Shalat Tarawih di Yogyakarta Terapkan Protokol Kesehatan Ketat
Sejumlah masjid di Yogyakarta bakal menggelar ibadah salat tarawih selama bulan Ramadhan 1442 Hijriah dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sejumlah masjid di Yogyakarta bakal menggelar ibadah shalat Tarawih selama Ramadhan 1442 Hijriah. Protokol kesehatan ketat akan diterapkan selama pelaksanaan ibadah guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.
Ketua Takmir Masjid Gedhe Kauman Azman Latif menyampaikan, pihaknya sudah mulai melakukan kerja bakti membersihkan masjid menyambut pelaksanaan ibadah shalat Tarawih. Ia menjamin protokol kesehatan ketat diterapkan selama ibadah berlangsung. Waktu ibadah juga dipersingkat guna meminimalisasi risiko penularan Covid-19.
”Intinya, kami menyelenggarakan shalat Tarawih dengan protokol kesehatan ketat. Tarawih dan kegiatan lainnya itu diselenggarakan secara singkat-singkat. Tidak berpanjang-panjang begitu,” kata Azman, saat dihubungi, Senin (12/4/2021).
Azman menyebut, pengajian atau ceramah yang diadakan dalam peribadahan dibatasi maksimal hanya berdurasi 10 menit. Dengan waktu yang dibatasi, pihaknya meyakini kerumunan orang bisa dicegah. Orang pun berkumpul dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Selain itu, jemaah juga akan diukur suhu tubuhnya sebelum memasuki masjid. Selama ibadah berlangsung, masker juga wajib dikenakan semua jemaah. Jamaah beribadah dengan jarak 1,5 meter dengan jemaah lainnya.
Azman menyampaikan, jemaah juga diminta melakukan wudu di rumahnya masing-masing. Pihak masjid pun tidak menyediakan karpet, sarung, dan mukena. Sebab, apabila ketiganya digunakan secara bergantian dikhawatirkkan justru berisiko menyebabkan terjadinya penularan Covid-19.
”Kami sarankan (wudu) di rumah. Bawa sajadah sendiri, mukena sendiri. Jadi, kami tidak menyediakan karpet, sarung, hingga mukena. Sebab, itu bisa menjadi sumber (penularan) kalau dipakai berganti-ganti orang,” kata Azman.
Adapun jemaah yang diprioritaskan dapat melakukan shalat Tarawih di masjid tersebut hanya warga setempat. Dengan demikian, risiko penularan Covid-19 bisa semakin ditekan. Kapasitas masjid hanya sekitar 600 orang dengan penerapan jaga jarak.
”Masjid kami sangat cukup menampung yang tinggal di sekitar masjid. Imbauan kami, jemaah dari luar daerah jangan datang. Makmurkan masjid sendiri-sendiri biar semua masjid makmur. Kalau terpaksa ada musafir (jamaah dari luar daerah), nanti akan kami pilah, kami tempatkan tersendiri,” kata Azman.
Makmurkan masjid sendiri-sendiri biar semua masjid makmur. (Azman Latif)
Pemerintah memperbolehkan diadakannya shalat Tarawih di luar rumah. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan, selama peribadahan, protokol kesehatan ketat wajib diberlakukan. Jemaah dibatasi untuk lingkup komunitas masjid, Selasa (6/4/2021).
Ketua Dewan Syuro Masjid Jogokariyan Muhammad Jazir mengungkapkan, pihaknya melakukan penapisan bagi jemaah yang hendak melakukan shalat Tarawih di masjid tersebut. Penapisan dilakukan menggunakan GeNose C19, atau alat deteksi dini Covid-19 menggunakan embusan napas.
”Jemaah yang memang datang dari luar daerah wajib tes GeNose. Alat ini sudah digunakan satu minggu. Sejauh ini sudah ada 1.000 orang yang memakai,” kata Jazir.
Jazir juga memastikan protokol kesehatan diberlakukan selama peribadahan berjalan. Jemaah wajib mengenakan masker dan menjaga jarak. Kapasitas masjid dibatasi hanya 700 orang dari kapasitas normal yang mencapai 1.300 orang.
Selain penyesuaian ibadah, tradisi berbagi takjil atau makanan untuk berbuka puasa di Masjid Jogokariyan juga berubah. Biasanya, metode yang digunakan dalam membagi makanan dinamai ”piring terbang”, yakni piring lengkap dengan menu berbuka yang diedarkan kepada jemaaah.
Akibat adanya pandemi Covid-19 tidak ada lagi piring yang diedarkan. Makanan diletakkan dalam boks. Dalam satu hari disediakan hingga 3.000 boks makanan untuk keperluan takjil.
”Cara memasaknya juga berbeda. Dalam konteks pandemi Covid-19 ini, sekarang ini setiap hari pengadaannya 10 kelompok. Kalau dulu satu kelompok memasak bareng-bareng, sekarang dibagi menjadi 10 kelompok tadi,” kata Jazir.