Di Tengah Pandemi, Pemerintah Diminta Pertimbangkan Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara
Berbagai tantangan menyelimuti rencana pemerintah memindahkan ibu kota di tengah pandemi. Pemulihan kesehatan, ekonomi, dan meningkatkan kualitas SDM dinilai lebih penting.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Pemerintah diminta memprioritaskan pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia ketimbang terburu-buru memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Masih ada sejumlah tantangan yang perlu diselesaikan di sekitar lokasi calon ibu kota negara.
Hal itu disampaikan pendiri Yayasan Keanekaragaman Hayati sekaligus anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Emil Salim, dalam sesi tanya jawab kuliah umum bertajuk ”Potensi dan Keberlanjutan Negara di Kalimantan Timur” yang diselenggarakan Humas Sekolah Ilmu Lingkungan dan Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Rabu (7/4/2021). Kuliah umum tersebut disampaikan Gubernur Kaltim Isran Noor.
Emil mengatakan, Pulau Kalimantan memiliki ekosistem unik, berbeda dengan wilayah lainnya yang dilalui cincin api. Selain itu, Kalimantan juga didominasi lahan basah. Oleh karena itu, kata Emil, membangun Kalimantan diperlukan pendekatan lain yang berbasis ilmu pengetahuan.
Emil juga berpendapat, Indonesia memiliki tantangan dalam kualitas sumber daya manusia yang masih rendah dalam matematika, sains, teknologi, dan membaca. Melihat kondisi tersebut, Emil meminta pemerintah memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan. ”Berbagai kajian yang dilakukan secara internasional menunjukkan, dari 70 negara, Indonesia nomor 64 di bawah di dalam matematika, sains, dan membaca,” katanya.
Di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai ini, masih banyak pelajar yang sulit melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Emil menganjurkan pemerintah meningkatkan sarana listrik dan telekomunikasi, pemulihan ekonomi, serta pemulihan kesehatan warga.
Emil mempertanyakan apakah rencana pemindahan ibu kota yang memakan total dana Rp 466 triliun itu masih cukup untuk pemulihan ekonomi, kesehatan, dan meningkatkan kualitas pendidikan. Emil mengajukan pertanyaan itu bukan untuk Isran Noor, tetapi untuk pemimpin bangsa ini.
Menanggapi hal tersebut, Isran Noor hanya bisa menjawab terkait rencana pembiayaan pemerintah dalam pemindahan ibu kota negara. Dari total Rp 466 triliun, porsi pembiayaan terbagi menjadi tiga, yakni APBN 19,2 persen, kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) 54,4 persen, dan swasta 26,4 persen.
Dalam paparan kuliah umum, Isran menjelaskan Pemerintah Provinsi Kaltim masih menunggu payung hukum pemindahan ibu kota negara. Rancangan UU tersebut menjadi program legislasi nasional di DPR dan masih menunggu pembahasan. Selebihnya, Pemprov Kaltim melakukan penyelarasan berbagai dokumen rencana pembangunan daerah, khususnya rencana tata ruang wilayah negara.
Tantangan
Kaltim sendiri memiliki tantangan dengan adanya rencana pemerintah memindahkan ibu kota negara ke sana. Isran menjelaskan, mempercepat pembangunan dan pemerataan pertumbuhan wilayah di sektor infrastruktur adalah salah satu yang terpenting. Sebab, hal itu akan mempermudah mobilitas dari dan menuju calon lokasi ibu kota negara di sebagian Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara.
Saat ini, jalan raya aspal dari kilometer 38 di Samboja, Kutai Kartanegara, menuju Sepaku, PPU sudah diperbaiki dan mulus. Adapun jalan tol Balikpapan-Samarinda sudah beroperasi tiga seksi dari total lima seksi.
Jembatan Pulau Balang yang menghubungkan PPU dan Balikpapan di Teluk Balikpapan sudah tersambung. Hanya saja, jembatan tersebut belum bisa dilalui karena jalan pendekat sisi Balikpapan belum rampung.
Selain itu, kata Isran, peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia lokal di Kaltim juga menjadi salah satu tantangan berat. ”Ini yang menjadi masalah besar daerah. Walaupun indeks pembangunan manusia kami tiga besar nasional, pada level bawah belum bisa menyesuaikan kemampuan, keterampilan, dan kapasitas SDM lainnya,” kata Isran.
Isran juga menyebutkan, peningkatan kualitas lingkungan melalui rehabilitasi kawasan hutan, pemulihan fungsi kawasan lindung, serta pengurangan risiko bencana menjadi tantangan dari sisi lingkungan.
Koalisi Masyarakat Sipil mencatat, setidaknya terdapat 90 lubang tambang di sekitar calon lokasi ibu kota baru di sekitar calon lokasi ibu kota negara. Pembangunan besar-besaran dikhawatirkan membuat wilayah di sekitarnya akan semakin rentan bencana.
Tantangan merehabilitasi lingkungan ini, salah satunya terdapat di Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Berdasarkan Studi Tata Guna Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto yang dilakukan Suryadi dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda, pada 2017, kawasan yang sesuai dengan fungsinya, yakni belukar, rawa, dan air, berjumlah 53.340,95 hektar atau 78,71 persen dari luas kawasan.
Sisanya, kawasan tersebut digunakan untuk pertambangan ilegal, pertanian lahan kering campuran, permukiman, perikanan, dan perkebunan yang berjumlah 14.425,05 hektar atau 21,29 persen dari luas kawasan.
Sebelumnya, dalam pertemuan dengan redaksi Kompas pada 2 Maret 2021, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan, pemerintah sudah memiliki berbagai strategi untuk mengungkit perekonomian yang terdampak pandemi.
Strategi pertama, menciptakan sumber daya manusia berdaya saing yang meliputi sistem kesehatan, pendidikan, serta riset dan inovasi. Strategi kedua, meningkatkan produktivitas sektor ekonomi mencakup industrialisasi; produktivitas usaha mikro, kecil, dan menengah; serta modernisasi pertanian. Strategi ketiga, ekonomi hijau meliputi ekonomi rendah karbon, blue economy, dan transisi energi.
”Kita ingin meningkatkan gravitasi ekonomi tidak hanya di Jawa, tetapi seperti kata Bapak Presiden Joko Widodo, menjadi Indonesia-sentris,” ujar Suharso.
Strategi keempat, transformasi digital meliputi infrastruktur digital, pemanfaatan digital, dan penguatan enabler. Strategi kelima, integrasi ekonomi domestik meliputi economic powerhouse dengan fokus pada infrastruktur konektivitas.
”Strategi keenam, pemindahan IKN sebagai sumber pertumbuhan baru dan penyeimbang ekonomi antarwilayah. Pemindahan IKN adalah aglomerasi dari kelima strategi lain sehingga dari segi magnitudo dampaknya, saya kira lebih besar,” kata Suharso.