Pemanah Ikan Hilang di Wakatobi, Kecelakaan Laut di Sultra Meningkat
Kecelakaan laut di wilayah Sultra terus meningkat, mencapai tiga kali lipat trimester awal 2021 ini. Terakhir, seorang pemanah ikan dilaporkan hilang saat menyelam di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Seorang pemanah ikan hilang saat menyelam di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Korban sedang dalam pencarian tim SAR di tengah cuaca hujan ringan dan ombak yang tinggi. Kecelakaan laut di wilayah Sultra terus meningkat, mencapai tiga kali lipat trimester awal 2021 ini.
La Tanjo Akbar (28), nelayan pemanah ikan asal Wangi-wangi, Wakatobi, dilaporkan hilang saat mencari ikan di sekitar perairan Pulau Runduma. Tanjo diketahui hilang pada Sabtu (3/4/2021) malam saat menyelam untuk memanah ikan bersama dua rekannya.
”Awalnya pada Sabtu malam tiga nelayan ini berangkat dari Wangi-wangi menuju sekitar Pulau Runduma, yang memakan waktu sekitar empat jam dengan kapal. Setelah tiba, korban menyelam untuk memanah ikan dengan kompresor. Akan tetapi, setelah beberapa lama, sekitar pukul 22.00 Wita, korban tidak juga naik ke permukaan,” kata Wahyudi, Staf Humas Kantor Pencarian dan Pertolongan SAR Kendari, Minggu (4/4/2021).
Setelah mencari di sekitar lokasi korban tidak juga ditemukan, dua orang rekan Tanjo lalu melaporkan kejadian itu ke keluarga korban. Pada Minggu siang, setelah melakukan pencarian mandiri, seorang keluarga korban lalu melaporkan kejadian ini ke Kantor SAR Wakatobi.
Hingga Minggu sore, Wahyudi melanjutkan, tujuh personel diturunkan untuk melakukan pencarian ke sekitar lokasi kejadian. Menggunakan perahu karena jenis rigid inflatable boat (RIB), tim ke lokasi dengan cuaca hujan ringan, dengan tinggi gelombang hingga 2,5 meter, dan kecepatan angin hingga 20 knot.
”Penyebab hilangnya belum kami ketahui, apakah karena arus atau seperti apa. Yang jelas tim sedang dalam proses pencarian dengan kondisi gelombang cukup tinggi,” tambahnya.
Pertengahan Maret lalu, seorang nelayan tenggelam saat melaut di perairan Buton Utara. La Ode Basri (38) dilaporkan tersambar petir saat memancing ikan dan terjatuh ke laut. Korban ditemukan pada hari kedua pencarian dalam keadaan meninggal dunia.
Kecelakaan laut yang melibatkan nelayan atau wisatawan terus terjadi baik di perairan Wakatobi hingga Kolaka Utara. Berdasarkan data Kantor SAR Kendari, hingga akhir Maret 2021 lalu, dari total 19 kejadian yang ditangani, sebanyak 15 kejadian merupakan kecelakaan kapal.
Jika dibandingkan kecelakaan kapal yang sama pada trimester awal tahun sebelumnya yang berjumlah lima kejadian, kecelakaan kapal pada 2021 ini meningkat tiga kali lipat. Jumlah korban meninggal dan hilang juga meningkat, yaitu dari satu orang hilang pada 2020, menjadi total dua orang meninggal dan tiga orang hilang di awal 2021 ini.
Kondisi perairan di Sultra selama 2021 ini memang sering berubah dalam waktu yang cepat. (Sugeng Widarko)
Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan SAR Kendari Aris Sofingi menyampaikan, operasi yang ditangani di trimester awal 2021 ini memang didominasi kecelakaan kapal. Kejadian ini tersebar dari perairan Kabaena, Wakatobi, Kulisusu, Kolaka, hingga Kolaka Utara.
”Selama trimester awal 2021 ini kami tangani 19 kejadian. Empat kejadian adalah kondisi membahayakan manusia, dan 15 kejadian kecelakaan kapal. Periode yang sama 2020 lalu juga didominasi kecelakaan kapal dengan lima kejadian, tapi di 2021 ini kejadiannya meningkat,” tambah Aris.
Kepala Stasiun Maritim BMKG Kendari Sugeng Widarko menyampaikan, kondisi perairan di Sultra selama 2021 ini memang sering berubah dalam waktu yang cepat. Meski Awalnya terlihat teduh, dalam beberapa jam bisa terjadi badai dan kondisi yang membahayakan khususnya pelayaran.
Hal ini kemungkinan terjadi karena pengaruh La Nina yang masih terjadi. Saat ini, meski mulai melemah dan diperkirakan berakhir pada Juni mendatang, cuaca masih dipengaruhi fenomena ini.
”Sekarang ini kondisi di perairan Wakatobi, juga Buton, tinggi gelombang bisa di atas 2 meter. Sementara di Laut Flores bisa di atas 4 meter. Kondisi ini terjadi karena siklon tropis yang terjadi di daerah tersebut sehingga membuat tekanan udara meningkat,” kata Sugeng.
Kondisi ini diperkirakan berlangsung 2-3 hari ke depan. Diharapkan para pelaku pelayaran untuk terus memantau cuaca, dan meningkatkan kewaspadaan.
Sosialisasi dan pemberian informasi, menurut Sugeng, terus dilakukan oleh BMKG. Kondisi cuaca yang berubah rutin disebarluaskan melalui kanal informasi yang ada, utamanya lewat laman BMKG sendiri.
”Kami berharap nelayan bisa memantau cuaca lewat website. Tapi, kendalanya tidak semua memiliki telepon pintar atau jaringannya yang hilang. Kami sedang pikirkan untuk bisa menyebar pesan pendek jika terjadi peringatan cuaca, khususnya kepada nelayan,” ucap Sugeng.