Pelepasliaran Anjing Tantangan Pemberantasan Rabies di Bali
Bali masih menjadi provinsi yang belum bebas dari penyakit rabies. Pelepasliaran anjing menjadi tantangan dalam pemberantasan dan pengendalian penularan rabies di Bali, termasuk pula terhadap upaya vaksinasi rabies.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Bali masih menjadi provinsi yang belum bebas dari penyakit rabies. Vaksinasi yang menjadi salah satu upaya pengendalian penularan virus rabies, terutama pada anjing, belum menjangkau hingga 70 persen populasi anjing di Bali. Pelepasliaran anjing menjadi tantangan dalam pemberantasan rabies dan pengendalian penularan rabies, termasuk pula terhadap upaya vaksinasi, pengendalian populasi, ataupun eliminasi hewan penular rabies di Bali.
Demikianlah benang merah dari seminar bertema ”Sosialisasi Peran Dog Population Management (DPM) dalam Pemberantasan Rabies” yang diselenggarakan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Bali secara dalam jaringan (daring), Selasa (6/4/2021).
Seminar secara daring (webinar) PDHI Cabang Bali, Selasa (6/4), menyajikan pula materi praktik, baik dalam pemberantasan rabies melalui pendekatan pengendalian populasi anjing (DPM) dan implementasi DPM maupun peran pararem (keputusan rapat adat) dalam pemberantasan rabies di Bali.
Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fadjar Sumping Tjatur Rasa menyebutkan, pemerintah sudah mencanangkan target tercapainya kondisi Indonesia bebas rabies pada 2030. Target nasional itu dinyatakan sejalan dengan target FAO dan WHO. Namun hingga saat ini, menurut Fadjar, kasus rabies masih ditemukan terjadi di sejumlah provinsi di Indonesia.
Dari 34 provinsi di Indonesia, 26 provinsi dinyatakan masih mengalami permasalahan rabies, termasuk Bali. Adapun delapan provinsi lainnya dikategorikan daerah bebas kasus rabies, di antaranya, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur serta Papua, selain sekitar 15 pulau di beberapa provinsi yang sudah dinyatakan sebagai daerah yang dibebaskan melalui pengendalian kasus rabies. ”Kasus rabies di Bali muncul sejak 2008,” kata Fadjar dalam webinar PDHI Cabang Bali tersebut.
Di awal webinar, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana mengatakan, Pemprov Bali sudah menjalankan berbagai upaya pengendalian rabies, mulai dari vaksinasi, eliminasi, pengawasan lalu lintas hewan penular rabies (HPR), dan pengendalian populasi HPR, khususnya terhadap anjing.
Pendataan dari pihak Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali menunjukkan populasi anjing di Bali diperkirakan mencapai 644.280 ekor dan keberadaan anjing tersebut tersebar di sembilan daerah di Bali.
Diperlukan peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan rabies di Bali.
Vaksinasi yang menjadi upaya pengendalian penularan rabies, menurut Wisnuardhana dalam sambutannya, masih dijalankan. Namun, cakupan vaksinasi terhadap anjing di Bali masih belum maksimal, bahkan disebutkan masih rendah.
Program vaksinasi massal yang pernah digelar di Bali berdampak terhadap penurunan kasus positif rabies di Bali, yang terlihat sejak 2012. Namun, kasus positif rabies di Bali kembali meningkat sejak 2015 dan, sampai saat ini, kasus positif rabies masih ditemukan di Bali.
Kasus positif
Sepanjang 2020 dilaporkan temuan 100 kasus positif rabies pada anjing di delapan daerah, kecuali di Kota Denpasar yang nihil temuan kasus positif rabies. Sampai Maret 2021, kasus positif rabies pada anjing masih ditemukan di enam daerah di Bali, kecuali di Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan yang dilaporkan nihil kasus positif rabies.
Lebih lanjut Wisnuardhana mengatakan, upaya pengendalian dan pemberantasan rabies di Bali saat ini juga dipengaruhi kebijakan rasionalisasi anggaran pemerintah yang sedang difokuskan untuk menangani dan mengendalikan pandemi penyakit Covid-19. ”Diperlukan peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan rabies di Bali,” katanya.
Ketua PDHI Cabang Bali yang juga Komisi Kesehatan Hewan di Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan I Ketut Puja menyatakan, penanganan rabies di Bali berkaitan dengan aspek manusia, lingkungan, dan hewan penular rabies, khususnya anjing.
Keterkaitan itu dinyatakan memengaruhi pelaksanaan upaya pengendalian dan pemberantasan rabies di Bali. Puja menyatakan, tidak semua anjing di Bali bisa divaksinasi karena dipengaruhi perilaku manusia dan lingkungan.
Adapun Fadjar mengatakan, pelepasliaran anjing berdampak terhadap upaya pengendalian dan pemberantasan rabies pada anjing, baik upaya vaksinasi, pengawasan lalu lintas HPR, eliminasi, maupun pengendalian populasi anjing. Fadjar menambahkan, saat ini sedang dikaji upaya vaksinasi secara oral sebagai pelengkap vaksinasi secara suntik.
Pemateri lainnya dalam webinar tersebut, Made Angga Prayoga, mengungkapkan, pararem tentang penanganan rabies di sejumlah desa di Gianyar, Bali, memengaruhi perilaku masyarakat dalam memelihara anjing dan berdampak pula terhadap mobilitas anjing dan keberadaan anjing yang dilepasliarkan di wilayah desa tersebut.