Angka Kematian Tinggi, Sumsel Mulai Terapkan PPKM Berskala Mikro
Angka kematian yang tinggi, tingkat kesembuhan rendah, banyaknya kasus aktif, dan ”positivity rate” yang tinggi menjadi pertimbangan penerapan PPKM di Sumsel.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sumatera Selatan menjadi satu dari 20 provinsi di Indonesia yang melaksanakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berskala mikro pada 6-19 April 2021. Tingginya angka kematian dan belum optimalnya tingkat kesembuhan menjadi pertimbangan. Pemetaan zonasi dan peraturan teknis mengenai pemberlakuan PPKM berskala mikro akan segera diterbitkan.
Kepala Dinas Kesehatan Sumsel Lesty Nurainy, Selasa (6/4/2021), di Palembang menjelaskan ada empat hal yang membuat Sumsel akhirnya masuk dalam jajaran daerah yang melaksanakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro. Keempatnya adalah angka kematian, tingkat kesembuhan, kasus aktif, dan positivity rate.
Tingkat kematian akibat Covid-19 di Sumsel menyentuh angka 4,7 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nasional, yakni 2,7 persen. Sementara tingkat kesembuhan Sumsel sebesar 87,2 persen, lebih rendah dari tingkat kesembuhan nasional sekitar 89,7 persen.
Adapun tingkat kasus aktif di Sumsel mencapai 7,97 persen, lebih tinggi dari nasional sebesar 7,6 persen. ”Angka positivity rate Sumsel juga masih sangat tinggi, yaitu 28,61 persen, jauh lebih tinggi dari yang diatur oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni di bawah 5 persen,” jelas Lesty.
Dalam kunjungannya ke Palembang, Rabu (31/3/2021), Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyoroti angka kematian akibat Covid-19 di Sumsel yang cukup tinggi dan sudah memberitahukan sinyal bakal ada lima daerah baru yang akan melaksanakan PPKM berskala mikro. Hanya saja, saat itu Tito tidak menyatakan apakah Sumsel termasuk di dalamnya atau tidak.
Selain angka kematian, Tito juga menyoroti tingkat pemeriksaan. Bahkan, menurut dia, masih rendahnya kasus Covid-19 di Sumsel bisa disebabkan angka Covid-19 yang memang rendah atau tingkat pemeriksaan tidak optimal.
Tingkat kematian akibat Covid-19 di Sumsel menyentuh angka 4,7 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nasional, 2,7 persen.
Mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perpanjangan PPKM Berskala Mikro, Sumsel akan mulai melakukan pemetaan zonasi hingga ke tingkat rukun tetangga (RT) hingga ke tingkat kecamatan. ”Dengan begitu, penanganan Covid-19 dan penerapan 3T (testing, tracing, treatment) akan lebih ketat,” ucap Lesty.
Sebenarnya, pemetaan zonasi sudah dilakukan sejak pertama kali pemerintah pusat memberlakukan PPKM berskala mikro. Walau saat itu Sumsel belum masuk sebagai daerah yang memberlakukan PPKM berskala mikro, pemerintah daerah, TNI-Polri, dan pihak terkait lainnya sudah memetakan daerah berdasarkan tingkat kerentanan. ”Sekarang tinggal pelaksanaannya saja,” ujar Lesty.
Dalam aturan tersebut, lanjut Lesty, jika di suatu wilayah ada lebih dari lima rumah yang penghuninya positif Covid-19, wilayah itu sudah masuk zona merah. Jika itu terjadi, akan diterapkan sejumlah pembatasan, seperti membatasi kapasitas di tempat kerja dengan menerapkan bekerja dari rumah sehingga yang bekerja di kantor hanya 50 persen, serta menerapkan pembatasan pembelajaran tatap muka dengan tetap memfungsikan pembelajaran secara daring.
Selain itu, pembatasan kegiatan di restoran hingga 50 persen dari kapasitas restoran, pembatasan tempat ibadah hingga 50 persen dari kapasitas ruang ibadah, dan kegiatan seni yang bisa menimbulkan kerumunan juga dibatasi, yakni hanya boleh dihadiri 25 persen dari kapasitas ruangan.
Untuk pengawasan, lanjut Lesty, pihaknya sudah membentuk satuan tugas (satgas) pengendalian Covid-19 dan posko penanganan Covid-19 hingga ke tingkat RT/RW. Pelaksanaannya akan melibatkan semua pihak, mulai dari tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga TNI-Polri. Dengan begitu, pelaksanaan protokol kesehatan bisa lebih masif.
”Hingga kini, Sumsel sudah punya 3.000 desa siaga Covid-19 dan Kelurahan Tangkal Covid-19. Nantinya program itu akan diaktifkan kembali,” ujar Lesty. Bantuan pangan juga akan diberikan kepada mereka yang melakukan isolasi mandiri.
Terkait pendanaan, lanjut Lesty, pemerintah desa bisa menggunakan dana desa. Demikian juga untuk semua bidang pelaksanaan protokol kesehatan bisa menggunakan dana dari APBN dan APBD. Belum lagi adanya bantuan dari sejumlah kementerian. ”Dengan pelaksanaan PPKM berskala mikro ini, diharapkan penularan Covid-19 bisa ditekan,” katanya.
Epidemiolog dari Universitas Sriwijaya, Iche Andriyani Liberty, menuturkan, jika melihat dari keempat indikator tersebut, memang pelaksanaan PPKM di Sumsel terbilang sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Pelaksanaan PPKM diharapkan dapat mengembalikan lagi kesadaran masyarakat untuk menaati protokol kesehatan.
Jika dilihat dari angka positivity rate, tergambar bahwa tingkat pemeriksaan di Sumsel masih rendah. Dengan adanya PPKM, diharapkan pemeriksaan mulai dari tingkat terkecil bisa segera diterapkan. Iche berharap pengawasan harus diperketat tidak hanya di Palembang sebagai ibu kota provinsi, tetapi juga menyeluruh hingga ke tingkat kabupaten dan kota yang lain.
Akvitas yang kurang perlu diharapkan dikurangi. ”Perlu ada pembatasan jam operasional dan pengetatan protokol kesehatan,” kata Iche.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru berkomitmen akan segera membuat regulasi mengenai penerapan PPKM berskala mikro di Sumsel. Ia menjamin aturan yang akan dibuat nanti tidak akan membuat gaduh, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun kesehatan masyarakat. ”Saya akan membuat aturan yang mengedepankan kearifan lokal daerah agar kegiatan ekonomi dapat terus berjalan,” ucapnya.
Herman juga menegaskan, kegiatan selama bulan Ramadhan dapat dilakukan asalkan dengan mengedepankan protokol kesehatan yang ketat. ”Tarawih, shalat Id tetap ada, tetapi memang harus diatur agar tetap menaati protokol kesehatan,” ujar Herman.