Rekonsiliasi Organisasi Advokat Belum Terwujud, Dewan Kehormatan Bersama Paling Memungkinkan
Meskipun sudah diwacanakan sejak lama, upaya rekonsiliasi organisasi advokat di Indonesia belum terwujud. Pembentukan dewan kehormatan bersama dinilai paling memungkinkan demi meningkatkan standarisasi kualitas profesi.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Meskipun sudah diwacanakan bertahun-tahun, upaya rekonsiliasi organisasi advokat di Indonesia belum terwujud. Pembentukan dewan kehormatan bersama dinilai paling memungkinkan demi meningkatkan standarisasi kualitas profesi.
Tiga kubu Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menginginkan organisasi advokat (OA) dengan sistem single bar atau wadah tunggal. Namun, selain Peradi, masih terdapat puluhan OA dengan sikap berbeda.
Perbedaan sikap berpotensi membuat benang kusut rekonsiliasi OA semakin berlarut-larut. Padahal, peningkatan kualitas profesi advokat dinilai sangat mendesak. Oleh sebab itu, pembentukan dewan kehormatan bersama yang menaungi seluruh OA dianggap paling memungkinkan.
Wakil Ketua Umum Kongres Advokat Indonesia Tommy Sihotang mengatakan, pihaknya lebih memilih sistem multi bar atau banyak wadah. Namun, ia sepakat jika OA membuat mahkamah profesi atau dewan kehormatan serta ujian bersama demi meningkatkan kualitas dan menjaga martabat advokat.
“Jangan seperti dahulu, ada advokat dihukum di organisasi A, pindah ke organisasi B dan C. Enggak boleh lagi seperti itu. Advokat yang dihukum di satu organisasi, dia tetaplah terhukum di organisasi manapun,” ujarnya dalam gelar wicara “Quo Vadis Advokat Indonesia” dan Pelantikan DPN The Best Lawyers Club Indonesia yang disiarkan secara daring, Jumat (9/4/2021).
Tommy menilai, sistem banyak wadah lebih cocok bagi OA. Sebab, sejumlah profesi lain, seperti wartawan dan profesi bidang perekonomian, juga menerapkan sistem ini.
“Kalau Peradi menginginkan sistem single bar, silakan saja. Namun, itu enggak cocok dengan pergumulan kami,” ucapnya.
Profesi advokat saat ini mengalami berbagai persoalan. Mulai dari oknum-oknum yang terlibat dalam mafia perkara pidana sampai saling serang antaradvokat sehingga menyampingkan tugas utama dalam membela klien
Ketua Umum Peradi SAI (Suara Advokat Indonesia) Juniver Girsang mendorong rekonsiliasi di antara ketiga kubu. Dengan difasiltasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, ketiga pihak telah bertemu untuk membahas sejumlah kesepakatan pada 25 Februari 2020.
“Dalam pertemuan itu, disepakati mengupayakan munas (musyawarah nasional) bersama. Namun, setelah beberapa kali pertemuan, tim perumus belum berhasil merumuskan langkah-langkah ke arah Munas bersama,” ujarnya.
Menurut Juniver, profesi advokat saat ini mengalami berbagai persoalan. Mulai dari oknum-oknum yang terlibat dalam mafia perkara pidana sampai saling serang antaradvokat sehingga menyampingkan tugas utama dalam membela klien.
Juniver mengatakan, persoalan itu muncul karena berbagai faktor. Salah satunya semakin longgarnya persyaratan menjadi advokat. Ia berharap, rekonsiliasi OA dapat mengurai masalah-masalah tersebut.
“Saya berharap OA bersatu. Kalau memang tidak bisa, mari membentuk satu dewan kehormatan dan merumuskan kode etik serta rekrutmen bersama yang berkualitas,” jelasnya.
Pimpinan Peradi SOHO Otto Hasibuan juga menginginkan OA dengan sistem single bar karena sudah teruji di banyak negara. Oleh karenanya, ia berharap upaya rekonsiliasi Peradi terus digaungkan demi meningkatkan martabat advokat Indonesia.
“Jangan menyerah. Gara-gara kita belum cocok sekarang, kita mengorbankan single bar yang baik. Kita harus bisa mengubah diri untuk masuk ke sistem itu,” ujarnya.
Sistem singlebar juga disepakati Ketua Umum Peradi RBA (Rumah Bersama Advokat) Luhut M P Pangaribuan. Namun, satu wadah OA yang dimaksud bukan menyatukan kewenangan dalam satu tangan, melainkan meningkatkan standar profesi.
“Salah satu yang utama adalah mengenai etika advokat. Jadi, sangat dibutuhkan satu dewan kehormatan. Jika sudah satu, seberapa banyak pun organisasi profesi tidak ada masalah karena standarnya sudah sama,” jelasnya.
Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo yang membacakan sambutan Menkopolhukam Mahfud MD berharap, gelar wicara itu dapat menginisiasi pembentukan dewan kehormatan bersama.
“Harapannya kegiatan ini juga mendukung satu kode etik advokat Indonesia. Memberikan masukan dalam merefomulasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat,” ujarnya.