Berburu keramik di Pasar Sitimang adalah satu sensasi yang selalu dirindukan para pencinta keindahan. Di masa Ramadhan ini, sensasi itu kembali dirindukan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Pernah dianugerahi sebagai tempat belanja terpopuler, Pasar Sitimang di Jambi berjuang bangkit. Pandemi yang menghalau kunjungan wisatawan ke pasar keramik itu tak membuatnya mati. Demi menolak redup, Sitimang bertranformasi di arus digital.
Di awal Ramadhan ini, lorong sepanjang pasar tampak lengang, tak seperti tahun-tahun lalu. Biasanya, kerumunan pengunjung memadati lorong itu selama Ramadhan. Warga berburu keramik dan porselen demi melengkapi keindahan di ruang tamu di hari Idul Fitri.
Ragam koleksi baru pun memenuhi etalase-etalase toko, mulai dari guci raksasa hingga stoples kue, piring dan gelas, serta wadah unik lainnya. Semua berbahan keramik dan porselen. Namun, keindahan sepanjang etalase toko tak lagi diserbu pengunjung sejak pandemi Covid-19 terjadi.
Menurut Jabir, salah seorang pengelola usaha penjualan keramik, tranksasi di pasar itu anjlok 70 persen selama pandemi Covid-19. Padahal, di masa normal tranksasi pembelian keramik di pasar ini bisa Rp 200 juta hingga Rp 300 juta sehari.
Turunnya omzet disebabkan terbatasnya mobilitas warga selama masa pembatasan sosial. Tingkat kunjungan wisatawan dari luar daerah jadi mandek, khususnya sejak Mei hingga September tahun lalu. ”Dalam sehari belum tentu ada pembeli datang,” ujar Jabir, Selasa (23/3/2021).
Kondisi sepi pengunjung selama pandemi coba disiasati para pedagang setempat. Wajah pasar yang lengang kini tak lagi berarti sepi pembeli. Para pelaku usaha tetap melayani calon pembeli secara virtual.
Para pelaku usaha tetap melayani calon pembeli secara virtual.
Jabir membuka etalase virtual di laman Instagram dengan nama akun Jabir_Keramik. Ternyata hasilnya terbilang efektif. Omset yang sempat terpuruk 70 persen berangsur kembali naik. Ia kini berhasil memulihkan 50 persen omset yang hilang.
”Sebagian besar pesanan sekarang ini masuk lewat media sosial. Setiap hari pasti ada saja pengunjung menanyakan harga ataupun langsung memesan,” ujarnya.
Jauh dekatnya jarak tak menjadi kendala. Ia melayani pengantaran barang dengan memanfaatkan sejumlah ekspedisi.
Hal serupa dilakoni Dody Zakaria (42), pemilik usaha keramik Dody. Ia pun membuka etalase virtual.
Setiap hari selepas membuka toko dan membenahi etalase, ia akan rutin meluncurkan koleksi-koleksi baru keramik di akun Instagram dan Facebook. Menjelang Lebaran, etalase baru lebih banyak diisi koleksi stoples-stoples keramik.
Baik Dody dan Jabir optimistis Pasar Sitimang akan mampu melalui pandemi dengan tetap esksis.
Pasar Sitimang yang berada di jantung kawasan Pasar Jambi, Kota Jambi, telah berdiri sejak 1970. Pasar itu dibangun persis di belakang Bioskop Mega.
Awalnya, pasar dikelola oleh warga keturunan akulturasi etnis Melayu, Tionghoa, dan Arab yang membentuk komuni di kawasan Seberang Kota Jambi. Oleh mereka, usaha itu bertumbuh pesat. Jumlah toko keramik terus bertambah menjadi hampir 20 toko.
Generasi kedua usaha keramik Fadhil Collection, Muhammad Fadhil (38), menceritakan usaha itu awalnya dikelola sang ayah. Seluruh ragam produk keramik dan porselen didatangkan dari China.
Pada masa lalu, produk yang mengisi etalase bergaya peninggalan dinasti-dinasti lama di Asia Timur yang identik dengan aksara China, motif bambu, bunga sakura, dan flora khas setempat. Belakangan, model keramik terus berkembang mengikuti selera pasar yang kian mengglobal.
Variasinya menjadi sangat beragam, tak hanya gaya dinasti kuno di Asia Timur, tetapi ada juga bohemian dan rustic. ”Koleksinya semakin lengkap mulai dari yang klasik hingga minimalis dan modern,” katanya.
Di masa lalu, Ramadhan merupakan saat paling ditunggu-tunggu pedagang. Pada bulan itulah omzet terbesar bisa mereka raup. Satu bulan sebelumnya, kapal-kapal pengangkut keramik dari China sudah diparkir di tepi Sungai Batanghari untuk memasok barang.
Oleh para kuli, keramik lalu diangkut ke Pasar Sitimang yang berjarak sekitar 200 meter. Selama menjelang Lebaran, nilai transaksi satu toko bisa mencapai rata-rata Rp 10 juta per hari.
Salah seorang pelanggan keramik asal Kabupaten Batanghari, Ernawati, mengunjungi Pasar Keramik Sitimang bagai berpetualangan di negeri keindahan. Setiap kali datang ke Kota Jambi yang memakan waktu tempuh tiga jam dari dusunnya, Ernawati memanfaatkan waktu luang berburu keramik.
Hasil petualangannya telah penuh mengisi tiga lemari kaca di ruang tamunya. ”Hati ini puas kalau bisa mendapatkan barang yang bagus dan harganya bersahabat,” ujarnya.
Sebagian pengunjung Sitimang merupakan wisatawan dari luar kota. Biasanya pengunjung dari Jakarta atau kota-kota besar akan menyelipkan waktu blusukan di pasar keramik tersebut saat berkunjung ke Jambi.
Bahkan, sejumlah agen perjalanan memasukkan Pasar Sitimang dalam paket-paket kunjungan wisata Jambi. Popularitas itulah yang membawa pasar itu meraih anugerah sebagai tempat wisata belanja terpopuler di Indonesia pada Anugerah Pesona Indonesia (API) Award 2018.
Belakangan ini, Ernawati terpaksa mengurangi frekuensi berkunjung ke pasar itu. Namun, ia tetap memonitor koleksi-koleksi keramik setempat lewat media sosial.
Baik Ernawati maupun pedagang sangat berharap kondisi akan kembali pulih. Hiruk-pikuk di Pasar Sitimang telah melekat jadi sensasi berburu keindahan.