Distribusi Vaksin Berperan Penting pada Pemulihan Ekonomi
Vaksin menjadi kunci pemulihan ekonomi. Semakin cepat vaksinasi dilakukan, semakin cepat kondisi perekomian kabupaten/kota akan pulih. Distribusi vaksin memengaruhi itu semua.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Keberhasilan vaksinasi tidak hanya tergantung dari keberadaan vaksin, tetapi juga distribusinya. Saat pemerintah daerah sulit mengakses vaksin, pemulihan ekonomi di suatu daerah bakal berjalan lambat.
Staf Khusus Menteri Keuangan, yang juga akademisi Universitas Brawijaya, Malang, Chandra Fajri Ananda, mengatakan hal itu dalam diskusi daring ”Sinergi Membangun Optimisme Pemulihan Ekonomi Malang Raya 2021”, Jumat (9/4/2021). Acara ini diinisiasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Malang.
Hadir sebagai narasumber lain, antara lain, anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo, Wali Kota Malang Sutiaji, Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko, dan Wakil Bupati Malang Didik Gatot Subroto.
Turut hadir memberikan sambutan, Kepala Kantor Perwakilan Wilayah BI Jawa Timur Difi Ahmad Johansyah, Kepala Kantor Perwakilan BI Malang Azka Subhan A, dan Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Malang Wildan Syafitri.
Menurut Chandra, vaksin menjadi salah satu kunci pemulihan ekonomi. Semakin cepat vaksinasi dilakukan, kondisi perekomian kabupaten/kota bakal lekas pulih. Pihak yang menerima dampak langsung dari pandemi, menurut dia, harus mendapat prioritas utama.
Dia mencontohkan apa yang dialami Kota Batu. Pertumbuhan ekonomi Batu tahun 2020 tertekan minus 6,4 persen. Padahal, sebelum pandemi, pertumbuhannya 6,5 persen. Hal itu menjadikannya sebagai salah satu daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jatim.
”Jadi, (Batu) terdampak sekali karena orang dilarang bergerak (berwisata pada masa-masa awal pandemi). Karena itu, kuncinya di vaksinasi. Namun, problemnya bukan hanya vaksinasi, tetapi distribusinya. Pada waktu vaksin, karena ditaruh di pemprov, distribusi ke kabupaten/kota menjadi tidak fair,” ujarnya.
Chandra menyebut, di dunia internasional, negara penghasil vaksin sedang mengalami serangan gelombang ketiga Covid-19 sehingga mereka tidak mau menjual vaksinnya ke negara lain. Akibatnya, Pemerintah Indonesia yang sebelumnya berencana mendatangkan 70 juta dosis vaksin akhirnya turun menjadi 40 juta dosis.
”Target pemerintah per hari seharusnya satu juta orang. Kalau satu juta orang bisa vaksinasi, bisa selesai selama satu tahun, akhir 2021 bisa selesai. Ternyata, kita baru 120.000 orang, kemarin sempat 200.000 orang. Berarti butuh waktu sekitar delapan tahun. Tentu itu tidak kita inginkan,” ucapnya.
Terkait vaksin, Andreas Eddy Susetyo mengatakan, dalam implementasinya terdapat distorsi. Distorsinya adalah prioritas vaksin pertama ibu kota provinsi, lalu kabupaten dan kota besar, sehingga kota kecil, seperti Batu, menjadi tertinggal untuk mendapatkan vaksin.
Padahal, kalau melihat jumlah wisatawan yang berkunjung ke Batu sebelum pandemi (2019), angkanya mencapai 7,2 juta orang. Jumlah ini turun menjadi 2,5 juta orang pada tahun 2020.
”Seharusnya pendekatannya bukan berdasarkan statistik penduduk, melainkan dampak terhadap ekonomi. Apalagi kontribusi Malang Raya terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur 7,9 persen. Magnetnya orang (wisatawan) yang datang. Di Batu ada 7,2 juta orang,” ucapnya.
Dewanti Rumpoko menyebut perekonomian di wilayahnya cukup terpengaruh pandemi. Tempat wisata merasakan dampak terberat karena mereka juga menyerap banyak tenaga kerja. Pertanian masih lebih baik, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Usaha mikro, kecil, dan menengah juga turut terdampak akibat ketiadaan wisatawan.
”Untungnya, kemarin, ketika libur panjang Paskah (empat hari), obyek wisata Taman Rekreasi Selecta sudah hampir 10.000 orang yang datang. Baloga (Batu Love Garden) juga hampir 8.000 orang yang datang. Sebelum itu, orang datang 1.000 saja sudah luar biasa. Padahal, seperti Selecta memiliki kapasitas lebih dari 10.000 orang,” ujarnya.