Korban Bencana di Alor Kesulitan Makanan dan Air Bersih
Di Pulau Pantar, Alor, banyak warga kesulitan mendapatkan makanan dan air bersih. Warga kini menempati gubuk yang mereka bangun sendiri.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN/KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KALABAHI, KOMPAS — Banyak penyintas bencana banjir bandang dan longsor di Pulau Pantar, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, belum mendapatkan bantuan yang cukup untuk kebutuhan mereka. Jaringan listrik, telepon, dan akses jalan terputus. Mereka pun kini kesulitan mendapatkan makanan dan air bersih.
Chesia Saubaki, pelayan Gereja Kristen Protestan di Dusun Tamalabang, Desa Kaleb Kecamatan Pantar Timur, yang dihubungi pada Jumat (16/4/2021), mengatakan, sebanyak 116 keluarga di desa itu sangat menderita setelah disapu banjir bandang akibat Siklon Seroja pada 4 April lalu. Saat ini, mereka tinggal dalam gubuk-gubik di perbukitan tak jauh dari lokasi bencana.
”Sekitar 570 warga di desa itu selamat setelah mencari tempat aman untuk berlindung. Akan tetapi, semua harta benda mereka hanyut terbawa banjir bandang dan longsor, serta sebagian tertimbun material longsoran,” kata Chesia.
Ia menuturkan, selain merusak rumah penduduk, banjir dari kawasan perbukitan desa itu juga merusak jalan, puskesmas, dan sekolah. Permukiman itu tidak bisa dihuni lagi mengingat kini tertutup material banjir dan longsor. Jika nanti terjadi hujan, tempat itu akan menjadi jalur banjir.
Saat ini, masyarakat kembali mengais sisa-sisa barang mereka. Alat berat sudah bergerak ke sana dan membuka jalan yang tertimbun material banjir dan longsor. Selain itu juga membuka areal tempat warga akan membangun permukiman sementara. ”Perkampungan sekarang tidak bisa ditempati lagi,” katanya.
Kendati sudah mendapat bantuan dari pemerintah dan gereja, saat ini warga kesulitan bahan makanan dan air bersih. Jumlah bantuan yang diterima sangat terbatas. Satu keluarga mendapat tiga sampai empat kilogram beras dan sepuluh bungkus mi instan. Jumlah bantuan seperti ini hanya bertahan untuk tiga sampai empat hari.
Perkampungan sekarang tidak bisa ditempati lagi. (Chesia Saubaki)
Sementara semua barang dan stok makanan warga, termasuk umbi-umbian di ladang, sudah hanyut terbawa banjir. Ia berharap bantuan bahan pokok dapat ditambah. Desa itu barada di sisi barat Kalabahi, ibu kota Kabupaten Alor. Untuk mencapai ke sana, butuh perjalanan sekitar dua jam menggunakan perahu motor.
Ketua DPRD Alor Eny Anggrek, yang juga bagian dari tim penanggulangan bencana tingkat kabupaten, mengakui, bantuan kepada warga terdampak belum merata. Hingga Jumat, sebagian besar bantuan tertumpuk di Desa Lippang Kecamatan Alor Timur Laut yang juga berada di Pulau Pantar.
Butuh sumur bor
Selain itu, air bersih pun tidak ada. Salah satu sumber air di desa itu telah tertutup material longsoran, dengan ketebalan sekitar tiga meter. Itu pun ditimbuni batu-batu besar dari arah gunung. Warga berusaha menggali sumur, tetapi belum rampung. ”Diperlukan sumur bor sehingga warga bisa pakai bersama-sama,” kata Chesia menambahkan.
Tak hanya di Alor, ratusan warga di Pulau Adonara, tepatnya Desa Kawela, Kecamatan Wotan Ulumado, Kabupaten Flores Timur, juga mengalami krisis air bersih lantaran jaringan perpipaan putus disapu banjir bandang dan longsor. Jaringan perpipaan yang putus sekitar dua kilometer.
Di beberapa ruas pipa yang putus, warga menyambungnya dengan cara membelit ujung pipa menggunakan irisan ban dalam sepeda motor. Mereka membelit berlapis-lapis agar air tidak bocor. Untuk ruas pipa yang hanyut, warga menyambungnya menggunakan ruas bambu kemudian dilapisi lagi dengan irisan karet ban dalam.
Muhamad Don Soge (35), warga setempat menuturkan, aliran air sempat terhenti selama tiga hari. Warga kemudian berjalan mencari air hingga ke kampung-kampung tetangga yang berjarak lebih dari satu kilometer. Selain swadaya menyambung jaringan perpipaan dengan bambu dan irisan ban dalam, warga juga meminta bantuan pipa dari pihak ketiga.
”Ada sumbangan dari seorang pastor Katolik dari tetangga Klukeng Nuking dan juga dari komunitas Kontas dan Titehena di Jakarta,” kata Soge. Total sumbangan pipa yang sudah diterima sepanjang 400 sehingga mereka masih kekurangan sekitar 1.600 meter.
Pada saat bersamaan, pihak Puskemas Baniona menguji kualitas air di beberapa desa di Kecamatan Wotan Ulumado. Di Desa Oyangbarang, pihak puskesmas menyatakan bahwa kondisi air belum bisa dikonsumsi karena airnya berwarna. Pemeriksaan itu dilakukan pada Kamis (15/4/2021).
Air berwarna lantaran tercampur material lumpur akibat banjir dan longsor. ”Dengan ini disampaikan kepada masyarakat bahwa hasil pemeriksaan air menunjukkan air tidak layak dikonsumsi”. Demikian penggalan surat edaran yang dikeluarkan Kepala Puskesmas Baniona Thomas Tupen Beda.
Wakil Bupati Flores Timur Agustinus Payong Boli mengatakan, pihaknya masih fokus pada pembukaan jalur yang masih terisolasi. Ihwal sejumlah kendala penanganan bencana, termasuk penanganan air bersih, hal itu menjadi bahan evaluasi. Menurut Agustinus Payong, kejadian bencana memerlukan penanganan bertahap.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas, pihak PLN mengklaim berhasil memulihkan 92 persen kelistrikan di Pulau Adonara, Flores Timur, yang merupakan wilayah paling terdampak badai Siklon Seroja. Kini, sebanyak 116 dari 125 gardu distribusi telah berhasil dipulihkan.
”Tim PLN harus melewati akses jalan yang ekstrem dan rusak berupa tanah berlumpur serta rawan longsor akibat banjir bandang dan tanah longsor. Sebanyak 71 personel telah melakukan pemulihan. Saat ini dari 26.274 pelanggan yang terdampak di Adonara, sebanyak 24.352 pelanggan telah menyala kembali,” tutur General Manager PLN Unit Induk Wilayah NTT Agustinus Jatmiko.
Untuk memperbaiki listrik di Adonara, petugas PLN harus menembus akses yang sebelumnya tertutup longsor, seperti di Desa Oyangbarang, Kecamatan Wotan Ulumado. Dari 105 Desa di Pulau Adonara yang terdampak, 98 Desa telah dipulihkan dan listriknya sudah kembali menyala.
Untuk memulihkan kelistrikan di Desa Oyang Barang Kecamatan Wotan Ulumado PLN harus mengangkut material kelistrikan menggunakan motor trail dan mobil berpenggerak empat roda yang ditempuh dengan memutari Pulau Adonara selama kurang lebih dua jam. Di beberapa titik pun material harus dipanggul atau diangkat secara manual oleh petugas.