Jelang Kemarau, Sumsel Siapkan Peralatan dan Personel Pemadam Karhutla
Jelang musim kemarau, peralatan pemadaman karhutla dan personel disiapkan di Sumsel. Pekan depan, Sumsel akan kedatangan helikopter bom air dari BNPB untuk patroli dan menjangkau daerah yang sulit dicapai dari darat.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Jelang musim kemarau, Sumatera Selatan menyiapkan peralatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan berikut personel yang bertugas mengantisipasi kebakaran sejak dini. Kesiapan ditunjukkan dalam Apel Gelar Kesiapan Operasi Latihan Kesiapsiagaan Operasional Karhutla untuk Wilayah Kodam II/Sriwijaya, Rabu (14/4/2021), di Palembang.
Sejumlah peralatan yang akan digunakan dalam proses pemadaman bakaran hutan dan lahan (karhutla) dipamerkan dalam apel itu, seperti kendaraan amfibi, pompa, kendaraan pemadam, dan peralatan lainnya. Peralatan pemadam juga telah disiapkan terutama di sepuluh daerah rawan terbakar di Sumsel. Peralatan itu dibeli dengan menggunakan dana bantuan dari Pemerintah Provinsi Sumsel sebesar Rp 30,32 miliar.
”Pekan depan, Sumsel akan kedatangan helikopter bom air dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Alat ini digunakan untuk menjangkau kawasan terbakar yang sulit ditempuh via darat,” tutur Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Iriansyah usai mengikuti apel.
Berdasarkan rencana, kata Iriansyah, ada dua helikopter yang akan didatangkan pekan ini. ”Helikopter akan dikirimkan secara bertahap. Tergantung kebutuhan,” ujarnya. Helikopter itu sangat dibutuhkan untuk patroli dan pemadaman. Berdasarkan pengalaman banyak kawasan rawan terbakar yang sulit ditembus dan hanya bisa diakses melalui udara menggunakan helikopter.
Selain peralatan, ujar Iriansyah, sebanyak 9.000 personel juga telah dikerahkan agar dapat mengantisipasi potensi kebakaran sejak dini. Mereka berasal dari berbagai instansi, seperti TNI/Polri, Manggala Agni, BPBD, regu pemadam kebakaran dari perusahaan, dan anggota masyarakat.
Panglima Kodam II/Sriwijaya Mayor Jenderal Agus Suhardi menuturkan, setelah Gubernur Sumsel menetapkan status siaga karhutla pada 9 Maret 2021, langkah antisipasi harus segera diterapkan. Alutsista dan peralatan sudah mesti tersedia, termasuk persiapan personel di lapangan. ”Semua personel sudah dilatih untuk memadamkan api sehingga pemadaman dapat segera dilakukan sedini mungkin agar kebakaran tidak meluas,” ujarnya.
Dari 17 kabupaten/Kota yang ada di Sumsel, sepuluh daerah di antaranya rawan karhutla. Kawasan tersebut antara lain Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Banyuasin, dan Musi Banyuasin. Menurut Agus, kewaspadaan perlu ditingkatkan lantaran tahun ini Sumsel akan mengalami kemarau normal yang kondisinya lebih kering dibandingkan kemarau tahun sebelumnya.
Aksi preventif juga terus dilakukan. Setiap personel dikerahkan untuk mengingatkan warga agar mereka tidak membuka lahan dengan cara membakar. ”Kami juga meminta agar warga tidak membuang sisa rokok ketika memancing karena itu bisa menyulut kebakaran,” ujarnya.
Tahun ini musim kemarau di Sumsel bersifat kemarau normal di mana kondisinya lebih kering dibandingkan kemarau tahun sebelumnya. (Desindra Deddy Kurniawan)
Kepala Stasiun Meteorologi Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Desindra Deddy Kurniawan menuturkan, tahun ini musim kemarau di Sumsel bersifat kemarau normal di mana kondisinya lebih kering dibandingkan kemarau tahun sebelumnya. ”Walau demikian, kemarau tahun ini juga mengalami kemunduran I sampai II dasarian dibandingkan sebelumnya,” katanya.
Sekarang Sumsel masih dalam masa peralihan dari musim hujan ke kemarau. Ini ditandai dengan adanya cuaca ekstrem yang terjadi beberapa kali di Sumsel utamanya angin kencang.
Namun, Sumsel tidak terkena dampak dari siklon tropis yang terjadi di beberapa daerah. Hanya sekadar belokan angin yang menyebabkan perubahan cuaca secara tiba-tiba.
Desindra memprediksi Sumsel baru akan memasuki musim kemarau pada dasarian III Mei 2021. ”Namun secara keseluruhan, wilayah Sumsel akan mengalami musim kemarau pada Juni dasarian II,” katanya. Masuknya musim kemarau ditandai dengan berkurangnya curah hujan sekitar 50 milimeter per dasarian kemudian berlanjut ke dua dasarian berikutnya. Adapun puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus-September 2021.
Untuk menekan kebakaran, ujar Desindra, perlu dilakukan pembasahan secara berkelanjutan terutama di kawasan yang rawan terbakar untuk meminimalisasi potensi kebakaran. Misalnya dengan memanfaatkan teknologi modifikasi cuaca di awal musim kamarau ketika masih ada awan hujan yang bisa disemai mejadi hujan buatan.