Berjibaku Mencari Korban dengan Peralatan Seadanya
Pencarian korban bencana di Nusa Tenggara Timur dilakukan dengan peralatan seadanya. Solidaritas untuk membantu para korban bencana itu terus tumbuh di sejumlah daerah.
Oleh
Fransiskus Pati Herin/Ismail Zakaria
·4 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Pencarian korban banjir bandang di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, terkendala oleh minimnya peralatan. Dengan memakai alat seadanya, tim gabungan berjibaku mencari korban yang tertimbun.
Di Desa Oyangbarang, Pulau Adonara, Selasa (6/4/2021), ratusan warga berupaya mencari korban banjir bandang yang terjadi pada Minggu (4/4) dini hari lalu dengan menggunakan cangkul, linggis, dan sekop. Alat itu dipakai untuk membongkar material tanah, batu besar, dan batang kayu yang panjangnya hingga 5 meter dengan diameter sekitar 1 meter.
”Kami sudah minta bantuan alat berat, tetapi sampai hari ini tidak ada yang datang. Tim pencari dari SAR juga belum muncul,” kata Kasimirus, salah seorang warga. Di desa itu, satu warga ditemukan meninggal pada Selasa pagi. Dua korban lain masih hilang.
Kondisi serupa terlihat di lokasi banjir terparah, yakni Desa Nelelamadike, sekitar 32 kilometer arah timur Oyangbarang. Sebanyak 54 korban meninggal ditemukan dan 2 orang masih hilang. Pencarian korban dibantu dengan satu alat berat milik pengusaha setempat.
”Idealnya paling sedikit dua alat berat yang diperlukan. Sayangnya, kondisi di sini sangat terbatas. Harusnya bisa didatangkan dari Larantuka (ibu kota Kabupaten Flores Timur),” kata I Putu Sudayana, Kepala Kantor SAR Maumere, yang memimpin operasi pencarian korban di lokasi itu.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengakui, pencarian korban terkendala minimnya alat berat. ”Walau sudah disiapkan, belum bisa dikirim ke tujuan, terutama di Adonara dan (Kabupaten) Alor,” katanya.
Adapun alat berat untuk pencarian korban di Kabupaten Lembata, NTT, masih diupayakan dari perusahaan yang sedang mengerjakan jalan.
Kami sudah minta bantuan alat berat, tetapi sampai hari ini tidak ada yang datang. Tim pencari dari SAR juga belum muncul.
Untuk mempercepat pencarian korban, akan didatangkan anjing pelacak ke Lembata, Adonara, dan Alor.
Kepala Badan SAR Nasional Marsekal Madya Henri Alfiandi mengatakan, pihaknya berupaya secepatnya membantu pencarian dan pertolongan ke korban terdampak bencana. ”Namun, itu juga sangat tergantung dari kondisi cuaca di lokasi,” ujar Henri.
Hari ini, tim pencarian akan dikirim dengan kapal menuju Adonara. Selain dari Kupang, kapal itu juga didatangkan dari Denpasar dan Makassar.
Doni menambahkan, sesuai dengan arahan Presiden untuk penanganan pengungsi pada masa pandemi, setiap keluarga akan mendapatkan bantuan dana dengan skema hunian Rp 500.000 per keluarga per bulan. Dana itu bisa digunakan untuk menyewa rumah. BNPB menunggu usulan dari daerah terkait dengan data penerima bantuan itu.
Untuk bantuan logistik, pemerintah memasok dari Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Sebagian sudah didistribusikan ke daerah terdampak, seperti di Adonara, Lembata, dan Alor. Untuk distribusi bantuan dan tenaga medis, sebagian menggunakan enam helikopter yang dikirimkan BNPB. Helikopter juga digunakan untuk mengevakuasi korban yang membutuhkan penanganan darurat mengingat di beberapa wilayah terdampak bencana belum bisa dijangkau transportasi darat dan laut.
Data yang dihimpun BNPB, sebanyak 117 orang meninggal dan 76 orang dinyatakan hilang dalam bencana banjir bandang di NTT. Sebanyak 60 orang meninggal dalam bencana di Flores Timur, 21 orang di Alor, dan 3 orang di Malaka.
Selain itu, korban meninggal berasal dari Kota Kupang dan Kabupaten Kupang masing-masing 1 orang, Lembata sebanyak 28 orang, Sabu Raijua sebanyak 2 orang, dan Ende 1 orang.
Data yang dihimpun BNPB, sebanyak 117 orang meninggal dan 76 orang dinyatakan hilang dalam bencana banjir bandang di NTT. Sebanyak 60 orang meninggal dalam bencana di Flores Timur, 21 orang di Alor, dan 3 orang di Malaka.
Adapun warga yang belum ditemukan sebanyak 12 orang ada di Flores Timur, 20 orang di Alor, dan 44 orang di Lembata. Lebih dari 1.000 orang mengungsi.
Bencana banjir bandang juga melanda Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Hingga kemarin, warga yang terdampak masih fokus pada pembersihan material banjir bandang yang terjadi pada Jumat (2/4/2021).
Bantuan
Menteri Sosial Tri Rismaharini kemarin menyerahkan bantuan senilai Rp 2,6 miliar untuk para korban banjir bandang di Flores Timur dan Lembata. Selain itu, diberikan pula santunan bagi ahli waris dari 76 korban meninggal, masing-masing Rp 15 juta. Total besar santunan Rp 1,140 miliar.
Sementara itu, berbagai lembaga, termasuk pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten, di Jawa Timur bersiap mengirim bantuan ke NTB dan NTT. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pihaknya terus menggalang dan menghimpun bantuan untuk diteruskan ke lokasi bencana di NTB dan NTT. Jatim juga mempersiapkan tim kesehatan untuk dikirim ke lokasi bencana guna turut menangani masyarakat terdampak.
Pemerintah Kota Surabaya, seperti disampaikan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, juga menyiapkan bantuan makanan dan barang kebutuhan lain.
Sejumlah elemen masyarakat di sejumlah daerah juga menggalang bantuan bagi korban bencana di NTT dan NTB. Di Makassar, Sulawesi Selatan, mahasiswa menggalang bantuan dari pengguna jalan yang melintas di sejumlah ruas jalan. Hal serupa dilakukan sejumlah komunitas mahasiswa asal NTT yang tengah kuliah di Yogyakarta. Salah satunya Forum Mahasiswa Adonara Wotan Ulumado, Barat, dan Tengah Yogyakarta.
Di Malang, Jatim, puluhan mahasiswa juga menggalang bantuan untuk korban bencana alam di NTT. Mereka adalah mahasiswa asal NTT yang tergabung dalam Aman (Aliansi Mahasiswa Lembata Malang).
Sejumlah perkumpulan keluarga dan komunitas kaum muda serta mahasiswa asal Indonesia bagian timur di Kota Bandung, Jawa Barat, juga menggalang donasi di sejumlah ruas jalan.