Seni Tradisi Didong Dikemas Jadi Komoditas Wisata Aceh
Didong, seni tradisi dari dataran tinggi Gayo, Aceh, dikemas menjadi komoditas wisata. Kekuatan syair dan keindahan senandung dalam warisan budaya tak benda yang ditetapkan Unesco itu diharapkan menarik wisatawan.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Didong, seni tradisi dari dataran tinggi Gayo, Provinsi Aceh, dikemas menjadi komoditas wisata. Kekuatan syair dan keindahan senandung didong yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (Unesco) itu diharapkan menjadi daya tarik bagi wisatawan Nusantara.
Kepala Bidang Bahasa dan Seni Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Nurlaila, Minggu (11/4/2021), menuturkan, seni tradisi didong terus hidup dan berkembang di tengah-tengah warga Gayo. ”Segala keunikan, nilai luhur, dan karakter warga Gayo yang terkandung dalam didong adalah obyek wisata yang sangat bernilai,” kata Nurlaila.
Didong adalah seni tradisi yang memadukan syair dan tepukan tangan khas Gayo, suku di Aceh yang mendiami kawasan tengah Provinsi Aceh, seperti Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues. Didong dimainkan secara berkelompok.
Satu atau dua orang bertugas sebagai penyenandung syair dan sisanya penepuk. Dalam beberapa kesempatan, didong dipertandingkan antarkelompok. Kegiatan itu disebut didong jalu.
Dalam dialog seni budaya, pelaku seni didong Onot Kemara menuturkan kecintaan warga Gayo terhadap seni didong tidak perlu diragukan lagi. Didong terus terawat melintasi zaman. Lintas generasi, didong tetap melekat pada kehidupan orang Gayo.
”Dalam masyarakat Gayo, didong menjadi media pemersatu. Syair-syairnya banyak berisi nasihat dan refleksi kehidupan,” kata Onot.
Zaman terus berkembang, mungkin perlu dicoba syair dalam bahasa Inggris agar bisa tampil di luar negeri. (Jauhari Samalanga)
Bahkan, didong telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Unesco. Keterlibatan pemerintah merawat, memberikan apresiasi, dan memberikan panggung akan membuat didong semakin dikenal oleh warga luar Gayo.
Penulis budaya dan pemerhati budaya dari Gayo, Jauhari Samalanga, mengatakan, dalam didong ada keterikatan batin yang kuat pada sesama orang Gayo. Regenerasi pemain didong berjalan secara alami karena didasari oleh kecintaan pada seni tradisi.
Jauhari mengatakan, selama ini syair didong hanya dibawakan dalam bahasa Gayo dan bahasa Indonesia sehingga pendengar atau penikmatnya hanyalah kalangan Nusantara. Jika syair bisa dibawakan dalam bahasa Inggris, didong akan dapat tampil pada panggung kebudayaan dunia.
”Zaman terus berkembang, mungkin perlu dicoba syair dalam bahasa Inggris agar bisa tampil di luar negeri,” kata Jauhari.