Alokasi Dana Desa untuk Perhutanan Sosial di Merangin
Untuk pertama kalinya alokasi dana desa mengalir bagi perhutanan sosial. Penantian panjang masyarakat Merangin di Jambi, akhirnya berbuah, Tahun ini Rp 330 juta, akan bertambah 20 kali lipat tahun depan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Alokasi dana desa atau ADD untuk membangun perhutanan sosial diwujudkan Pemerintah Kabupaten Merangin, Jambi, bagi 22 desa di sekitar hutan. Komitmen pendanaan untuk kelestarian hutan ini disebut-sebut sebagai inovasi ekologi.
Langkah itu menjawab penantian panjang masyarakat di sekitar hutan. Sebab, untuk pertama kalinya alokasi dana desa mengalir bagi perhutanan sosial. Nilainya tahun ini Rp 330 juta, akan bertambah 20 kali lipat tahun depan untuk menyasar 22 desa.
Selama ini cukup banyak skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat dibuat, tetapi dukungan dana dari pemerintah masih sangat minim. Dengan demikian, alokasi dana APBD Kabupaten Merangin bagi 22 desa yang mengelola perhutanan sosial merupakan terobosan.
Tahun ini, nilainya masih terbatas, yakni Rp 15 juta per desa pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2021. Namun, jumlah itu akan naik 20 kali lipat pada tahun depan.
”Untuk 2022, kami sudah merencanakan alokasi dana desa untuk perhutanan sosial Rp 350 juta per desa,” ujar Bupati Merangin, Al Haris, Jumat (16/4/2021). Itu berarti, nilai total dukungan APBD setempat untuk perhutanan sosial mencapai Rp 7,7 miliar
Untuk mendukung perhutanan sosial di Merangin, lanjut Haris, telah terbit Peraturan Bupati Nomor 2 tahun 2021. Kebijakan itu mendukung desa-desa yang memiliki perhutanan sosial dapat meningkatan kualitas pengelolaan, sehingga berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. ”Lewat pengembangan perhutanan sosial, akan berkembang pula agroforestri, ekowisata, dan usaha jasa lingkungan,” lanjutnya.
Untuk mendukung perhutanan sosial di Merangin telah terbit Peraturan Bupati Nomor 2 tahun 2021. (Al Haris)
Kepala Desa Beringin Tinggi Thohirin mengapresiasi dukungan tersebut. Selama ini masyarakat masih berswadaya dalam mengelola hutan. Dukungan dana dari pemkab yang akan dialokasikan bakal memperkuat kelembagaan. ”Dananya akan kami maksimalkan melaksanakan patroli agar hutan yang sudah baik kondisinya ini tetap aman,” katanya.
Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Hari Nur Cahya Murni menyebut selama ini keterlibatan pemerintah daerah dalam mengelola hutan masih terbatas karena batasan dalam aturan perundang-undangan. Setelah perhutanan sosial menjadi program nasional dan masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Mendagri mengeluarkan edaran kepada pemerintah daerah untuk turut mendukung perhutanan sosial. Langkah inilah yang diambil Pemerintah Kabupaten Merangin membangun inisiatif dukungan.
Kebijakan Pemkab Merangin untuk perhutanan sosial merupakan langkah maju yang disebut-sebut sebagai inovasi ekologi. Jika dilihat dari Kapasitas Fiskal APBD 2011-2019, Provinsi Jambi masih berada di kuadran IV, yang berarti dalam kapasitas yang rendah dan ekspektasinya masih belum menyeluruh. ”Untuk mengangkat ini, perlu adanya inovasi-inovasi, tidak hanya berdasarkan business as usual,” kata Joko Tri Haryanto dari Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.
Ia menambahkan, penting adanya inovasi ekologi di tengah pembangunan Indonesia. Kebijakan Pemkab Merangin diharapkan pula menghadirkan kolaborasi para pihak yang akan menumbuhkan motivasi untuk perbaikan pengelolaan anggaran sekaligus membawa dampak untuk perbaikan sumber daya hutan.
Wakil Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Adi Junedi, yang mendampingi masyarakat dalam perhutanan sosial, menyebut gagasan meningkatkan peran pemda dalam perhutanan sosial dilatarbelakangi pencapaian izin areal perhutanan sosial di Jambi yang terbilang tinggi. Sampai akhir Desember 2020, luas PS sudah mencapai 200.511 hektar.
Sayangnya, pencapaian izin perhutanan sosial yang luas itu belum terkelola maksimal karena masalah keterbatasan dana dan pendampingan bagi masyarakat di desa. Dari 417 kelompok penerima izin perhutanan sosial di Jambi, tak lebih dari 10 persen yang dapat diukur keberhasilannya dalam hal pengelolaan.