Biaya Tanam Tebu di Cirebon Naik, Impor Gula Kian Mudah
Petani tebu di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menilai kebijakan impor gula dapat menekan hasil panen petani. Padahal, ongkos produksi petani meningkat.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Petani tebu di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, khawatir, regulasi pemerintah yang dinilai mempermudah impor gula bisa menekan hasil panen petani. Padahal, ongkos produksi petani meningkat untuk biaya tanam hingga ongkos pupuk nonsubsidi.
Suwala (62), petani tebu asal Sindanglaut, mengeluhkan ongkos produksi yang melonjak pada musim tanam tahun ini. ”Saya enggak dapat pupuk subsidi lagi karena tidak masuk dalam e-RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok),” katanya, Kamis (8/4/2021), di Cirebon.
E-RDKK merupakan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi untuk satu tahun yang disusun berdasarkan musyawarah anggota kelompok tani melalui web base atau aplikasi berbasis web. Suwala tidak paham mengapa ia tidak terdaftar dalam e-RDKK. Padahal, selama ini ia terdaftar dalam RDKK manual.
Ia pun terpaksa membeli pupuk nonsubsidi. Biaya pupuk nonsubsidi untuk 1 hektar mencapai Rp 7 juta, lebih banyak dibandingkan menggunakan pupuk subsidi sekitar Rp 3 juta. Dengan lahan garapan mencapai 10 hektar, Suwala harus menyiapkan puluhan juta rupiah hanya untuk pupuk.
”Makanya, dosisnya dikurangi dari 11 kuintal menjadi 7 kuintal per hektar. Otomatis, tebunya nanti kurang. Enggak tahu berapa. Semoga harga gula di petani bisa Rp 12.000 per kilogram. Tahun lalu, sekitar Rp 11.000 per kg,” katanya. Adapun produktivitas tebu per hektar di Sindanglaut mencapai 900 kuintal.
Selain masalah pupuk, ongkos tanam tebu juga bertambah. Biaya pekerja perempuan untuk tanam tebu, misalnya, naik dari Rp 35.000 menjadi Rp 45.000 per orang. ”Kalau laki-laki dari Rp 60.000 menjadi Rp 70.000 per orang,” kata Mae Azhar (38), petani tebu lainnya.
Menurut Azhar, ongkos tebang angkut tebu juga bisa meningkat karena lokasi giling berpindah dari Pabrik Gula Sindanglaut ke PG Tersana Baru. Sejak tahun lalu, PG Sindanglaut tidak lagi menggiling tebu.
Sebelum 1995, ada delapan pabrik gula di Jabar. Kini tersisa PG Tersana Baru dan PG Jatitujuh yang masih menggiling tebu. Selain kekurangan bahan baku, mesin pabrik juga tua sehingga tidak efisien.
”Jika sebelumnya ongkos angkut Rp 17.000 per kuintal tebu ke Sindanglaut, kini biayanya bisa Rp 20.000 per kuintal tebu ke Tersana Baru,” ucapnya. Jalur yang kecil dan berlumpur saat hujan menyulitkan pengangkutan.
Berbagai kenaikan ongkos produksi itu, lanjutnya, tidak sesuai dengan harga gula petani karena pemerintah berencana mengimpor gula. ”Kalau ada impor, harga gula petani pasti turun. Apalagi saat panen raya bulan Juni,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan izin impor berkisar 680.000 ton dalam bentuk gula mentah (raw sugar) dan gula kristal putih atau gula konsumsi 150.000 ton. Impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan mengantisipasi lonjakan harga karena musim giling tebu setelah Idul Fitri. Padahal, kebutuhan gula biasanya meningkat saat Ramadhan (Kompas, 16/3/2021).
Kalau ada impor, harga gula petani pasti turun. Apalagi saat panen raya bulan Juni.
Azhar juga menyoroti regulasi pemerintah yang dinilai mempermudah impor gula. Regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional.
Pasal 2 Permenperin No 3/2021, misalnya, menyebutkan, produksi gula kristal putih (GKP) atau gula konsumsi menggunakan bahan baku dari dalam negeri dan luar negeri. Impor GKP juga bisa dilakukan jika produksi dalam negeri tidak mencukupi melalui rekomendasi direktur jenderal.
Luas area bertambah
General Manager Unit PG Sindanglaut Wisri Mustofa mengatakan, keluhan petani terkait akses pupuk subsidi dipengaruhi berkurangnya alokasi pupuk dari pemerintah. Terkait ongkos angkut tebu, pihaknya belum memastikan adanya subsidi biaya angkut seperti tahun sebelumnya.
Menurut Wisri, sesuai surat keputusan Bupati Cirebon, pabrik menanggung selisih ongkos angkut jika pemindahan musim giling dilakukan saat masa tanam. ”Kalau sekarang, pabrik tidak punya kewajiban memberikan subsidi,” kata Wisri yang juga GM PG Tersana Baru.
Musim giling tebu di PG Tersana Baru ditargetkan akhir Mei 2021. Total tebu yang akan digiling sekitar 3,5 juta kuintal. Jumlah tersebut belum sesuai kebutuhan giling di PG Tersana Baru, yakni sekitar 4,5 juta kuintal tebu.
Meski belum mencukupi, area tanam tebu di Cirebon tahun ini bertambah sekitar 450 hektar. Ditambah sekitar 1.000 hektar lahan tebu di Brebes (Jawa Tengah) dan Kuningan (Jabar), area tanam untuk PG Tersana Baru mencapai 4.500 hektar. ”Rendemen kali ini ditarget 7,36 persen. Kami mendorong petani untung agar banyak yang menanam tebu,” katanya.