Pemkab Lumajang Bangun Pengungsian, Bangunan Waduk Dicek
Lumajang membuka posko pengungsian untuk warga pascagempa M 6,1 di Malang, Sabtu (10/4/2021) kemarin. Waduk-waduk di jatim turut dicek untuk mengetahui adanya kerusakan bendungan.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Hingga Minggu (11/4/2021), upaya penanganan warga korban gempa di wilayah pesisir selatan Jawa Timur terus dilakukan. Pemerintah Kabupaten Lumajang membangun posko pengungsian. Waduk-waduk terdampak gempa dicek kondisinya.
Pada Minggu (11/4/2021), gempa bermagnitude 5,5 kembali terasa di Malang Raya. Gempa terasa lebih kecil dibandingkan sebelumnya. Jika sehari sebelumnya gempa mengguncang keras dinding dan menimbulkan bencana, gempa kali ini hanya membuat warga merasakan bumi berguncang ringan.
”Iya, gempa susulan magnitude 5,5, tepatnya pukul 06.54 WIB. Lokasinya di 80 kilometer barat daya Kabupaten Malang dengan kedalaman 98 km,” kata Kepala Stasiun Geofisika BMKG Karangkates Malang, Mamuri, Minggu (11/4/2021).
Gempa itu dirasakan di Kota Malang dengan kekuatan III-IV MMI, Pacitan, Wonogiri, Trenggalek III MMI, Nganjuk, Ponorogo II-III MMI, dan Gunung Kidul II MMI.
Sehari sebelumnya, gempa terjadi dengan magnitude 6,1. Gempa merusak 300-an rumah di Jawa Timur dan menyebabkan 7 orang meninggal.
Di Lumajang, dampak gempa bumi Malang pada Sabtu (10/4/2021) kemarin menyebabkan lima orang meninggal dan ratusan rumah rusak. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang membangun dua posko pengungsian untuk menampung korban gempa.
Dua posko pengungsian dibangun di Desa Kaliuling Kecamatan Tempursari. Di sana, ada tiga korban meninggal tertimpa reruntuhan rumahnya. Adapun dua korban meninggal lainnya adalah sepasang suami istri yang tertimpa batu besar saat melintas di jalur piket nol Km 57.
”Dua tenda dibangun untuk tempat tinggal sementara warga dua RT di Desa Kalioling yang rumahnya rusak. Bisa sekitar 60 keluarga yang menempatinya,” kata Kepala Bidang Kesiapsiagaan dan Logistik BPBD Kabupaten Lumajang Wawan Hadi Siswoyo, Minggu (11/4/2021).
Menurut Wawan, selain menyiapkan tenda tempat tinggal sementara, juga disiagakan sembako dan obat-obatan. ”Data terus berkembang sehingga akan kami pantau terus kondisi kebutuhan warga korban gempa. Jika butuh dapur umum, akan segera dibuat, jika butuh obat-obatan akan diberikan, dan seterusnya,” kata Wawan.
Rumah rusak berat di Lumajang terdata di tiga kecamatan, yaitu Tempursari, Pronojiwo, dan Pasrujambe. Adapun di tiga kecamatan lain, yakni Gucialit, Yosowilangun, dan Tekung, dilaporkan ada kerusakan rumah kategori sedang.
Dua tenda dibangun untuk tempat tinggal sementara warga dua RT di Desa Kalioling yang rumahnya rusak. Bisa sekitar 60 keluarga yang menempatinya.
Di Kabupaten Malang, data dampak gempa terus dilakukan. Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kabupaten Malang mencatat, di Kecamatan Poncokusumo terdata 11 desa mengalami dampak gempa. Di antaranya Desa Gubugklakah, Wringinanom, Pandansari, dan Poncokusumo.
”Di Tajinan juga ada laporan seorang nenek patah kaki karena tertimpa reruntuhan akibat gempa. Beliau sekarang sudah menjalani perawatan,” kata Ali Usman, anggota Tagana Kabupaten Malang. Nenek yang mengalami patah kaki tersebut adalah Jamiatun, warga Desa Sumebrejo.
Keamanan Bendungan
Perum Jasa Tirta I melakukan inspeksi terhadap bendungan di wilayah DAS Brantas dan Bengawan Solo menyusul guncangan gempa bumi berkekuatan magnitude 6,1 di Malang, Sabtu (10/4/2021). Inspeksi visual dan instrumen dilakukan pada Sabtu. Pada Minggu (11/4/2021), inspeksi instrumen akan kembali dilanjutkan.
Inspeksi dilakukan terhadap bendungan yang terdampak gempa dengan kekuatan IV MMI, yaitu Bendungan Sengguruh dan Sutami (Malang), serta Wlingi, Lodoyo, dan Wonorejo (Blitar), skala III MMI yaitu bendungan Selorejo Malang dan Wonogiri, serta kekuatan skala II MMI yaitu bendungan Widas di Madiun.
”Siang tadi telah dimulai pembacaan instrumen pada bendungan-bendungan tersebut sesuai SOP. Diharapkan sebagian besar hasil awal bacaan instrumen dapat segera dianalisis dan dibahas dengan melaporkannya secara tertulis ke Kementerian PUPR sebagai kementerian teknis yang menangani regulasi bendungan,” kata Direktur Perum Jasa Tirta I Raymond Valiant Ruritan.
Pembacaan instrumen bendungan itu, menurut Raymond, seperti memantau rembesan air guna mengindikasikan potensi kebocoran, serta pemantauan tinggi muka air dalam pipa pengamat di timbunan guna mengindikasikan perubahan jalur rembesan air dan lainnya.