Balai Karantina Pertanian mengharapkan peningkatan anggaran seiring dengan perluasan tugas hingga mencakup koordinasi ekspor produk pertanian dan perkebunan. Ekspor dapat meningkat dengan menetapkan pelabuhan simpul.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
BITUNG, KOMPAS – Balai Karantina Pertanian mengharapkan peningkatan anggaran seiring perluasan tugas hingga mencakup koordinasi ekspor produk pertanian dan perkebunan. Komisi IV DPR diharapkan dapat mendorong realisasi beberapa pelabuhan menjadi simpul ekspor-impor dari Indonesia menuju Asia Pasifik agar ekspor meningkat.
Dalam kunjungan kerja ke Bitung, Sulawesi Utara, pada Sabtu (10/4/2021), Kepala Balai Karantina Pertanian (Barantan) Ali Jamil mengatakan memiliki 52 unit pelayanan teknis dan sekitar 900 wilayah kerja di seluruh Indonesia. Namun, Barantan hanya diperkuat sekitar 3.700 pegawai negeri sipil.
“Ditambah tenaga harian lepas, kontrak, dan outsourcing (alih daya), totalnya jadi lebih kurang 5.000 orang. SDM (sumber daya manusia) kami sangat kurang. Kami sangat berharap ada tambahan,” kata Ali.
Peningkatan kebutuhan SDM datang seiring perluasan tugas sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Selain mencegah hama dan penyakit hewan dan tumbuhan, Barantan wajib menjaga keamanan pangan dan pakan sekaligus menjadi koordinator ekspor nasional.
Kini, pagu anggaran Barantan hanya Rp 1,11 triliun dari pagu anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) Rp 21,83 triliun yang telah disepakati dengan Komisi IV DPR. Anggaran itu tidak cukup besar untuk memenuhi belanja pegawai serta sarana dan prasarana kekarantinaan yang dibutuhkan.
Menurut Ali Jamil, Barantan bermaksud menyediakan peralatan seperti pemindai sinar X untuk mendeteksi hama dan penyakit di beberapa pintu utama lalu lintas hewan dan tumbuhan karantina. Peralatan lain, dari insinerator untuk pemusnahan produk terkontaminasi hingga kapal untuk armada laut, juga mendesak.
“Kami harap ada peralatan yang memadai untuk mendukung tugas-tugas Barantan. Beberapa wilayah kerja kami juga berada di kepulauan terluar, seperti Sangihe dan Talaud,” ujar Ali Jamil.
Di tataran ekspor, selama 2020, tercatat peningkatan nilai ekspor pertanian hingga 16,61 persen menjadi Rp 460 triliun dibanding tahun sebelumnya. Pada 2021, Kementan menargetkan peningkatan 20 persen menjadi Rp 552 triliun. Perkembangan positif pun sudah tampak, seperti di Sulut.
Data Kantor Karantina Pertanian Kelas I Manado menyebutkan, nilai ekspor pertanian meningkat hingga 170 persen selama triwulan pertama 2021 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, dari Rp 500,46 juta menjadi Rp 1,35 miliar. Frekuensi ekspor juga meningkat dari 366 kali menjadi 401 kali.
Kepala Kantor Karantina Pertanian Manado Donni Muksydayan Saragih mengatakan, sertifikat kesehatan produk agrikultur yang diterbitkan meningkat dari 7.163 menjadi 12.855 buah. Berbagai komoditas baru juga mulai diekspor, seperti tanaman hias alocasia dan bunga krisan dari Tomohon.
Kantor Karantina Pertanian Manado juga terlibat dalam pembukaan jalur ekspor melalui penerbangan kargo langsung ke Jepang pada 2020 serta ke Singapura sejak awal 2021. Menurut Donni, pihaknya juga berniat mendorong ekspor langsung melalui jalur laut dari Bitung ke China.
“Sulut adalah gerbang menuju Asia Pasifik, jadi keamanan komoditas yang masuk dan keluar sangat penting. Pembinaan kepatuhan persyaratan yang kami lakukan sudah membuahkan hasil,” kata Donni.
Pada saat yang sama, tugas sehari-hari di lima wilayah kerja, yaitu Bandara Sam Ratulangi serta Pelabuhan Bitung, Manado, Tahuna, serta Melonguane tetap berjalan. Donni mengatakan, semuanya berjalan dengan anggaran Rp 10,9 miliar pada 2020.
Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Nasdem Hasan Aminuddin mengatakan, akan mendukung tugas Barantan, terutama dari segi anggaran. “Kami memiliki cita-cita agar Barantan melaksanakan tugasnya dengan maksimal sesuai UU No 21 Tahun 2019. Apalagi Barantan langsung bertanggung jawab kepada Presiden,” kata dia.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PDI-P Mindo Sianipar menambahkan, Bitung harus bisa dijadikan pelabuhan simpul untuk ekspor dari seluruh Indonesai menuju Asia Pasifik. Jika regulasi dipertegas, hal itu bisa direalisasikan. Hal itu sudah diatur dengan Peraturan Presiden tentang sistem logistik nasional, tetapi belum terealisasi.
“Kalau ada regulasinya, barang-barang dari China atau Jepang bisa sampai lebih dulu ke Bitung. Yang dari India bisa masuk ke Kuala Tanjung (Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara) atau Aceh. Kalau diatur begitu, pelayaran kita bisa hidup, tidak perlu tergantung pada Singapura atau Selat Malaka,” kata Mindo.