Siklon Seroja Perlihatkan Lemahnya Mitigasi Bencana di Nusa Tenggara Timur
Siklon tropis Seroja menyadarkan seluruh elemen masyarakat Nusa Tenggara Timur betapa pentingnya mitigasi bencana.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Siklon tropis Seroja mengentak seluruh elemen masyarakat Nusa Tenggara Timur. Ratusan warga meninggal dunia dan ribuan orang lainnya kehilangan tempat tinggal. Perlu adanya pembenahan mitigasi bencana supaya bisa menekan dampak bencana di kemudian hari.
Berbagai elemen masyarakat NTT menyuarakan hal itu dalam diskusi daring Terasmitra tentang ”Bangkit, Flobamora Bangkit!”, Sabtu (17/4/2021). Diskusi dihadiri pegiat dari sejumlah kabupaten/kota terdampak bencana dan anggota Dewan Perwakilan Daerah RI.
Siklon tropis Seroja memicu curah hujan lebat dan ekstrem di sejumlah wilayah NTT. Dampaknya terjadi banjir dan longsor, meliputi Kota Kupang, Flores Timur, Malaka Tengah, Lembata, Ngada, Alor, Sumba Timur, Rote Ndao, Sabu Raijua, Timor Tengah Selatan, dan Ende.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana per Rabu (14/4/2021) mencatat 181 warga meninggal dunia, 47 warga hilang, 122.232 keluarga terdampak, 17.124 rumah rusak berat, 13.652 rusak sedang, dan 35.733 rusak ringan.
Raymundus Penana Nuba, Sekretaris Yayasan Epu Orin Adonara, menyebutkan bahwa peringatan potensi bencana tidak sampai ke kampung-kampung di Adonara. Tak pelak banjir dan longsor yang terjadi Minggu dini hari itu menelan ratusan korban jiwa.
”Sistem dan manajemen (mitigasi) bencana tidak berjalan dengan baik. Selama ini cenderung abai terhadap potensi bencana sehingga terkejut dan lamban dalam penanganan ketika terjadi bencana,” kata Raymundus.
Saat ini, lanjutnya, penting untuk pemulihan trauma korban atau warga terdampak. Juga relokasi ataupun pembangunan permukiman supaya tak terjadi masalah sosial lain.
Marsela Luruk Bere, tenaga pengajar dari Kabupaten Malaka, mengisahkan kewalahannya elemen masyarakat untuk menyalurkan bantuan kepada warga karena jembatan penghubung patah diterjang banjir.
Dia menuturkan, Jembatan Benenain rusak berat sehingga kendaraan tidak bisa melintas. Penyaluran bantuan pun terpaksa menggunakan gerobak ataupun dengan berjalan kaki.
”Situasi ini (bencana) menunjukkan pentingnya edukasi mitigasi bencana. Penting juga pembangunan berbasis mitigasi bencana supaya sarana dan prasarana tahan bencana,” ucap Marsela.
Angelius Wake Kako, anggota Dewan Perwakilan Daerah dapil NTT, menyoroti ketidaksiapan daerah menghadapi bencana. Ketika meninjau lokasi bencana, diperoleh keterangan bahwa anggaran daerah terbatas sehingga penanggulangan bencana tidak optimal.
”Mobilisasi masyarakat juga tidak bisa hanya bergantung pada dana. Contohnya mobilisasi warga di Lembata yang sempat terkena erupsi gunung harusnya berlangsung cepat karena jalurnya jalan negara dan landai,” kata Angelius.
Untuk itu, dia mendorong adanya evaluasi untuk perbaikan ke depan. Mitigasi bencana perlu sejak dini guna meminimalkan dampak bencana.
Mitigasi
Masyarakat NTT memang terkejut, terjangan siklon tropis Seroja berujung bencana. Meski begitu, ada sebagian masyarakat yang sigap sehingga tidak ada korban jiwa.
Septiani C Suyono dari Perkumpulan Pikul mencontohkan warga di Pulau Semau, Kabupaten Kupang, yang mengantisipasi cuaca buruk karena siklon tropis Seroja. Warga mengikat atap rumahnya dengan tali yang dipasangi pemberat dari karung berisi pasir atau menanamkannya ke dalam tanah dengan pilar kayu.
”Malam saat badai, warga melakukan mitigasi mengikat atap rumah sehingga rumah hanya rusak ringan,” ucap Septiani.
Merliaty Praing Simanjuntak, istri dari Bupati Sumba Timur, mengatakan, warga di Sumba Timur masih sempat menyelamatkan diri sehingga tidak ada korban jiwa. Akan tetapi, banyak rumah hancur tersapu banjir, termasuk sawah, ladang, dan kebun.
”Warga menyelamatkan diri ke dataran tinggi, termasuk bersembunyi di goa-goa, ketika cuaca semakin buruk,” kata Merliaty.
Dia bersama tim Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga pun langsung bergerak untuk menghimpun bantuan supaya masyarakat tak semakin terpuruk. Jika semakin terpuruk, akan terjadi bencana kemanusiaan.
Saat ini, Pemerintah Kabupaten Sumba Timur sudah mendata 6.049 rumah yang rusak berdasarkan nama pemilik dan alamatnya. Pemkab berkejaran dengan waktu untuk pemulihan supaya tak muncul masalah lain.