Awal Tahun, Kejati Papua Tangani Empat Kasus Korupsi Senilai Rp 41 Miliar
Kejaksaan Tinggi Papua mengungkap empat kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 41 miliar pada triwulan pertama tahun ini.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Papua menangani empat kasus korupsi pada triwulan pertama tahun ini. Dari perhitungan sementara, total kerugian negara dalam keempat kasus ini mencapai Rp 41 miliar.
Hal ini disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo, di Kota Jayapura, Senin (5/4/2021). Nikolaus mengatakan, empat kasus ini telah berstatus penyidikan. Sejauh ini, jumlah uang negara yang berhasil diselamatkan dari empat kasus itu sebesar Rp 9,6 miliar.
Adapun empat kasus ini meliputi dugaan penyalahgunaan dana APBD Kabupaten Waropen senilai Rp 9,6 miliar untuk subsidi transportasi udara tahun 2016 hingga 2017. Dana ini sebagai biaya untuk mengangkut warga dari Waropen ke sejumlah distrik atau kecamatan di daerah pedalaman, seperti Distrik Kirihi dan Distrik Walani.
Kasus kedua, dugaan penyalahgunaan dana otonomi khusus hingga Rp 17 miliar di Dinas Pendidikan, Perpustakaan, dan Arsip Daerah Provinsi Papua. Penggunaan dana tersebut pada tahun anggaran 2020.
Kasus berikutnya adalah penyalahgunaan anggaran operasional Kantor Pos Kabupaten Biak Numfor untuk kepentingan pribadi, yakni judi online, dengan kerugian negara sebesar Rp 3,6 miliar. Kasus ini terjadi dari April hingga September 2020.
Kasus terakhir adalah penyalahgunaan anggaran Kantor Bulog Kabupaten Nabire untuk pembelian beras sebanyak 1.028,6 ton dari kelompok tani pada tahun 2017 hingga 2018. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 10,8 miliar.
”Total sebanyak tiga tersangka dari kasus penyalahgunaan anggaran Bulog Nabire dan Kantor Pos Biak yang telah berstatus tersangka. Mereka pun telah ditahan,” tutur Nikolaus.
Sementara itu, untuk kasus di Waropen dan Dinas Pendidikan, Perpustakaan, dan Arsip Daerah Provinsi Papua, Nikolaus mengatakan, penyidik Kejaksaan Tinggi Papua masih memeriksa saksi-saksi sebelum menetapkan tersangka.
Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Papua Jusak Ayomi menambahkan, para tersangka dalam kasus korupsi tersebut dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
”Untuk Pasal 3, tersangka terancam minimal 1 tahun penjara dan maksimal 20 tahun. Sementara, untuk Pasal 2, tersangka terancam minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara,” katanya.
Direktur Papua Anti Corruption Investigation Anthon Raharusun berpendapat, penanganan masalah korupsi jangan hanya terkesan dari aspek kuantitas, tetapi juga kualitas penanganan kasus tersebut. Karena itu, aparat kejaksaan dan kepolisian harus serius dan tegas. ”Tidak boleh ada pembiaran kasus korupsi di tengah pandemi. Sebab, kasus ini terjadi di tengah kondisi negara harus mengeluarkan anggaran besar untuk penanganan Covid-19,” katanya.