Hampir Sepekan, Puluhan Korban di Lembata Masih Tertimbun
Hampir sepekan, puluhan korban banjir bandang di Kabupaten Lembata, NTT, masih tertimbun di bawah material batu dan lumpur. Luas dan ketebalan material itu menjadi kendala utama meski pencarian menggunakan ekskavator.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
LEWOLEBA, KOMPAS — Hampir sepekan, puluhan korban banjir bandang di Kabupaten Lembata, Nusa Tengga Timur, belum juga ditemukan. Pencarian terkendala material batu berukuran besar yang sulit dibongkar kendati menggunakan bantuan ekskavator. Pencarian korban masih terus berlangsung selama masa tanggap darurat 14 hari.
Menurut pantauan Kompas di Desa Anakaka, Kecamatan Ile Ape, Sabtu (10/4/2021), sebanyak lima ekskavator digerakkan untuk membongkar material batu yang menutupi permukiman setempat. Material dimaksud berasal dari longsoran di punggung Gunung Ile Lewotolok.
Material batu itu kebanyakan berdiameter lebih dari 2 meter sehingga menyulitkan ekskavator untuk menggesernya. Satu batu butuh waktu hingga 5 menit untuk membongkarnya. Sementara hamparan material itu seluas lebih kurang panjang 300 meter dan lebar sekitar 150 meter.
Pencarian korban juga dibantu anjing pelacak serta dipantau oleh personel gabungan dari Polri, TNI Angkatan Darat, Basarnas. Sejak terjadi banjir bandang pada 4 April lalu, sebanyak 18 orang telah ditemukan meninggal dan 10 orang sedang dalam pencarian.
Aswandi, Komandan Operasi dari Basarnas, menuturkan, selain material yang sulit dibongkar, luasan timbunan material juga menyulitkan proses pencari. ”Sejak Rabu belum ditemukan lagi korban meninggal,” ujarnya. Hal ini berarti selama tiga hari terakhir hasil pencarian masih nihil.
Aswandi mengatakan, pencarian masih akan terus dilakukan hingga batas massa tanggap darurat, yakni 14 hari sejak kejadian tersebut. Ada kemungkinan proses pencarian bisa berlanjut atau dihentikan. Semua itu sangat bergantung pada hasil kesepakatan antara keluarga korban dan pemerintah.
Sejak Rabu belum ditemukan lagi korban meninggal.
Sementara itu, Albertus Doni (45), warga setempat, berharap agar pencarian terus dilakukan semaksimal mungkin. Warga setempat juga menggelar seremoni adat guna meminta petunjuk dari Tuhan dan leluhur mengenai titik keberadaan jazad korban banjir.
Warga pasrah
”Kami sangat berharap agar keluarga kami dapat ditemukan apa pun kondisinya. Kami ingin memakamkan mereka secara pantas. Namun, kalau memang sampai batas itu belum juga, kami serahkan kepada pemerintah. Pemerintah tahu seperti apa yang terbaik,” katanya.
Longsor serupa juga terjadi di Desa Waimatan, Kecamatan Ile Ape Timur. Di sana sebanyak 18 orang ditemukan meninggal dan 8 orang lain masih dalam pencarian. Sebanyak lima ekskavator masih terus membongkar material batu dan lumpur. Kejadian banjir bandang di desa itu dalam waktu bersamaan dengan di Desa Amakaka.
Berbeda dengan Amakaka, sebaran material banjir di Waimatan terkonsentrasi pada satu titik yang tidak terlalu luas. ”Memang titik ini relatif tidak luas, tetapi ketebalan material yang menjadi tantangan,” kata Beneditus Payong, salah satu relawan. Ketebalan material mencapai 10 meter.
Selain di dua desa itu, korban meninggal juga ditemukan di Desa Tanjung Batu sebanyak 4 orang, sementara dua lainnya masih dalam pencarian. Di Desa Wawala, 2 orang ditemukan meninggal dan 1 lagi dalam pencarian. Secara keseluruhan, di daerah itu 42 orang ditemukan meninggal dan 21 orang masih dicari.