Berdaya dari Timbunan Sampah Pesisir Teluk Kendari
Mendapat nilai tambah sekaligus membersihkan teluk menjadi jalan hidup di tengah bejibunnya sampah teluk karena ketidaksadaran masyarakat dan kurangnya perhatian pemerintah.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
Sejumlah perempuan, dari ibu-ibu hingga nenek-nenek, mengolah sampah di pesisir Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara, sepanjang hari. Dari sampah plastik yang memenuhi teluk, pesisir, hingga tengah Kota Kendari, keranjang, vas bunga, hingga tas belanja pun tercipta.
Memegang pisau kecil di tangan kanannya, Sabaniah (72) cekatan memotong alas dan mulut minuman kemasan. Dalam beberapa detik, kemasan plastik minuman itu tertinggal bagian tengahnya di tangan nenek 10 cucu ini. Cekatan, ia kembali mengambil kemasan lainnya untuk dipotong dengan model yang sama.
Sabtu (27/3/2021) sore, Sabaniah bersama 11 perempuan lainnya sibuk mengolah sampah plastik kemasan. Setelah dibersihkan, plastik kemasan itu dikumpulkan sesuai jenis untuk diolah menjadi berbagai macam bentuk. Ia bertugas memotong dan merapikan plastik kemasan.
”Dulu saya kerja di perusaaan kayu sampai bangkrut beberapa tahun lalu. Kerja saya potong kayu pakai gergaji mesin sehingga pegang pisau sudah biasa,” ceritanya sembari tertawa, menampilkan enam giginya yang masih tersisa.
Kelompok yang baru terbentuk Januari lalu ini mengolah sampah plastik untuk digunakan kembali.
Saban sore, Sabaniah bersama ibu-ibu lainnya yang tergabung dalam Bank Sampah Kelompok Perempuan Pesisir menuju tempat nongkrong mereka. Sebuah lahan milik seorang anggota kelompok dijadikan posko. Beratapkan tenda, bertiang bambu, dan beralas spanduk bekas, posko itu menjadi tempat mereka bekerja.
Kelompok yang baru terbentuk Januari lalu ini mengolah sampah plastik untuk digunakan kembali. Sabaniah yang bertugas memotong, ibu lainnya bertugas merakit, menjahit, atau mencuci botol. Dua anggota bertugas mengumpulkan sampah plastik.
Semua anggota kelompok adalah perempuan, yang rata-rata telah memiliki cucu. Sebagian besar dari mereka juga bekerja hingga berusia lanjut. Di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu, mereka bergabung dalam kelompok bank sampah, untuk memanfaatkan potensi sekitar.
Anita Hayati (40) adalah anggota kelompok yang juga pemulung sampah. Saban hari, ia menyusuri pesisir, perkampungan warga, pasar, hingga rumah makan. Minuman kemasan, botol oli kosong, sedotan, dan berjenis-jenis plastik lainnya dikumpulkan.
”Tadi pagi saya jalan lagi. Terkumpul tiga karung, alhamdulillah,” tuturnya. ”Kami baru jual dua karung.”
Setelah menjual, cerita Anita, setengah dari hasil jualan ia simpan untuk kebutuhan rumah. Anak-anaknya membutuhkan asupan makanan dan kebutuhan lainnya. Setengahnya lagi disisihkan untuk kebutuhan kelompok.
Satu karung plastik yang diperoleh dari hasil memulung dibawa pulang. Plastik itu yang menjadi bahan baku untuk kerajinan.
Sore itu, kelompok ini membuat tas keranjang dari minuman kemasan. Sejumlah hasil kerajinan dipajang di atas meja. Vas beserta bunga, tas, dan keranjang berjejer. Hasil kerajinan ini rencananya akan diambil oleh Pemerintah Kota Kendari.
Peduli pesisir
Theresia, Ketua Bank Sampah Kelompok Perempuan Pesisir cabang Lapulu, menjelaskan, bank sampah ini baru terbentuk dua bulan lalu. Namun, embrio kelompok perempuan telah lama ada di masyarakat. Ia, misalnya, telah mengikuti berbagai pelatihan kerajinan dan pengorganisasian kelompok. Ilmu yang diperoleh lalu disebarkan ke anggota lainnya.
Dengan bank sampah, tutur Theresia, para perempuan memiliki aktivitas baru setiap harinya. Selain keterampilan, mereka juga bisa mendapatkan penghasilan dari sampah, minimal untuk membeli bahan kebutuhan pokok.
Tidak hanya itu, mengolah sampah membuat lingkungan menjadi bersih. Salah satu permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir adalah sampah. Sampah yang tidak tertangani di lingkungan lalu memenuhi pesisir dan teluk. Akibatnya, teluk tercemar hingga biota laut terus berkurang.
Berdasarkan riset, total sedimentasi di Teluk Kendari mencapai 66 juta meter kubik. Sebagian besar sedimentasi ini berasal dari aliran 13 sungai yang bermuara di teluk juga reklamasi. Diperkirakan, 4 persen dari total sedimentasi atau sekitar 2,6 juta meter kubik merupakan sampah plastik.
”Kami cari sampah tidak hanya di teluk, tapi sampai ke kota karena banyak sampah warga di kota yang tidak terbuang, masuk saluran, dan berujung ke teluk. Lebih baik kami ambil sebelum penuhi teluk,” kata Theresia.
Ketua Jaringan Perempuan Pesisir Sultra Mutmainnah menyampaikan, bank sampah adalah salah satu cara yang dilakukan untuk membersihkan. Selama ini, wilayah pesisir juga perkotaan dipenuhi sampah plastik.
Lebih dari itu, kelompok ini juga untuk memberdayakan perempuan yang selama ini tidak mendapat tempat. Sebagian perempuan ini bekerja sebagai buruh kasar meski di usia lanjut. Dengan mengolah sampah, mereka membersihkan lingkungan sekaligus mendapatkan manfaat.
Kelompok perempuan ini, tutur Mutmainnah, juga memiliki koperasi yang beranggotakan 40 orang. Mereka memiliki iuran awal sebesar Rp 100.000. Setelah itu, iuran setiap bulannya Rp 5.000 per orang.
Penghasilan dari bank sampah sebagian dimasukkan ke koperasi. Nantinya koperasi akan dikerjasamakan dengan pemerintah, khususnya terkait pengadaan bahan kebutuhan pokok. Dari situ, diharapkan para ibu-ibu ini tidak kelimpungan lagi terkait pemenuhan kebutuhan makanan harian.
”Kami juga menggandeng ibu-ibu pemulung sampah laut di Bungkutoko. Mereka tiap hari mencari sampah di laut dengan sampan. Kami berupaya mengorganisasi agar mereka juga memiliki keahlian dan karya lainnya,” tuturnya.
Sejumlah perempuan di Bungkutoko mencari penghasilan tambahan dari sampah di teluk. Mendayung sampan, mereka mencari sampah di sekeliling Teluk Kendari. Mencari sampah menjadi berkah untuk mereka yang hidup di tengah berbagai kesulitan ini. Mendapat nilai tambah sekaligus membersihkan teluk menjadi jalan hidup di tengah bejibunnya sampah teluk karena ketidaksadaran masyarakat dan kurangnya perhatian pemerintah.