Tak Ada Kejelasan, UGM Mundur dari Program Vaksin Nusantara
Universitas Gadjah Mada sempat masuk daftar tim penelitian uji klinis vaksin Nusantara. Namun, mereka memutuskan mundur karena tidak ada konfirmasi lebih lanjut tentang proyek penelitian itu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, sempat masuk daftar tim penelitian uji klinis vaksin Nusantara. Namun, perguruan tinggi tersebut memilih mengundurkan diri dari proyek penelitian tersebut karena tidak ada kejelasan dalam kerja sama penelitian yang hendak dilakukan.
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yodi Mahendradhata menyatakan, awalnya, memang terdapat sejumlah peneliti dari perguruan tinggi tersebut yang namanya muncul dalam daftar penelitian uji klinis vaksin Nusantara. Ada yang disebut sebagai peneliti utama, ada pula yang disebut peneliti pengawas.
”Tahu-tahu (penelitian) sudah berjalan. Kami baru tahu di media massa bahwa itu sudah berjalan dan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi Semarang. Kami tidak pernah dilibatkan sama sekali,” kata Yodi, saat dihubungi, di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (16/4/2021) petang.
Yodi menceritakan, komunikasi mengenai penelitian uji klinis vaksin sel dendritik tersebut dijalin sejak Desember 2020. Komunikasi dijalin secara informal. Namun, setelah itu, tidak ada komunikasi lebih lanjut secara formal mengenai penelitian itu.
Hingga akhirnya terbit Surat Keputusan Nomor HK 01.07/MENKES/11176/2020 yang mencantumkan nama beserta posisi dari sejumlah peneliti UGM di tim penelitian tersebut. Bahkan, para peneliti tak mengetahui ihwal surat keputusan tersebut.
”Waktu itu hanya permintaan apakah bisa membantu penelitian vaksin. Secara umum, teman-teman mengiyakan karena itu permintaan dari Kementerian Kesehatan sehingga sesuatu yang kami respons secara positif,” kata Yodi.
Yodi menyebutkan, seharusnya, ada perjanjian kerja sama sebelum penelitian dilakukan. Terlebih, kerja sama dilakukan lebih dari satu institusi. Perjanjian dibutuhkan untuk memperjelas peran setiap institusi dalam penelitian itu.
”Ini diperlukan untuk memperjelas peran kami apa. Peran yang lainnya apa. Lalu, kami juga seharusnya dilibatkan dalam penyusunan protokol,” kata Yodi.
Hingga penelitian uji klinis berlangsung, lanjut Yodi, pihaknya tidak pernah melihat protokol penelitian. Dengan kondisi itu, ia mengatakan, para peneliti akan kesulitan memainkan perannya. UGM pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari penelitian tersebut. Surat pengunduran diri ditujukan kepada Kementerian Kesehatan sejak Februari 2021.
”Kalau menjadi anggota tim, kami bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kredibilitas penelitian itu. Tetapi, kalau ini, kami tidak bisa mempertanggungjawabkan karena tidak terlibat sama sekali. Karena tidak bisa ikut mempertanggungjawabkan, jadi lebih baik mundur,” tutur Yodi.
Vaksin Nusantara merupakan vaksin yang diteliti bersama oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, RSUP Dr Kariadi Semarang, Universitas Diponegoro (Undip), dan AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat. Uji klinis fase I sudah selesai dilakukan. Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum memberikan izin untuk uji klinis fase II (Kompas, 16/4/2021).
Kalau ini, kami tidak bisa mempertanggungjawabkan karena tidak terlibat sama sekali. Karena tidak bisa ikut mempertanggungjawabkan, jadi lebih baik mundur.
Sebelumnya, Kepala BPOM Penny Lukito menyatakan, para peneliti vaksin Nusantara belum berkoordinasi dengan BPOM mengenai pelaksanaan uji klinis tahap kedua. Lembaga tersebut justru meminta peneliti kembali melakukan uji preklinik. Sebab, sejumlah data yang diserahkan belum memadai.
Hasil pengujian yang belum memadai meliputi keamanan vaksin, kemampuan vaksin membentuk antibodi, serta bukti mutu produk vaksin. Lewat inspeksi yang dilakukan, pengembangan vaksin juga belum sesuai kaidah produksi yang baik, cara berlaboratorium yang baik, hingga cara uji klinik yang baik.