Zona gempa di selatan Malang, Jawa Timur, di Samudra Hindia patut diwaspadai karena aktif dan rekam jejak sejarah memperlihatkan dampak kerusakannya. Mitigasi dan antisipasi menjadi aspek penting untuk diwujudkan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Aparatur dan warga Jawa Timur perlu mewaspadai keaktifan zona gempa selatan Malang di Samudra Hindia. Kewaspadaan untuk menekan kerusakan akibat gempa di masa depan agar tidak separah seperti yang terjadi pada Sabtu (10/4/2021).
Demikian diutarakan Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati pada jumpa pers dalam jaringan (online) Penanganan Bencana Gempa Bumi Jawa Timur, Minggu (11/4/2021).
Mengutip data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa bermagnitudo 6,1 terjadi pada Sabtu pukul 14.00. Pusat gempa terletak pada koordinat 8’83 Lintang Selatan dan 112,5 Bujur Timur pada kedalaman 80 kilometer (km). Gempa terjadi di Samudra Hindia yang berjarak 90 kilometer di selatan Kepanjen, ibu kota Kabupaten Malang, Jatim.
Memperhatikan lokasi dan kedalaman, gempa itu terjadi akibat adanya aktivitas subduksi yang memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault). Jenisnya gempa menengah di zona beniof karena deformasi atau patahan batuan pada slab lembeng Indo-Australia yang menghunjam dan tersubduksi ke bawah lempeng Eurasia di bawah lepas pantai selatan Malang (Samudra Hindia).
Raditya melanjutkan, mekanisme gempa yang thrust fault sebenarnya sensitif terhadap potensi tsunami. Namun, gempa yang terjadi di kedalaman menengah dan dengan magnitudo 6,1 itu tidak cukup kuat mengganggu kolom Samudra Hindia sehingga tidak berlanjut dengan mendatangkan gelombang pasang (tsunami).
Namun, dampak gempa ini mencapai skala intensitas maksimum V-VI Modified Mercalli Intensity (MMI) sehingga berdaya rusak. Bahkan, spektrum guncangannya luas sehingga masih bisa dirasakan di Banjarnegara, Jawa Tengah bagian barat, dan Bali bagian timur.
Sebanyak 15 daerah dari 38 kabupaten/kota di Jatim melaporkan kerusakan akibat gempa di mana yang terparah berada di pesisir selatan, terutama Blitar-Malang-Lumajang.
Catatan BNPB yang menghimpun data dari BPBD se-Jatim memperlihatkan, dampak gempa itu membawa kematian terhadap 5 warga Lumajang dan 3 warga Malang. Selain itu, 39 orang terluka, yakni warga Jember, Lumajang, Kabupaten Malang, Kota Blitar, Kabupaten Blitar, dan Tulungagung.
Kerugian materiil setidaknya muncul dari kerusakan 179 fasilitas umum (sekolah, tempat ibadah, pasar, gedung pemerintah, dan fasilitas kesehatan), 642 rumah rusak berat, 845 rumah rusak sedang, dan 1.361 rumah rusak ringan.
Selepas gempa M 6,1, BMKG juga mencatat setidaknya delapan gempa susulan di Samudra Hindia yang lokasinya berdekatan dengan pusat gempa pertama. Magnitudo gempa berada dalam kisaran 3,2-5,3. Kedalaman gempa dalam kisaran 25-98 km. Lokasi gempa 67-91 km barat daya Kabupaten Malang. ”Menurut BMKG, zona gempa selatan Malang merupakan kawasan aktif dan sering terjadi gempa yang dirasakan,” kata Raditya.
Bahkan, gempa bermagnitudo 6,1 pada Sabtu itu berdekatan dengan pusat gempa-gempa yang pernah terjadi dan merusak Jatim pada masa lalu. BMKG mencatat, gempa yang pernah merusak itu terjadi pada 1896, 1937, 1962, 1963, dan 1972.
Secara terpisah, peneliti senior Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Amien Widodo, mengingatkan, Jatim merupakan wilayah yang berpotensi terkena gempa karena dilewati sesar aktif. Kawasan itu, antara lain, Wonorejo, Probolinggo, Pasuruan, Surabaya, dan Waru. ”Penting guna membangun kesadaran publik untuk waspada dan siaga,” katanya.
Melihat pengalaman negara lain, khususnya Jepang, kata Amien, gempa pada prinsipnya bisa tidak berdampak fatal. Yang menyebabkan fatalitas atau kematian, antara lain, ketidaksiapan serta kurangnya aspek mitigasi kegempaan dalam penataan lingkungan dan pembangunan fisik. ”Yang utama kesiapan pengetahuan untuk mitigasi dan evakuasi ketika bencana terjadi sehingga menekan potensi timbulnya korban jiwa,” ujar Amien.
Amien mendorong aparatur negara di Jatim untuk melihat dan mengambil pelajaran dari gempa di selatan Malang yang merusak sarana prasarana itu. Aparatur agar menyiapkan serta menyosialisasikan mitigasi dan kesigapan masyarakat agar siap menghadapi gempa. Selain itu, menata kembali pembangunan kawasan yang mengedepankan prinsip kelestarian lingkungan dan menjamin keselamatan masyarakat.