dalam setahun ada 980 perkara dispensasi kawin yang diputus di pengadilan agama. Di bulan Januari ada 82 perkara, Februari 72 perkara, dan Maret 83 perkara. Bila dibandingkan dengan tahun ini, kami melihat ada tren peningkatan perkara dalam tiga bulan awal tahun ini,” ujar Aries di Banyuwangi, Kamis (15/4/2021).
Aries merinci pada Januari 2021 ada 103 perkara dispensasi kawin yang diputus pengadilan agama. Peningkatan serupa terjadi di bulan Februari menjadi 84 perkara dan Maret 108 perkara.
Aries mengatakan, pihaknya belum mengetahui pasti apa penyebab munculnya tren peningkatan dispensasi pernikahan tersebut. Namun, peningkatan pengajuan dispensasi nikah sudah terjadi saat terbitnya UU No 16/2019 yang mengubah UU No 1/1974 tentang Pernikahan.
Saat dispensasi nikah diterapkan untuk perempuan umur 16 tahun ke bawah saja jumlah pengajuannya sudah sangat banyak. Apalagi saat batasan nikah ditingkatkan menjadi 19 tahun. Jumlahnya tambah banyak lagi. (Mohammad Aries)
”Saat dispensasi nikah diterapkan untuk perempuan umur 16 tahun ke bawah saja jumlah pengajuannya sudah sangat banyak. Apalagi saat batasan nikah ditingkatkan menjadi 19 tahun. Jumlahnya tambah banyak lagi,” ujarnya.
Dari Laporan Tahun Pengadilan Agama Banyuwangi, pada 2016 hingga 2018, jumlah perkara dispensasi kawin yang diputus oleh Pengadilan Agama Banyuwangi berkisar 200 kasus hingga 290 kasus per tahunnya. Namun, di tahun 2020, jumlah perkara dispensasi kawin yang diputus oleh Pengadilan Agama Banyuwangi meningkat drastis hingga mencapai 980 kasus.
Hal serupa terjadi di Pengadilan Agama Jember. Perkara dispensasi kawin yang diputus oleh Pengadilan Agama Jember pada 2017 hingga 2019 berkisar 100 perkara hingga 330 perkara per tahunnya. Namun, pada 2020 jumlahnya meningkat drastis menjadi 1.442 perkara.
Aries mengatakan, hampir semua pengajuan dispensasi yang masuk ke Pengadilan Agama Banyuwangi dikabulkan. Pasalnya, proses di pengadilan agama merupakan proses paling akhir yang ditempuh setelah rangkaian proses sejak di keluarga, RT/RW, kelurahan dan kecamatan.
Menurut Aries, tidak semuanya pengajuan dispensasi kawin dikabulkan. Namun, persentasenya sangat kecil. Mungkin tidak lebih dari 1 persen.
”Hampir sebagian besar yang mengajukan dispensasi sudah kumpul tanpa ikatan, sudah pernah berhubungan badan, bahkan sudah ada yang hamil. Kalau dibiarkan, kami justru kasihan dengan status pemohon. Apalagi bila sudah sampai memiliki anak,” tuturnya.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember yang juga Ketua Pusat Studi Gender Universitas Jember, Dr Linda Dwi Eriyanti, menyebutkan, angka perkara dispensasi kawin tidak menggambarkan sepenuhnya angka pernikahan dini. Ia menengarai banyak pernikahan dini yang tidak tercatat dan dimohonkan dispensasinya.
”Tidak sedikit warga Jember yang menilai bahwa pernikahan sah itu cukup dengan dinikahkan wali dan sah secara agama. Prosedur dispensasi di pengadilan agama itu nomor sekian,” ujarnya.
Benar saja, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Banyuwangi mencatat pernikahan dini usia dibawah 20 tahun lebih tinggi dari data pengadilan agama. Data ini dikumpulkan petugas lapangan keluarga berencana dari tiap-tiap kantor urusan agama (KUA).
Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Banyuwangi Lukman Al Hakim menyebut, pihaknya berhasil menurunkan angka pernikahan dini di bawah usia 20 tahun. Persentase pernikahan dibwah 20 tahun dibandingkan total pernikahan yang tercatat di KUA ditekan dari 16,95 persen di tahun 2015 menjadi 9,45 persen pada 2020.
”Pada tahun 2015, kami mencatat ada 1.897 pernikahan di bawah usia 20 tahun. Jumlah itu terus menurun dari tahun ke tahun menjadi 1.542 pernikahan pada 2016, 1.260 pada 2017, 1.213 pada 2018, 1.117 tahun 2019, dan 1.031 pada 2020,” ujarnya.