Dukungan Moral Bagi Christina, Perawat yang Dianiaya Keluarga Pasien
Setelah menjadi korban penganiayaan, kondisi Christina Ramauli Simatupang (28) perawat di RS Siloam Sriwijaya Palembang, Sumatera Selatan, berangsur membaik. Beragam dukungan mengalir agar dirinya segera pulih.
Dari layar telepon genggam Gubenur Sumatera Selatan Herman Deru menyaksikan kondisi Christina Romauli Simatupang (28) seorang perawat di RS Siloam Sriwijaya Palembang yang menjadi korban penganiayaan oleh ayah pasien di rumah sakit tempat ia bekerja, Sabtu (17/4/2021).
“Bagaimana keadannya?” tanya Herman,
“Sudah agak membaik pak,” jawab Christina,
“Rambut yang kena jambak bagaimana, tidak ada rambut yang rontok kan?” ujar Herman memastikan,
Tidak ada pak,” kata Christina.
“Pelakunya sudah tertangkap, Christina yang tabah ya. Istirahat dulu, ikuti petunjuk dari tempat kamu bekerja,” ujar Herman menenangkan.
Dua hari sebelumnya, kondisi Christina tidak sebaik hari ini. Dia menjadi korban kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan oleh JT (38) orangtua pasien yang dirawat di RS Siloam Sriwijaya Palembang karena peradangan paru-paru.
Dalam video yang kemudian menjadi viral di masyarakat, terlihat JT yang mengenakan kaus merah dan bertopi putih menjambak rambut Christina bahkan hingga berputar-putar. Keduanya bisa dilerai ketika ada seorang petugas kepolisian yang kebetulan berada di dekat lokasi, meminta JT untuk menghentikan penganiayaan tersebut.
Akhirnya kedua orang itu bisa dilerai. Namun Christina berteriak seakan tidak menyangka telah menjadi korban penganiayaan. Pada Kamis (15/4/2021) sore, Christina pun melaporkan kejadian ini ke Polrestabes Palembang. Kemudian polisi pun menindaklanjuti laporan tersebut.
Kepala Polrestabes Palembang Komisaris Besar Irvan Prawira mejelaskan, JT menganiaya Christina lantaran kesal atas hasil kerja perawat tersebut. JT tidak terima ketika tangan anaknya harus berdarah setelah selang infus dilepas dari tangan anaknya. “Peristiwa ini terjadi karena emosi sesaat pelaku,” ungkap Irvan.
Mungkin sebelumnya sudah pernah terjadi hanya saja tidak terekspos dan sampai sekarang kami juga belum menerima laporan (Subhan)
Seusai menjalani perawatan selama empat hari, anak pelaku sudah diperbolehkan pulang. Ketika akan pulang, ujar Irvan, Christina melepaskan infus yang ada di tangan pasien. Namun, setelah infus dilepas, istri pelaku langsung menggendong anaknya. Alhasil, tangan anak itu pun berdarah.
Padahal sebelumnya, Christina sudah memperingatkan istri pelaku untuk tidak menggendong dulu anaknya setelah infus dilepas. Namun peringatan itu tidak digubris. Setelah kejadian itu, istri pelaku menghubungi pelaku mengabarkan tentang kondisi anaknya itu.
Karena tersulut emosi, ketika tiba di rumah sakit dan melihat kondisi anaknya, JT langsung memanggil Christina untuk meminta penjelasan. Christina datang dengan didampingi sejumlah rekan perawat yang lain. Dia sempat meminta maaf kepada JT karena kejadian tersebut.
Namun permintaan maaf itu tidak diterima. Sebaliknya, JT malah memukul Christina sampai akhirnya tersungkur dan berlanjut pada penjambakan rambut.
Sesaat setelah menerima laporan, ujar Irvan, pihaknya langsung menangkap JT yang tinggal di Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Ketika dijemput, JT bersikap koperatif seakan menyadari tujuan dari kedatangan polisi saat itu.
Baca juga :Ditolak Warga Perawat di Palembang Trauma
Berdalih emosi
Dalam konfrensi pers, JT juga meminta maaf atas perbuatannya yang telah ia lakukan. Dia berdalih peristiwa itu terjadi karena emosi sesaat. “Saya meminta maaf sebesar-besarnya kepada korban, keluarga korban, dan semua pihak yang ada bersama korban,” ujar JT dengan tangan terborgol.
Dia mengaku penganiayaan itu merupakan akumulasi dari rasa lelahnya karena harus menjaga anaknya yang sedang dirawat. Ditambah lagi dirinya tidak terima karena anaknya harus terluka setelah infusnya dilepas. “Saya menyadari akibat emosi sesaat ini, saya telah merugikan banyak pihak. Karena itu saya mohon maaf atas perbuatan yang saya lakukan,” ucapnya.
Akibat perbuatannya, ujar Irvan, JT terjerat dengan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman kurungan penjara maksimal dua tahun delapan bulan.
Ketua Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Sumatera Selatan, Subhan manyesalkan kejadian ini. Menurutnya tidak sepantasnya penganiayaan ini terjadi. Karena itu, proses hukum harus terus berlanjut.
Dia mengapresiasi langkah kepolisian yang sudah menindaklanjuti perkara ini dan dia berharap kasus ini diselesaikan sampai tuntas. “Kami ingin kasus ini diproses sesuai hukum dan undang-undang yang berlaku,” ucapnya.
Menurut Subhan penganiayaan terhadap perawat memang baru pertama kali terjadi di Sumatera Selatan. “Mungkin sebelumnya sudah pernah terjadi hanya saja tidak terekspos dan sampai sekarang kami juga belum menerima laporan,” ungkapnya.
Kejadian ini adalah hal yang memalukan dan merusak citra daerah (Herman Deru)
Peristiwa ini, lanjut Subhan, sudah melecehkan profesi perawat yang telah berupaya memberikan yang terbaik bagi semua pasien yang dirawatnya. Apalagi kini, perawat juga menjadi garda terdepan dalam mengatasi beragam masalah kesehatan di masa pandemi Covid-19.
Baca juga: Terhambat Syarat Medis, 30 Persen Tenaga Kesehatan Sumsel Belum Divaksin
Subhan menerangkan, kondisi Christina sudah membaik walau masih ada memar di bibir dan perutnya. “Kini, Christina juga ditangani oleh psikolog untuk memulihkan kondisi psikisnya,” ucapnya.
Aksi solidaritas
Setelah kejadian ini, aksi solidaritas terus berdatangan dari berbagai pihak. Gambar berupa pita hitam berseliweran di media sosial sebagai bentuk dukungan sekaligus keprihatinan terhadap kejadian yang dialami Christina. “Kami mencanangkan seruan damai dan solidaritas. Setidaknya profesi kami dihargai,” ungkap Subhan.
Gubernur Sumsel Herman Deru memastikan akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Dia menilai peristiwa ini tidak sepatutnya terjadi. “Kejadian ini adalah hal yang memalukan dan merusak citra daerah,” ucapnya.
Walau berkilah akibat emosi dan spontanitas, ujar Herman seharusnya JT mendengarkan dulu penjelasan dari petugas medis daripada harus melakukan kekerasan seperti itu.
Di akhir perbincangan Herman berpesan, “Cepat sembuh ya supaya bisa melayani pasien lagi,” kata Herman. “Baik pak terima kasih,” ujar Christina.