Teluk Balikpapan, habitat pesut dan satwa dilidungi lain akan menjadi salah satu akses utama dalam proses pembangunan ataupun ketika ibu kota negara baru resmi pindah ke Kalimantan Timur.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO/SUCIPTO
·6 menit baca
Kompas/Priyombodo
Foto udara bentang Jembatan Pulau Balang di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (10/03/2021). Jembatan ini menghubungkan Balikpapan dan Penajam Paser Utara melalui Teluk Balikpapan yang terdiri dari bentang panjang dan bentang pendek.
Seketika Justo (25) menghentikan speedboat atau kapal cepat mini yang ia kemudikan. Ia memberi waktu lima penumpangnya menikmati momen langka: melihat langsung kelompok kecil pesut pesisir yang bermain-main di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur.
Saat matahari tepat di atas kepala, mamalia bernama Latin Orcaella brevirostris tersebut menyembul ke permukaan air di antara lalu lalang tongkang batubara, kelotok, perahu nelayan, dan perahu cepat. Saat perahu cepat melintas, kawanan mamalia itu menghilang sejenak. Lalu, salah satu mamalia abu-abu itu meloncat sehingga setengah badannya terlihat.
”Kadang-kadang saja bisa lihat seperti ini. Waktu saya kecil, sering sekali muncul di sekitar sini,” ujar Justo pada Rabu (10/3/2021) yang terik itu.
Kawanan pesut pesisir tersebut terus bermain-main di sekitar perairan yang lebih tenang dan tak dilintasi kapal. Beberapa saat berselang, tiga perahu nelayan berhenti di tempat kawanan pesut itu muncul. Nelayan bergegas menebarkan jala. Saat jala diangkat, sejumlah ikan tersangkut.
Terombang-ambing di tengah gelombang air Teluk Balikpapan yang tenang, para nelayan itu kembali melemparkan jala. Salah satu dari mereka mendayung, menggeser perahu ke posisi semula. Tempat para nelayan itu menangkap ikan tak jauh-jauh dari titik kemunculan para pesut pesisir.
Pesut itu makanannya ikan. Mereka pasti main, ambil napas, sekalian makan di tempat yang banyak ikannya. Kalau jala ditebar di sana, pasti dapat ikan.
Ridwan (29), salah satu nelayan di Teluk Balikpapan, mengatakan, kemunculan pesut adalah pertanda baik. Menurut pemahaman yang ia peroleh dari ayahnya yang juga nelayan, posisi menjaring ikan terbaik adalah di tempat munculnya pesut.
”Pesut itu makanannya ikan. Mereka pasti main, ambil napas, sekalian makan di tempat yang banyak ikannya. Kalau jala ditebar di sana, pasti dapat ikan,” ujar Ridwan.
Nelayan yang tinggal di pesisir Kecamatan Balikpapan Barat itu ingat betul, pada tahun 1990-an, pesut masih mudah ditemui. Ketika itu, perairan Teluk Balikpapan belum sesibuk saat ini. Dari dermaga di Kelurahan Baru Tengah, ia kerap melihat kawanan pesut menyembul ke permukaan air di Teluk Balikpapan.
Kompas/Priyombodo
Bekantan (Nasalis larvatus) terlihat di pepohonan di hutan Mangrove Center Graha Indah, Kelurahan Batu Ampar, Kecamatan Balikpapan Utara, Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (10/3/2021).
Saat ini, di Teluk Balikpapan bagian hilir hingga tengah sudah banyak aktivitas manusia. Salah satu yang terbesar adalah kilang minyak Pertamina. Di tengah teluk terdapat beberapa pembangkit listrik, satu terminal batubara, kawasan industri, pelabuhan, dan pengerjaan proyek Jembatan Pulau Balang yang sejak awal 2021 sudah tersambung.
Kondisi tersebut membuat lalu lalang kapal laut semakin sering. Tongkang batubara mudah ditemui di sekitar teluk setiap harinya. Batubara dari Kutai Kartanegara, Samarinda, dan Penajam Paser Utara diantar ke terminal ini untuk dicampur sesuai spesifikasi pasar. Adapun kedalaman Teluk Balikpapan bisa dilintasi kapal penumpang dan kapal batubara berkapasitas 50.000 ton.
Kondisi tersebut juga membuat nelayan dengan kapal berukuran 2-5 gros ton tak bisa lagi leluasa berpindah menangkap ikan. Mereka harus berbagi dengan kapal-kapal besar yang melintas. Lintasan tersebut harus dihindari untuk menghindari kecelakaan dan konflik.
”Ya, kalau pesut muncul, nelayan senang. Gampang menandakan di mana banyak ikan. Tidak usah lagi pergi cari tempat. Tapi, sekarang pesut jarang muncul di sekitar hilir teluk,” ujar Ridwan.
Berjarak sekitar 11 kilometer dari dermaga Kampung Baru Tengah, seekor bekantan melompat dari sebuah boks. Primata berhidung mancung tersebut langsung melompat ke mangrove besar, sesaat kemudian menceburkan diri ke dalam air dan berenang menggapai batang mangrove lain. Di rerimbunan mangrove, keberadaannya tak terlihat.
Bekantan muda itu baru saja dilepasliarkan atas kerja sama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur Seksi Wilayah II Tenggarong dan Mangrove Center Graha Indah, Kelurahan Batu Ampar, Balikpapan Utara. Satwa itu baru diselamatkan setelah tertinggal dari kelompoknya pada 9 Maret 2021 di Kelurahan Air Hitam, Samarinda Ulu, Kota Samarinda.
Karena bermain ke sekitar permukiman warga, ia dan kelompok bekantan dikerubungi warga. Kerumunan dan suara manusia membuat para bekantan panik dan bergegas pergi. Naas, salah satu bekantan tercebur dan terjebak di sebuah kolam penampungan air. Ia akhirnya terpisah dari kelompoknya.
”Padahal, di sana tidak pernah ditemukan bekantan. Bekantan itu diselamatkan animal rescue di Samarinda. Kami pilih tempat ini karena representatif untuk melepasliarkan supaya bisa hidup nyaman,” ujar Kepala Resor Samarinda-Kutai Kartanegara BKSDA Kalimantan Timur Seksi Wilayah II Tenggarong Puji Mulyanto.
DOKUMENTASI DANIELLE KREB/YAYASAN KONSERVASI RASI
Pesut (Orcaella brevirostris) di Teluk Balikpapan terpotret sedang menyembul. Pesut ini diidentifikasi memiliki DNA yang berbeda dengan pesut di Sungai Mahakam, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Agus Bei, pengelola Mangrove Center Graha Indah, menyebutkan bahwa di kawasan 150 hektar hutan mangrove yang ia kelola terdapat sekitar 400 bekantan. Beberapa di antaranya bekantan yang dibebasliarkan karena terjebak di permukiman warga. Ia mengimbau, jangan mengusik atau memberi makan bekantan agar dia tetap liar.
Bekantan yang liar dan hidup di kawasan hutan mangrove mampu berproses alamiah menyuburkan mangrove. Secara alami, mangrove bisa tumbuh dari sisa makanan dan kotoran bekantan yang jatuh ke air atau tanah.
Pepohonan mangrove juga menyerap karbon sangat baik. Berbagai penelitian menyebutkan, 1 hektar hutan mangrove menyerap 110 kilogram karbon dan sepertiganya dilepaskan berupa endapan organik di lumpur. Dalam skema perdagangan karbon global, rerimbunan mangrove terus menjadi diskusi untuk menentukan berapa persen karbon dioksida yang bisa diserap.
Kawasan mangrove yang dikelola Agus dan adegan pesut pesisir itu terjadi di kawasan Teluk Balikpapan bagian tengah dan hilir. Meskipun manfaatnya begitu penting bagi manusia dan satwa di sekitarnya, kawasan Teluk Balikpapan belum juga dijadikan kawasan konservasi.
Di Teluk Balikpapan bagian tengah hingga hilir sudah banyak aktivitas industri. Pohon mangrove banyak yang dibuka untuk kepentingan tersebut. Namun, dari sekitar 16.800 hektar luasan mangrove di Teluk Balikpapan, belum ada kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi untuk daya dukung lingkungan dan konservasi satwa.
Aktivitas manusia dan pembangunan yang tak berkelanjutan berpotensi memperburuk kondisi Teluk Balikpapan. Jika kawasan teluk yang tersisa tak dilindungi, rindangnya tutupan mangrove dan peran pesut bisa jadi tinggal cerita.
Kelompok Kerja Pesisir, organisasi yang fokus terhadap isu Teluk Balikpapan, menyebutkan bahwa sistem perairan Teluk Balikpapan relatif tertutup. Sebab, tak ada sungai besar yang mengalir dari hulu. Itu menyebabkan pola arus air di sana tidak keluar ke perairan Selat Makassar. Air hanya bergerak dari hulu ke hilir. Air akan kembali dengan pasang dan surutnya air laut.
”Berarti, hampir semua sedimentasi akibat kerusakan lingkungan di sekitar teluk akan masuk dan menetap di Teluk Balikpapan. Limbah juga akan menumpuk di perairan teluk. Ini akan menyebabkan krisis ekologi bagi Teluk Balikpapan ketika tidak dilindungi,” ujar Kepala Program Pokja Pesisir Husein Suwarno.
Kompas/Priyombodo
Pesut (Orcaella brevirostris) terlihat di perairan teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (10/3/2021).
Terancam punah
Menurut peneliti pada Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI), Danielle Kreb, jumlah pesut di Teluk Balikpapan tersisa 73 ekor dari hasil penelitiannya tahun 2015. Ia menjelaskan, keberadaan pesut pesisir di Teluk Balikpapan saat ini terancam punah. Aktivitas di sekitar teluk mengancam keberadaan mamalia khas Kalimantan Timur tersebut.
Pada Maret 2018, saat terjadi tumpahan minyak di Teluk Balikpapan, ditemukan satu pesut mati dengan dugaan terperangkap di tumpahan minyak. ”Selain itu, ada juga ancaman polusi suara, ancaman ditabrak kapal, juga polusi kimia dan plastik,” kata Danielle.
Dengan ancaman tersebut, aktivitas manusia dan pembangunan yang tak berkelanjutan berpotensi memperburuk kondisi Teluk Balikpapan. Jika kawasan teluk yang tersisa tak dilindungi, rindangnya tutupan mangrove dan peran pesut bisa jadi tinggal cerita. Pertanyaan terkini muncul, bagaimana nasib Teluk Balikpapan berikut penghuni awalnya ketika ibu kota negara benar-benar pindah ke Kalimantan Timur?