Meski Pandemi, Rehab Rumah Jabatan Gubernur Sultra Habiskan Rp 30 Miliar
Rehabilitasi rumah jabatan Gubernur Sultra senilai Rp 30 miliar dianggap mencederai rasa keadilan di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang anjlok akibat pandemi. Pembangunan dicurigai bernuansa proyek semata.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Rehabilitasi rumah jabatan Gubernur Sulawesi Tenggara terus berlangsung meski di tengah pandemi Covid-19. Selama 2020 dan 2021 ini, perbaikan telah menelan anggaran Rp 30 miliar, baik pembangunan pagar maupun drainase. Pembangunan dianggap mencederai rasa keadilan di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang anjlok akibat pandemi, serta dicurigai bernuansa proyek semata.
Berdasarkan laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Sulawesi Tenggara, di masa anggaran 2021 ini ada sejumlah pekerjaan yang akan berlangsung. Beberapa item yang tertera dan akan dilelang adalah pengawasan pengerjaan penutup saluran drainase sebesar Rp 130 juta, pengawasan rehabilitasi rumah jabatan (rujab) Rp 599 juta, dan pengawasan penataan area jalan rujab sebesar Rp 258 juta.
Di 2020 lalu, total nilai rehabilitasi rumah jabatan mencapai Rp 30 miliar. Beberapa pekerjaan di antaranya penataan halaman parkir Rp 8 miliar, rehabilitasi atap dan gedung Rp 9,9 miliar, pembangunan pos jaga rumah air dan rumah tinggal Rp 4 miliar, hingga pagar Rp 1,9 miliar. Total nilai ini diluar pemeliharaan rutin setiap tahunnya yang capai Rp 700 juta.
Jumlah total anggaran rehabilitasi selama 2020 hingga April 2021 ini mencapai Rp 31 miliar. Total anggaran ini setara 62.000 paket bantuan sosial senilai Rp 500.000, atau jauh lebih banyak dari paket bantuan sembako yang dibagikan kepada masyarakat terdampak pada 2020 yang hanya 50.500 paket.
Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Sultra Pahri Yamsul menyampaikan, rehabilitasi rumah jabatan Gubernur Sultra memang dilakukan dua tahun terakhir. Pengerjaan dilakukan dari area rumah hingga pagar.
”Secara kondisi itu memang sudah harus diperbaiki. Rehabilitasi itu kalau tidak salah dari 20 tahun lalu. Jadi, memang kondisinya tidak layak. Kami pernah rapat di ruang tengah, ada bagian plafon yang jatuh,” tutur Pahri, di Kendari, Sultra, Rabu (14/4/2021).
Dari hasil supervisi, tutur Pahri, sejumlah temuan menunjukkan kondisi bangunan dalam kondisi tidak layak dan memerlukan perbaikan. Selain itu, faktor keamanan penting untuk menjaga pimpinan daerah. Pagar, misalnya, hanya setinggi lebih dari satu meter dan berlumut. Hal ini dianggap berbahaya bagi penghuni. Pembangunan pagar lanjutan akan dilakukan di 2021 ini, sesuai alokasi anggaran yang ada.
Padahal, pagar rumah jabatan ini berjarak sekitar 300 meter dari rumah utama. Pagar mengelilingi rumah jabatan setinggi 2 meter. Pembangunan pagar baru terlihat telah selesai sebagian dengan tinggi sekitar lima meter. Pagar dan pintu masuk keluar yang bergaya mediterania terlihat sangat mewah dengan tinggi menjulang.
Pagar dan pintu masuk keluar yang bergaya mediterania terlihat sangat mewah dengan tinggi menjulang.
Pembangunan terlihat masih berlangsung di beberapa bagian, seperti pintu keluar yang menelan anggaran hingga Rp 1,4 miliar. Atap berbentuk kubah juga masih terlihat belum selesai. Sebuah embung yang dulunya berada di sisi timur telah hilang menjadi timbunan material.
”Setelah rapat beberapa waktu lalu diputuskan memang untuk direhab total. Terkait anggaran itu ada di bidang lain, kami sebagai dinas teknis hanya mengevaluasi kondisi eksisting, hingga mengerjakan saja,” ucap Pahri.
Terkait urgensi pengerjaan gedung di tengah pandemi Covid-19, Pahri menyampaikan, hal tersebut merupakan dua hal yang tidak untuk dibandingkan. Sebab, penanganan Covid-19 telah dialokasikan sesuai kebutuhan. Sementara itu, rehabilitasi rumah jabatan Gubernur Sultra juga dianggap penting dengan pertimbangan keamanan, dan keselamatan.
Alokasi anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp 400 miliar pada 2020 lalu juga mendapat kritikan dari banyak pihak. Sebab, anggaran penanganan banyak disalurkan untuk program yang tidak sesuai dengan tujuan utama alokasi anggaran, seperti pembangunan fisik, sosialisasi, dan pengadaan di banyak dinas.
Pengamat kebijakan publik Universitas Muhammadiyah Kendari, Andi Awaluddin, menilai rehabilitasi rujab Gubernur Sultra merupakan hal yang tidak memiliki urgensi sama sekali di tengah pandemi Covid-19. Sebab, kebutuhan warga jauh lebih penting diutamakan dibanding hanya renovasi tempat tinggal yang telah nyaman dan mewah.
Merehabilitasi rujab di tengah pandemi Covid-19, sekaligus menunjukkan ketidakpedulian Gubernur Sultra Ali Mazi terhadap kondisi masyarakat. Sebab, masyarakat berjuang memenuhi kebutuhan dasar, sementara pimpinan daerah tampil bermewah-mewahan.
”Ini yang ironis bagi saya. Seperti tidak memiliki kepekaan terhadap masyarakat. Apalagi itu pagar rujab dibangun kayak benteng, untuk apa semua itu? Saya tidak mengerti. Seharusnya Pak Gubernur Ali Mazi bisa menunda dahulu rehabnya. Apalagi saya dengar beliau lebih sering di villanya di Toronipa dibanding di rujab,” katanya.
Ketua Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (PuspaHAM) Sultra Kisran Makati menilai rehabilitasi rumah jabatan tersebut tidak memiliki dasar urgensi sama sekali. Sebab, ratusan kilometer jalan di Sultra masih rusak, dan ribuan orang kehilangan pekerjaan selama pandemi Covid-19.
Anggaran puluhan miliar untuk rehabilitasi rujab Gubernur, tambah Kisran, hanya menegasikan arah pembangunan yang menyasar proyek mercusuar. Pemprov Sultra, dalam hal ini Gubernur Ali Mazi, tidak berorientasi untuk menyelesaikan persoalan masyarakat yang masih bergulat dengan kebutuhan dasar.
”Rehab rujab yang sampai puluhan miliar ini patut dicurigai juga. Apa yang disasar kalo membangun dengan anggaran sampai puluhan miliar, hingga triliunan? Jangan-jangan ada transaksi di situ. Dan saya kira pola seperti ini sudah menjadi cara yang paling sering digunakan di mana-mana,” tambahnya.