Derita Gadis Sumba 22 Tahun Hidup dengan Filariasis
Anastasia Arnonce Lende (22), penderita penyakit kaki gajah atau filariasis, di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur sangat memprihatinkan karena sampai sekarang belum mendapat perhatian dari pemerintah daerah.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
Kondisi Anastasia Arnonce Lende (22), penderita penyakit kaki gajah atau filariasis, duduk di rumah panggungg kediamannya di desa Gelembung Keri Kecamatan Wewewa Timur, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur dengan kondisi sangat memprihatinkan.
Selama 22 tahun ia menderita penyakit kaki gajah yang sangat membebani hidup. Terlahir dari keluarga miskin, Anastasia pun kesulitan mendapatkan pengobatan. Penyakit primitif ini tertular melalui gigitan serangga.
Relawan Peduli Penyakit Kaki Gajah di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, Bibiana Billi dihubungi di Tambolaka, ibu kota kabupaten, Rabu (31/3/2021) mengatakan, Anastasia Arnonce Lende (22) butuh dukungan semua pihak. Dia masih muda, dan ingin hidup lebih lama lagi. Sebelumnya hanya kaki bagian kiri yang terinveksi, saat ini sudah merambat ke kaki kanan, juga mulai dari betis sampai pinggul.
Kaki gajah mulai menggerogoti tubuh Anastasia sejak berusia lima bulan. Ketika itu mungkin ia digigit nyamuk di bagian betis kaki kiri. Awalnya hanya tampak merah di salah satu titik di bagian betis. Perlahan, bintik merah itu mulai membengkak seiring dengan pertumbuhan fisiknya,”kata Bibiana.
Meski penderita sakit kaki gajah, warga desa Gelembung Weri Kecamatan Wewewa Timur, SBD ini sempat duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. Tetapi kondisi kaki terus membengkak, orangtua memutuskan Anastasia berhenti sekolah saat itu. Ia hanya bisa tulis, baca dan menghitung seadanya, sebagai bekal hidup.
Saat usia 9 tahun, kaki kiri Anastasia sudah sulit diangkat leluasa. Memasuki usia 16 tahun ia harus menggunakan alat bantu tongkat untuk mengangkat kakinya itu. Proses pembengkakan kaki itu sangat cepat. Memasuki usia 22 tahun saat ini, ia harus dibantu oranglain untuk memapah tubuhnya agar tidak jatuh, meski sudah meggunakan alat bantu tongkat.
Ia mengatakan pada 2014 orangtua sempat membawa Anastasia ke Rumah Sakit Katolik Caritas di Weetabula. Pihak rumah sakit mengusulkan agar Anastasia dibawa ke RS Sanglah, Denpasar, karena fasilitas di rumah sakit itu lebih lengkap. Di sana, dia harus menjalani operasi beberapa kali untuk mendapatkan kondisi kaki normal kembali.
Anastasia memiliki kartua BPJS Kesehatan untuk berobat. Tetapi kartu itu hanya menanggung biaya selama pengobatan di rumah sakit. Biaya lain seperti transportasi pesawat, taksi, penginapan dan kebutuhan harian menjadi tanggungan orangtua.
Bibiana mengaku, bersama orangtua Anastasia, telah beberapa kali berusaha menemui bupati setempat di kediaman dan kantor. Tetapi bupati selalu beralasan pandemi Covid-19 sehingga tidak menerima tamu siapa pun. Sementara dihubungi melalui telepon dan pesan WhatsApps pun tidak ditanggapi.
“Apa yang dialami Anastasia bukan masalah umum di kalangan masyarakat Sumba Barat Daya tetapi berupa kasus. Mestinya, Pemda bisa membantu hal ini. Tetapi mereka semua sangat sulit dihubungi termasuk dinas kesehatan dan dinas social setempat. Ini menyangkut kemanusiaan, semestinya bisa dibantu,”kata Bibiana.
Ibu kandung Anastasia, Maria Lende (53) mengatakan, 5 tahun lalu Anastasia masih bisa berjalan meski dengan tongkat. Saat ini tidak bisa sama sekali. Ia hanya bisa duduk dan tidur, susah berjalan kecuali harus digotong orang lain. Itu pun tidak mudah.
Direktur RS Imanuel Waingapu Sumba Timur Danny Christian mengatakan, kasus kaki gajah di Sumba memang masih ada, tetapi tidak banyak. Hanya ada di desa-desa terpencil, masih ditemukan kasus itu, tetapi paling satu kampong 1-2 kasus.
Rumah adat Sumba dengan atap berbentuk joglo dan lantai berupa panggung, Maret 2018. Rumah adat ini memiliki beberapa tingkatan, antara lain tempat menyimpan makanan dan benda-benda purba.
Yang ada dalam kaki itu adalah air. Operasi seperti apa untuk menyembuhkan korban, itu sangat sulit (Danny Christian)
Tetapi ia mengatakan, kasus Anastasia yang sempat viral di media social, tidak bisa diobati lagi karena sudah sangat parah, meski denga cara operasi sekalipun. Bisa dilakukan pihak rumah sakit adalah amputasi terhadap kaki yang sudah terjangkit filariasis dengan kondisi sangat parah. Amputasi ini untuk mencegah penyakit itu berjangkit ke bagian tubuh atas.
“Yang ada dalam kaki itu adalah air. Operasi seperti apa untuk menyembuhkan korban, itu sangat sulit. Meski operasi bertahap pun kemungkinan sangat kecil untuk mendapatkan kaki kembali normal seperti sebelumnya,”kata Danny.
Ia mengatakan, semua otot kaki Anastasia sudah mengecil karena tidak digunakan selama hidup. Jika sejak kecil, orangtua membawa Anastasia ke Puskesmas terdekat, mungkin sudah bisa ditangani, dengan pemberian obat anti filariasis.
Ketua Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia NTT Hyronimus Fernandes mengatakan, kaki gajah disebut juga filariasis limfatik atau Elephantiasis. Ini merupakan penyakit tropis yang memengaruhi kelenjar limfa dan pembuluh limfa.
Filariasis limfatik terinveksi oleh nyamuk yang terinveksi. Gigitan nyamuk jenis ini menularkan parasit menuju sistem limfa.
“Tetapi penyakit ini masuk kategori penyakit primitive oleh WHO, termasuk penyakit kusta atau lepra, dan puru. Penyakit ini mestinya sudah selesai ditangani,”kata Fernandes.