Pulau Adonara di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, diterjang banjir bandang dari berbagai sisi dan juga longsor pada Minggu (4/4/2021) dini hari. Puluhan orang dilaporkan meninggal.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
ADONARA, KOMPAS — Pulau Adonara di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, diterjang banjir bandang dari berbagai sisi dan juga longsor, pada Minggu (4/4/2021) dini hari. Puluhan orang dilaporkan meninggal. Sejumlah jembatan dan jalan di pulau itu pun putus. Bencana yang memorak-porandakan Adonara ini merupakan yang terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah daerah itu.
Menurut informasi yang dihimpun Kompas, titik terparah banjir bandang ada di Desa Nelelamadiken, Kecamatan Ile Boleng. Sebanyak 40 orang ditemukan meninggal. ”Ada 25 orang sudah bisa diidentifikasi dan 15 orang belum diidentifikasi,” kata Sekretaris Desa Nelelamadiken Natalia Uba Arakian lewat sambungan telepon pada Minggu malam.
Menurut Natalia, diperkirakan 14 warga desa belum ditemukan. Untuk sementara, pencarian dihentikan dan akan berlanjut keesokan harinya. Pencarian terkendala banyaknya material banjir, terutama batu. ”Sampai malam ini alat berat belum ada yang datang ke lokasi. Pencarian masih manual,” katanya.
Ia menuturkan, banjir bandang itu terjadi lantaran intensitas hujan yang sangat tinggi. Desa berpenduduk 1.246 jiwa yang terdiri atas 366 keluarga itu berada di punggung Gunung Ile Boleng. Kawasan itu disesaki hamparan batu dan tanah yang keluar akibat letusan gunung tersebut ratusan tahun silam.
Di tengah kampung itu, lanjutnya, terdapat sebuah kali mati yang biasanya menjadi jalur banjir pada saat musim hujan. Pada Minggu dini hari, banjir bandang membawa material batu dan tanah melewati kali itu. Sekitar 30 unit rumah di pinggir kali tersapu banjir hingga rata dengan tanah. Rumah itu terbawa sejauh lebih dari 200 meter dari lokasi semula.
Banjir bandang juga menerjang ratusan rumah di Kelurahan Waiwerang dan Desa Waiburak di Kecamatan Adonara Timur, sekitar 14 kilometer arah barat Desa Nelelamadiken. Waiwerang dan Waiburak dibatasi sebuah kali mati yang menjadi jalur banjir bandang tersebut. Material banjir terbawa dari daerah pegunungan yang berjarak sekitar 10 kilometer.
Saleh Kadir (32), sukarelawan bencana setempat, mengatakan, empat orang ditemukan meninggal dan tiga orang masih dalam pencarian. ”Ada jasad korban yang kami temukan di laut yang berjarak sekitar satu kilometer dari rumah mereka. Kejadian ini terlalu mengerikan,” ujarnya.
Untuk sementara, hujan masih terjadi sehingga warga yang berada di daerah rawan longsor diminta mengungsi ke tempat yang aman. Mereka menggunakan gedung sekolah dan sejumlah kantor desa terdekat. Tim sukarelawan masih fokus pada pencarian korban. Pengungsian masih diatur secara sendiri-sendiri oleh warga.
Selain itu, sekitar 18 kilometer arah barat Waiwerang, tepatnya di Dusun Kewuko, Desa Oyangbarang, Kecamatan Wotan Ulumado, banjir bandang juga menerjang puluhan rumah. Tiga orang dilaporkan hilang terbawa banjir. Permukiman itu berada di dataran rendah tanpa ada kali yang melintasi. Banjir bandang datang dari bukit di utara permukiman.
”Sampai malam ini, semua korban belum juga ditemukan. Kami sisir sampai ke laut. Material terlalu tebal sehingga menyulitkan,” kata Kepala Desa Oyangbaran Laurensius Lega Ama, yang dihubungi secara terpisah. Pencarian yang masih mengandalkan tenaga manual itu akan kembali dilanjutkan keesokan harinya.
Sekitar 4 kilometer arah timur Oyangbarang, yakni Desa Pandai, seorang warga dilaporkan meninggal dan ditemukan sekitar 5 kilometer dari lokasi tempat tinggalnya. Selain itu, longsor dan banjir juga dilaporkan menerjang sejumlah desa lain di Adonara.
Tokoh muda Adonara Maksimus Masan Kian mengatakan, bencana tersebut merupakan yang terburuk sepanjang yang tercatat dalam sejarah daerah itu. Selain menerjang perkampungan, puluhan jembatan dan jalan di pulau itu juga putus sehingga akses transportasi tersendat. Jaringan internet pun terganggu.
Pulau Adonara berada di ujung timur Pulau Flores, dan masuk dalam wilayah Kabupaten Flores Timur. Di pulau seluas lebih kurang 509 kilometer persegi itu terdapat delapan kecamatan dengan jumlah penduduk lebih kurang 90.000 jiwa. Mayoritas penduduknya adalah petani.