Ada berbagai ketidakwajaran terkait kemunculan dan kematian orca di Selat Bali. Pendarahan di usus hingga kerusakan sonar diduga menjadi penyebab mamalia laut itu terdampar dan mati di pesisir Banyuwangi.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Kematian satu individu orca (Orcinus orca) di Pantai Bangsring Banyuwangi, Jawa Timur, dinilai tidak wajar. Penyebab pasti kematian mamalia yang kerap disebut paus pembunuh ini masih ditelusuri.
Sebelum ditemukan mati, orca sepanjang 6,1 meter dengan berat 10-15 ton itu sempat muncul di perairan dangkal Selat Bali pada Jumat (2/4/2021). Sejumlah nelayan sempat menghalau orca itu ke perairan dalam. Namun, keesokan harinya orca itu justru ditemukan mati terdampar di Pantai Bangsring.
”Dilihat dari kemunculannya di Selat Bali, peristiwa ini tidak wajar. Catatan kami, kemunculan orca pernah terjadi di Ulu Watu, Perairan Selatan Bali, pada 2016, Larantuka (2019), dan Anambas (2020),” ungkap Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Kementerian Kelautan dan Perikanan Permana Yudiarso ketika dihubungi Kompas, Selasa (6/4/2021).
Yudiarso mengatakan, ada beberapa kejanggalan dalam peristiwa tersebut. Ia mencontohkan, orca itu berenang ke utara dari Samudra Hindia ke Selat Bali. Orca yang biasa hidup di perairan dingin tersebut masuk ke Selat Bali yang lebih hangat.
Ketidakwajaran lainnya adalah orca yang mati itu ditemukan sendirian. Padahal, orca merupakan mamalia laut yang biasa berenang secara berkelompok. BPSPL Denpasar menduga ada kerusakan sonar yang membuat orca itu terdampar di Selat Bali.
”Saat ditemukan, kami melihat ada luka pendarahan di dalam usus. Kemungkinan luka ini yang menyebabkan kematian dan menganggu sistem sonar dalam tubuhnya,” ungkapnya.
Sebelumnya, puluhan paus pilot (Globicephala macrorhynchus) juga mati di Pantai Modung, Bangkalan, Jawa Timur. Bangkai-bangkai paus pilot itu bergelimpangan di radius 4-6 kilometer dari bibir pantai.
Tak hanya itu, Januari-Maret ini, puluhan penyu juga dilaporkan mati. Penyu-penyu itu ditemukan di Pantai Canggu, Kuta, hingga sejumlah pesisir Banyuwangi. ”Secara keilmuan, kami belum bisa menjelaskan. Kami masih harus merangkai peristiwa-peristiwa ini. Menurut rencana, Rabu (7/3/2021), Kementerian Kelautan dan Perikanan akan menyampaikan hasil analisis terkait kematian satwa-satwa tersebut,” tuturnya.
Yudiarso mengatakan, penyebab pasti kematian paus pilot dan orca juga akan disampaikan dalam rilis virtual tersebut. Harapannya, penyebab kematian dapat diketahui sehingga kematian serupa dapat dicegah.
Turtle and Marine Mammals Specialist WWF Indonesia, drh Dwi Suprapti, mengatakan, kendati lebih menyukai perairan dingin, distribusi dan migrasi orca dapat ditemukan hampir di sebagian besar perairan di Indonesia. Berdasarkan catatannya, perairan di sekitar Bali adalah salah satu lokasi yang sudah beberapa kali dijumpai adanya orca, baik dalam kelompok kecil maupun tunggal.
”Beberapa laporan sempat menyatakan ada yang menjumpai orca di perairan Bali. Namun, untuk kejadian terdampar mati, dalam catatan kami, peristiwa ini memang baru pertama kali ditemukan di sekitar perairan Bali dan Jatim,” ujarnya.
Dwi menjelaskan, orca dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu transients (penghuni sementara), resident (hidup menetap/setia di satu wilayah) dan offshore (hidup di perairan terbuka/lepas pantai). Orca transients biasanya memiliki anggota kelompok (pods) yang lebih kecil (1-7 individu) dengan area jangkau yang luas serta pergerakan cenderung acak atau tak terduga.
Orca resident memiliki anggota kelompok lebih besar dibandingkan dengan tipe transients dan area jangkau (home range) lebih sempit serta arah pergerakan cenderung dapat diduga (menetap).
”Saya menduga orca yang ditemukan terdampar ini adalah type transient, yaitu orca yang ada dalam grup kecil dan bergerak acak. Orca yang ditemukan tunggal bukan hal baru, ada beberapa faktor yang memungkinkan dia bergerak sendiri, baik sengaja maupun tidak disengaja,” ungkapnya.
Dwi menyebut, orca yang bergerak sendiri biasanya individu jantan dewasa. Individu itu kerap sengaja melepaskan diri dari kawanannya untuk membentuk kelompok baru, berburu, atau kawin. Namun, bisa juga, individu tersebut terpisah tanpa sengaja dari kelompoknya akibat berbagai faktor alami ataupun nonalami.
Kepala Konservasi Sumber Daya Alam Seksi Konservasi Wilayah Banyuwangi Purwantono mengatakan, bangkai ikan paus pembunuh itu telah dikubur di sekitar Pantai Bangsring. Sebelum dikubur, nekropsi telah dilakukan terhadap bangkai paus tersebut.
”Nekropsi merupakan tindakan investigasi medis terhadap hewan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara pasti penyebab kematian hewan. Nekropsi dilakukan tim Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Kampus Banyuwangi dengan mengambil beberapa sampel, seperti usus, lambung, paru-paru, hati, dan kulit,” paparnya.
Purwantono mengungkapkan, penemuan bangkai tersebut dilaporkan warga ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur pada Sabtu (3/4/2021). Petugas BKSDA SKW V Banyuwangi langsung menerjunkan petugas untuk memeriksa laporan tersebut. Sesampainya di Pantai Bangsring, Petugas BKSDA menemukan orca itu sudah mati.
”Kematian orca ini merupakan yang pertama di Banyuwangi. Kemunculannya juga tidak pernah tercatat. Berbeda dengan hiu tutul yang sudah beberapa kali dilaporkan tampak di sekitar Perairan Banyuwangi,” katanya.