Transaksi Nontunai untuk Tingkatkan Pendapatan dan Transparansi Daerah
Perubahan cara pembayaran dari tunai menjadi nontunai perlu dikembangkan dalam rangka membangun ekosistem keuangan digital. Percepatan digitalisasi ini bisa dimulai dari setoran penerimaan pemerintah daerah.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Penggunaan transaksi nontunai untuk ikut menggenjot pemasukan pemerintahan kabupaten dan kota di Jawa Barat belum mencapai dilakukan ideal. Padahal, sistem elektronifikasi bisa ikut juga membentuk tata kelola keuangan yang baik dan transparan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Barat Herawanto, di Bandung, Senin (5/4/2021), memaparkan, elektronifikasi di bidang penerimaan kabupaten dan kota di wilayah Jabar baru di angka 50-80 persen. Elektronifikasi, menurut BI, merupakan perubahan cara pembayaran dari tunai menjadi nontunai dalam rangka membangun ekosistem keuangan digital.
Persentase tersebut, tutur Herawanto, menunjukkan tidak semua transaksi penerimaan daerah dilakukan nontunai. Di sisi lain, pengeluaran daerah sudah hampir 100 persen dilakukan dengan transaksi digital.
Berbeda dengan pengeluaran pemerintah daerah, transaksi di sektor pemasukan, seperti pajak dan retribusi biasanya dilakukan oleh warga. Jadi, transaksi digital untuk setiap layanan publik diharapkan bisa membentuk kebiasaan nontunai yang ada di masyarakat.
Karena itu, tutur Herawanto, BI bersama pemerintah mendorong setiap daerah untuk menggunakan pembayaran digital sehingga bisa diikuti masyarakat. Bahkan, elektronifikasi bisa membentuk tata kelola keuangan yang baik dan transparan.
”Dorongan elektronifikasi penerimaan menjadi perhatian bersama. Hal tersebut dilakukan demi kesehatan keuangan dalam APBD. Pada akhirnya, tata kelola keuangan yang baik didukung dengan elektronifikasi,” ujarnya usai menyaksikan rangkaian peresmian Festival Ekonomi Digital Indonesia (FEKDI).
Kegiatan yang berlangsung pada 5-8 April 2021 ini diresmikan Gubernur BI Perry Warjijo dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melalui kanal daring. Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso juga menyampaikan dukungannya dalam pembukaan tersebut.
”Kami berharap akselerasi elektronifikasi pemerintah daerah dapat dilakukan di seluruh Indonesia. Koordinasi percepatan dilakukan di 542 daerah otonom, dan saat ini 110 di antaranya sudah menginisiasi Tim Percepatan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD),” ujar Airlangga.
TP2DD dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (Satgas P2DD) dengan Airlangga Hartarto sebagai ketua Satgas. Selanjutnya, para kepala daerah menjadi ketua TP2DD di daerah otonom masing-masing.
Ketua Harian Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia cabang Bandung Koordinator Jabar Acuviarta Kartabi berpendapat, penerapan pembayaran nontunai dapat meminimalkan kebocoran penerimaan pendapatan asli daerah (PAD). Dia menilai, PAD yang diterima masih terbatas, hanya 20-30 persen di setiap daerah.
”Kalangan akademisi masih menilai tingkat kebocoran pendapatan daerah itu masih sangat tinggi, apakah terkait konfirmasi dan transparansi. Karena itu, digitalisasi pendapatan coba dioptimalkan. Dalam jangka menengah, PAD 20-30 persen ini bisa meningkat hingga 50 persen,” ujarnya.
Acuviarta menuturkan, potensi akses di Jabar sangat tinggi sehingga kemudahan akses digital menjadi kebutuhan, salah satunya di layanan pemerintahan. Pengguna internet di Jabar mencapai 87 persen dari penduduk Jabar yang nyaris menyentuh 50 juta orang.
”Solusi digital ini sudah keharusan. Implementasi penerapan keuangan daerah secara digital menjadi spirit, bukan hanya untuk kebutuhan pemerintah, tetapi juga di sektor usaha, pembayaran, retribusi, hingga kejelasan mengenai biaya dan proses pelayanan,” ujarnya.