Warga Surabaya turut dikejutkan gempa di Samudra Hindia, barat daya Malang, yang merusak sarana dan prasarana, Sabtu (10/4/2021). Gempa mendorong pentingnya sosialisasi mitigasi dan pelatihan evakuasi bencana.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kalangan warga Surabaya, Jawa Timur, turut dikejutkan gempa bumi berkuatan Magnitudo 6,7 di Samudra Hindia, sekitar 90 kilometer barat daya Kabupaten Malang, Sabtu (10/4/2021) pukul 14.00 WIB. Gempa yang terjadi di kedalaman 80 kilometer dan tidak berpotensi tsunami itu sempat menimbulkan kecemasan, tetapi tidak merusak bangunan di Surabaya.
Di Surabaya, gempa dirasakan secara berbeda oleh warga. Penulis yang sedang berada di kamar merasa turut bergoyang selama 10 detik. Sejumlah rekan yang sedang berada di pusat belanja melaporkan sempat timbul kecemasan karena gempa itu.
”Hampir semua pengunjung Royal Plaza berhamburan ke luar karena merasakan gempa khawatir berdampak buruk,” kata Dwi Setyono, warga Jambangan, yang saat gempa sedang berada di pusat belanja di tepi Jalan Ahmad Yani itu.
Menteri Sosial Tri Rismaharini yang baru tiba di Surabaya, Sabtu siang, langsung melakukan peninjauan ke lokasi daerah yang terdampak gempa, antara lain Kabupaten Malang, Blitar, dan Lumajang. ”Kami lagi perjalanan ke Malang untuk melihat kondisi warga yang berada di daerah terdampak gempa tadi siang,” kata Risma.
Warga lainnya, Sugiono, dari Gayung Sari mengatakan, sedang memacu sepeda motor ketika gempa terjadi. Jalan tiba-tiba bergoyang sehingga arah kendaraan sempat oleng. Sugiono segera menepi dan berpikir kepala pusing. Namun, ketika berkomunikasi dengan orang lain di jalan, diketahui ternyata dirinya baik-baik saja dan terjadi gempa.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, sampai dengan pukul 18.00 WIB, belum ada laporan serius dampak gempa di selatan Malang-Blitar itu. ”Maksudnya, belum ada laporan kerusakan bangunan atau masyarakat yang terdampak kesehatannya,” ujarnya.
Tumbukan lempeng
Dihubungi secara terpisah, peneliti senior Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Amien Widodo, mengatakan, magnitudo 6,7 cukup besar dan berdampak pada kerusakan sarana dan prasarana. Gempa terjadi akibat aktivitas subduksi atau tumbukan lempeng.
Kami lagi perjalanan ke Malang untuk melihat kondisi warga yang berada di daerah terdampak gempa tadi siang.
Amien kembali mengingatkan, Jatim adalah wilayah yang berpotensi kena gempa karena dilewati sesar aktif, antara lain daerah Wonorejo, Probolinggo, Pasuruan, Surabaya, dan Waru. ”Penting untuk membangun kesadaran publik untuk waspada dan siaga,” katanya.
Melihat pengalaman negara lain, khususnya Jepang, kata Amien, gempa pada prinsipnya bisa tidak berdampak fatal. Yang menyebabkan fatalitas atau kematian antara lain ketidaksiapan dan kurang memerhatikan aspek mitigasi kegempaan dalam penataan lingkungan dan pembangunan fisik.
”Yang utama kesiapan pengetahuan untuk mitigasi dan evakuasi ketika bencana terjadi sehingga menekan potensi timbulnya korban jiwa,” ujar Amien.
Amien mendorong aparatur negara di Jatim untuk melihat dan mengambil pelajaran dari gempa di selatan Malang-Blitar yang merusak sarana dan prasarana itu. Aparatur agar menyosialisasikan soal mitigasi dan kesigapan masyarakat agar siap menghadapi gempa melalui berbagai pelatihan. Selain itu, menata kembali pembangunan kawasan yang mengedepankan prinsip kelestarian lingkungan dan menjamin keselamatan masyarakat.