Polairud Bali Ungkap Pemalsuan Surat Kependudukan, KTP Palsu Dihargai Rp 200.000
Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara Polda Bali menangkap dua orang terkait pemalsuan surat kependudukan. Polairud Polda Bali menyita puluhan lembar KTP dan belasan lembar kartu keluarga yang sudah dicetak.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Jajaran Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara Kepolisian Daerah Bali mengembangkan penyelidikan atas kasus tindak pidana administrasi kependudukan setelah mereka menangkap dua orang terkait pemalsuan surat kependudukan berupa kartu tanda penduduk dan kartu keluarga. Pihak Ditpolairud Polda Bali menyita puluhan lembar KTP dan belasan lembar kartu keluarga yang sudah tercetak serta menangkap dua tersangka.
Dalam jumpa media di Ditpolairud Polda Bali di kawasan Pelabuhan Benoa, Kota Denpasar, Kamis (8/4/2021), Direktur Polairud Polda Bali Komisaris Besar Toni Ariadi Effendi menyatakan pihaknya masih mengejar satu orang lain yang sudah ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO) terkait pembuatan dan penjualan KTP dan KK palsu. ”Dari pengakuan tersangka, sudah 100 lembar KTP yang diedarkan sejak 2019,” kata Toni.
Didampingi Kepala Subdirektorat Penerangan Masyarakat Bidang Humas Polda Bali Ajun Komisaris Besar I Gusti Agung Ayu Yuli Ratnawati, Toni menerangkan, tindak pidana administrasi kependudukan dan pemalsuan surat kependudukan itu terungkap berdasarkan informasi dari warga yang menyebutkan seseorang menawarkan KTP kepada anak buah kapal yang mendarat di kawasan Pelabuhan Benoa.
Berbekal informasi warga itu, ujar Toni dalam jumpa media, Kamis (8/4/2021), aparatur Ditpolairud Polda Bali kemudian mengamankan seorang lelaki berinisial B (55) di kawasan Pelabuhan Benoa, Kamis (25/3/2021).
Dari hasil pemeriksaan terhadap B, polisi memperoleh keterangan B bekerja sama dengan R. R bertugas membuat file KTP sesuai pesanan B. Selain dengan R, B juga bekerja sama dengan IWS (42) dalam mengedit dan mencetak KTP dan KK palsu. IWS kemudian ditangkap secara terpisah, tetapi R buron.
Dalam penyelidikan lebih lanjut, penyidik Polairud Polda Bali kemudian menyita sejumlah barang bukti, di antaranya 31 lembar blangko KTP kosong, sekitar 25 lembar kertas bahan blangko KTP, dan lebih dari 80 lembar KTP setengah jadi selain 39 lembar KTP sudah jadi yang diduga KTP palsu. Selain itu, polisi juga menyita sejumlah barang bukti lain, di antaranya puluhan lembar KK, baik KK yang sudah dicetak maupun KK hasil fotokopi, enam lembar ijazah, dan beberapa peralatan komputer serta alat pencetak (printer).
Toni menambahkan, tersangka B mula-mula menawarkan pembuatan KTP kepada anak buah kapal dari luar daerah Bali agar mereka dapat mencari pekerjaan di kawasan Pelabuhan Benoa atau di tempat lain. Satu lembar KTP ditawarkan dengan harga Rp 200.000. Setelah mendapatkan pemesan, B menghubungi R, tersangka yang buron, untuk membuatkan file KTP atas nama pemesan. Berbekal file KTP yang disiapkan R, B lalu mencetak file KTP itu di toko fotokopi. B juga melibatkan IWS untuk mengedit dan mencetak kartu kependudukan di tempat usaha penyewaan komputer IWS.
”Dari pemeriksaan terhadap tersangka IWS, tersangka mengaku pernah ditangkap dan dihukum selama tiga bulan dalam kasus yang sama (pembuatan surat palsu) pada 2009,” kata Toni.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kependudukan, dan Catatan Sipil Provinsi Bali Putu Anom Agustina menyatakan berterima kasih dan mengapresiasi kinerja aparat Ditpolairud Polda Bali yang berhasil mengungkap kasus pidana administrasi kependudukan dan pemalsuan surat kependudukan itu.
Kepada Kompas, Anom mengatakan mekanisme pembuatan KTP atau KK diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang persyaratan dan tata cara pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Instansi yang berwenang melaksanakan pencatatan administrasi kependudukan adalah dinas kependudukan dan pencatatan sipil daerah.
”Kami sangat berharap agar masyarakat mengurus administrasi kependudukan secara mandiri ke instansi yang benar,” kata Anom yang dihubungi Kompas, Kamis (8/4/2021).
Ia menambahkan, mengurus administrasi kependudukan secara benar juga melindungi hak sipil masyarakat karena data penduduk akan teregistrasi dan terdata secara benar berbasis nomor induk kependudukan yang unik dan khas.