Kondisi Psikis Anak-anak Korban Gempa Malang Terus Dikuatkan
Sepekan setelah gempa 6,1 M mengguncang selatan Malang, anak-anak korban gempa terus mendapatkan suntikan semangat dari relawan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kondisi psikis anak-anak korban gempa bumi 6,1 M di Kabupaten Malang, Jawa Timur, terus dikuatkan. Sepekan pascabencana kondisi mereka mulai membaik. Dibutuhkan lebih banyak relawan untuk memompa kembali semangat anak-anak, termasuk orang dewasa, agar bisa kembali seperti sedia kala.
Dari pantauan Kompas, Minggu (18/4/2021), di Desa Majang Tengah, Kecamatan Dampit, puluhan anak yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak sampai sekolah dasar berbaur. Memanfaatkan sebuah tenda posko bantuan berukuran cukup besar, mereka bermain secara interaktif dengan sejumlah relawan.
Lokasi kegiatan pemacu semangat tidak hanya dilakukan di dalam tenda, tetapi juga di lingkungan sekitar (luar tenda). Beberapa kegiatan, seperti bercerita dan permainan edukatif yang mengajarkan kebersamaan tim, dilakukan penuh ceria.
”Saat ini anak saya sudah tidak menangis lagi. Sebelumnya, satu-dua hari pascagempa, saya tinggal ke kamar mandi saja dia menangis. Ditinggal beraktivitas lain juga sulit karena masih takut,” kata Warsiati (45), salah satu orangtua.
Koordinator Sekolah Alam Generasi Rabbani—yang melakukan pendampingan psikososial—Dikko Yudha Hidayat, mengatakan, secara umum anak-anak mengalami trauma. Masih ada anak yang menutup mata dan gemetaran saat diberi permainan edukasi tentang gempa.
Begitu pula ketika memandang bangunan di sekitar, rasa trauma itu masih tampak di wajah mereka. ”Selama tiga hari melakukan pendampingan, respons dari anak-anak luar biasa. Mereka merasa terhibur dengan ragam kegiatan yang diberikan relawan,” ujarnya.
Sebelum di Majang Tengah, Dikko bersama tim melakukan pendampingan trauma healing di Desa Pamotan, Kecamatan Dampit dan Desa Jogomulyan di Kecamatan Tirtoyudo. Ketiga desa memiliki kerusakan bangunan cukup banyak di Kabupaten Malang. Ke depan, ada rencana juga dilakukan di wilayah Kecamatan Ampelgading.
Selama tiga hari melakukan pendampingan, respons dari anak-anak luar biasa. Mereka merasa terhibur dengan ragam kegiatan yang diberikan relawan.
Untuk pemulihan trauma, menurut Dikko, sangat tergantung pada kondisi tingkat bencana yang terjadi di daerah setempat. Satu daerah berbeda dengan daerah lain. Saat terjadi gempa di Palu, Sulawesi Tengah, misalnya, Sekolah Alam Generasi Rabbani mengirim tenaga selama tiga bulan untuk membantu penyembuhan mental anak-anak di sana.
Menurut Dikko, relawan yang turun untuk mendampingi anak-anak korban gempa di Malang dinilai masih kurang. Kalaupun ada, apa yang mereka lakukan belum sesuai dengan konteks psikososial. ”Aktivitas yang dilakukan masih identik dengan kegiatan regular saat kondisi normal, misalnya mewarnai. Mestinya dengan game-game interaktif,” katanya.
Relawan dari Salamaid, Lutfi Kurnia, mengatakan, untuk fase tanggap darurat ini, pendampingan difokuskan pada anak-anak. Setelah tanggap darurat memasuki fase perkembangan, baru orangtua dilibatkan. Adapun psikolog yang ada ditujukan untuk melayani mereka yang mengalami trauma berat.
”Kemarin juga ada permintaan dari desa lain agar dilakukan pendampingan ke orang tua karena mereka juga masih trauma. Selain diri mereka yang trauma, para orangtua juga tidak ingin anak-anaknya trauma berkepanjangan,” kata Lutfi Kurnia.
Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa, Sabtu (17/4/2021) sore, meninjau posko trauma healing yang diperuntukkan bagi anak korban gempa di Desa Jogomulyan. Sambil membagikan paket buku dan alat tulis, Khofifah berpesan agar anak-anak tetap bersemangat untuk belajar meski dalam kondisi terbatas karena gempa.
Sebelumnya, saat mengunjungi korban gempa di Blitar, Rabu (14/4/2021), Khofifah juga mengajak relawan dari mana saja untuk turun membantu korban gempa, khususnya dalam hal memberikan terapi trauma healing dan konseling. Kegiatan ini dinilai masih kurang, khususnya untuk wilayah Kabupaten Lumajang dan Malang yang kerusakannya cukup banyak.
Pembangunan rumah sementara
Khofifah juga meletakkan batu pertama pembangunan rumah sementara di Jogomulyan, Sabtu lalu. Khofifah datang bersama Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya Mayor Jenderal TNI Suharyanto dan Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal (Pol) Nico Afinta.
Pembangunan rumah tahap awal 14 unit untuk menggantikan 14 rumah warga yang telah roboh. Pembangunan rumah sementara disesuaikan dengan konsep bedah rumah di Kabupaten Malang dengan standar dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Nantinya, pembangunan 14 rumah ini dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Kabupaten Malang dibantu TNI dan Polri.
Menurut Khofifah, pembangunan rumah dikebut. Hal ini dilakukan agar warga terdampak bisa memulai kehidupan normal, sekaligus menghindari kerumunan di lokasi pengungsian. ”Karena kita belum betul-betul aman dari penyebaran Covid-19. Berada di rumah lebih aman dibandingkan pengungsian guna menghindari penyebaran Covid-19,” ujar Khofifah.
Untuk itu, Khofifah mendorong agar proses identifikasi, pendataan, dan validasi rumah rusak kategori ringan-berat, termasuk fasilitas umum dan fasilitas sosial dilakukan lebih cepat. Karena pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional memberikan stimulan Rp 10 juta untuk rusak ringan, Rp 24 juta rusak sedang, dan 50 juta rusak berat.
Mayjen TNI Suharyanto mengatakan, aparat TNI dan Polri siap bantu kesulitan masyarakat, terutama dalam membantu pembangunan rumah yang rusak akibat gempa. Personel yang diterjunkan berasal dari Kodam V/Brawijaya, Disidi II Kostrad, dan Polda Jatim. ”Ada ribuan personel yang diterjunkan, tetapi intinya sistem kerja dengan memperhatikan moril bahwa ini bulan puasa sehingga sistemnya roling seminggu sekali,” ucapnya.
Bupati Malang M Sanusi mengatakan, dana yang digunakan untuk membangun 14 rumah berasal dari sumbangan donatur dan dermawan. Pihaknya mendapat bantuan dari dermawan Rp 510 juta dan tambahan dari Otoritas Jasa Keuangan Rp 300 juta.