BNN mengungkap kondisi darurat narkoba Sumatera Utara. Jumlah pecandu narkoba 1,7 juta orang, tetapi kapasitas lembaga rehabilitasi hanya 4.000 orang. Sementara LP melebihi kapasitas, yakni 155 persen.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional mengungkap kondisi darurat narkoba Sumatera Utara yang sangat mengkhawatirkan. Jumlah penyalahguna terus meningkat hingga 1,7 juta orang, tertinggi di Indonesia. Penghuni lembaga pemasyarakatan melebihi kapasitas hingga 155 persen karena penuh sesak dengan pelaku kejahatan narkotika.
Di tengah tingginya jumlah pecandu narkoba, kapasitas lembaga rehabilitasi pun masih sangat jauh dari kebutuhan. Dukungan anggaran dari pemerintah daerah pun masih sangat minim karena penanganan darurat narkoba belum dianggap mendesak.
”Sumut saat ini dalam kondisi darurat narkoba yang sangat mengkhawatirkan. Namun, dukungan dari pemerintah daerah masih sangat minim,” kata Kepala BNN Provinsi Sumut Brigadir Jenderal (Pol) Atrial, di Medan, Kamis (15/4/2021).
Atrial mengatakan, BNN dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melakukan survei prevalensi penyalahgunaan narkotika pada 2019. Dalam survei itu, Sumut berada di urutan pertama dengan prevalensi penyalahguna paling tinggi, yakni 1,7 juta orang. Bahkan, sebanyak 1,5 juta di antaranya merupakan pecandu yang aktif selama satu tahun atau lebih.
Sejak survei itu, penegakan hukum pun digencarkan untuk memberantas narkoba. Penyelundupan puluhan hingga ratusan kilogram sabu dilakukan berkali-kali di Sumut. Ribuan pengedar ditangkap dan diadili. Tidak sedikit yang ditembak mati karena melawan saat penangkapan.
”Selain oleh BNN, penindakan pun dilakukan oleh kepolisian, TNI, bea cukai, dan berbagai instansi penegakan hukum lainnya. Namun, penindakan yang sangat intensif itu pun tidak pernah cukup,” kata Atrial.
Menurut Atrial, jumlah narkoba yang beredar di masyarakat masih jauh lebih besar dibanding yang berhasil disita petugas dari penindakan. Berbagai upaya dilakukan oleh sindikat pengedar narkoba karena permintaan di masyarakat sangat tinggi.
Sumut saat ini dalam kondisi darurat narkoba yang sangat mengkhawatirkan. Namun, dukungan dari pemerintah daerah masih sangat minim. (Atrial)
Atrial mengatakan, narkoba khususnya jenis sabu dan ekstasi sebagian besar diproduksi di China. Narkoba itu lalu transit di Malaysia. Dari sana lalu dikirim lewat jalur laut ke pelabuhan tikus di sepanjang pantai timur Sumatera bagian utara.
Menyembuhkan pecandu
Upaya penindakan dinilai tidak cukup dalam memberantas narkoba di Sumut. Pecandu mesti disembuhkan dan jumlah pengguna baru ditekan. Namun, hal itu dinilai masih sangat sulit dilakukan karena keterbatasan lembaga rehabilitasi dan anggaran pemerintah.
Jumlah pecandu narkoba di Sumut mencapai 1,7 juta orang, sedangkan kapasitas lembaga rehabilitasi di Sumut hanya sekitar 4.000 orang per tahun. Kapasitas lembaga rehabilitasi milik pemerintah pun hanya 300 orang per tahun.
Dengan minimnya kapasitas lembaga rehabilitasi, jumlah pecandu sangat sulit ditekan.
Tingginya permintaan narkoba dari masyarakat pun membuat kejahatan narkoba tidak bisa dibendung. Semua lembaga pemasyarakatan (LP) dan rumah tahanan (rutan) di semua kabupaten/kota di Sumut kini penuh sesak.
Kapasitas LP dan rutan di Sumut hanya 12.854 orang, tetapi penghuninya kini mencapai 32.873 atau melebihi kapasitas hingga 155 persen. Bahkan, lebih dari 22.000 penghuni LP dan rutan merupakan pelaku kejahatan narkoba.
”Artinya, untuk menampung pelaku kejahatan narkoba saja pun LP dan rutan di Sumut sudah tidak cukup,” kata Atrial.
Atrial mengatakan, edukasi dan sosialisasi bahaya narkoba sangat penting di tengah kondisi darurat narkoba. Mereka pun sudah menyurati semua bupati dan wali kota di Sumut agar mengalokasikan anggaran yang cukup untuk sosialisasi dan edukasi bahaya narkoba.
”Namun, hingga kini belum ada yang menanggapinya sampai ke tingkat kebijakan,” kata Atrial.
Pemprov Sumut pun, kata Atrial, hanya menganggarkan Rp 500 juta untuk edukasi dan sosialisasi bahaya narkoba. Ia membandingkan dengan Provinsi Jawa Barat yang mengalokasikan Rp 50 juta per desa/kelurahan rawan narkoba. Padahal, Jabar berada di urutan kedelapan dengan prevalensi pengguna narkoba tertinggi.
Atrial berharap, ke depan, semua pihak menjadikan pemberantasan narkoba sebagai program prioritas. ”Untuk apa kita punya gedung dan rumah ibadah yang cantik, tetapi masyarakat kita teler semua. Sumber daya manusia harus diselamatkan dan BNN tidak bisa bekerja sendiri,” katanya.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengatakan, ia akan memprioritaskan pemberantasan narkoba di Sumut. ”Kita tidak bisa lagi hanya melakukan acara deklarasi antinarkoba. Harus ada tindakan nyata,” kata Edy.
Kita tidak bisa lagi hanya melakukan acara deklarasi antinarkoba. Harus ada tindakan nyata. (Edy Rahmayadi)
Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal RZ Panca Putra Simanjuntak mengatakan, penindakan pelaku kejahatan sangat gencar dilakukan. Pada periode Desember 2020 sampai Februari 2021, pihaknya menyita 205 kilogram sabu dari 66 kasus yang melibatkan 110 pengedar.
”Narkoba menjadi musuh bersama kita. Pemberantasan narkoba pun menjadi salah satu prioritas Polda Sumut,” kata Panca.
Panca mengatakan, selain menjadi pusat peredaran gelap narkoba, Sumut juga menjadi pintu masuk utama narkoba ke Indonesia sebelum diedarkan ke berbagai provinsi.