Umat Kristen di Surabaya, Jawa Timur, menyambut Paskah dengan lega karena peribadatan bisa berlangsung di gereja meski dalam pembatasan untuk antisipasi Covid-19 dan peningkatan pengamanan untuk pencegahan ancaman teror.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Umat Kristen di Surabaya, Jawa Timur, merasa lega karena bisa mengikuti peribadatan Pekan Suci Paskah di gereja meski dengan pembatasan jumlah kehadiran. Situasi ini berbeda dibandingkan dengan tahun lalu ketika pandemi Covid-19 mengganas.
Pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) belum mereda meski ada tren penurunan. Situasi itu mendorong aparatur negara melonggarkan kebijakan pembatasan sosial dan pengetatan mobilitas publik.
Di kegiatan keagamaan, umat sudah bisa beribadah di masjid, gereja, pura, wihara, kelenteng, atau tempat ibadah, tetapi dengan pembatasan dan penerapan protokol kesehatan serta dalam pengawasan tim aparatur.
Adapun saat ini, umat Kristen, terutama Katolik, melaksanakan peribadatan Pekan Suci Paskah. Rangkaian peribadatan dimulai pada Minggu Palma (28/3/2021). Peribadatan yang diwujudkan dalam ritus besar ialah misa (ekaristi) dan ibadat selanjutnya ialah Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci (Trihari Suci) dan Minggu Paskah.
Kami berharap peningkatan keamanan ini dapat mengantisipasi ancaman teror.
Pekan Suci Paskah dapat dilaksanakan di gereja dengan kehadiran umat maksimal 50 persen dari kapasitas semula. Umat yang hadir biasanya sudah mendaftar terlebih dulu dan memenuhi persyaratan dari sisi usia, yakni bukan anak-anak dan lanjut usia.
Umat pun harus hadir maksimal 30 menit sebelum ibadat atau misa untuk pemeriksaan kesehatan dan verifikasi. Yang teridentifikasi sakit Covid-19 akan diminta mengikuti peribadatan di rumah secara dalam jaringan atau daring (online).
Pekan Suci Paskah 2021 diterapkan secara hibrid, yakni ada yang mengikuti secara daring dan ada yang secara luar jaringan (offline) atau hadir di tempat ibadah. Semua Gereja Katolik di Keuskupan Surabaya melaksanakan misa atau ibadat dengan durasi maksimal 90 menit. Sebelum dan sesudah peribadatan, gereja diperiksa dan disemprot dengan desinfektan untuk menekan potensi penularan Covid-19 dari keberadaan virus korona jenis baru.
Antisipasi ancaman
Di sisi lain, pemeriksaan juga antisipasi ancaman atau serangan teror bom. Hal ini terkait dengan teror bom bunuh diri di Gereja Hati Yesus Yang Mahakudus (Katedral) Makassar seusai Minggu Palma dan serangan perempuan terduga teroris di Mabes Polri, Rabu (31/3/2021).
Kurun 13-14 Mei 2018, Jatim juga diguncang teror bom yang menewaskan hampir 30 jiwa umat Kristen dan warga. Ketika itu, bom meledak di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereka Kristen Indonesia, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya, Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya di Surabaya, dan Rusunawa Wonocolo di Sidoarjo.
Menurut Vikaris Jenderal Keuskupan Surabaya RD (Reverendus Dominus) Eko Budi Susilo, Sabtu (3/4/2021), dalam rangkaian peribadatan Pekan Suci Paskah, pembatasan kehadiran umat juga ditempuh di Gereja Hati Kudus Yesus (Katedral) Surabaya. Dari kapasitas 1.000 orang, kehadiran maksimal umat 200 orang.
”Ada beberapa ritual yang ditiadakan sehingga mengurangi durasi dalam kepentingan antisipasi Covid-19,” kata Eko. Misalnya, ritual perarakan Minggu Palma, pembasuhan kaki perwakilan umat saat Kamis Putih, dan penciuman salib saat Jumat Agung yang sudah menjadi tradisi dalam tata perayaan ekaristi terpaksa ditiadakan untuk menekan potensi penularan Covid-19.
Ada beberapa ritual yang ditiadakan sehingga mengurangi durasi dalam kepentingan antisipasi Covid-19.
Di Gereja Roh Kudus Surabaya, petugas dari perwakilan umat juga dengan ketat mengawasi jemaat selama peribadatan. Mereka memastikan umat tetap menerapkan protokol kesehatan, yakni duduk berjarak dengan lainnya, memakai masker, dan menggunakan cairan pensanitasi tangan untuk tetap menjaga kebersihan diri.
”Umat terpaksa harus cuci tangan dengan hand sanitizer (pensanitasi), terutama sebelum menyambut komuni untuk meminimalkan potensi penularan,” kata Pastor Kepala Paroki Roh Kudus RP (Reverendus Pater) Dominikus Beda Udjan, SVD.
Sementara itu, selama Pekan Suci, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kota Surabaya juga memantau pengamanan gereja-gereja. Mereka ingin memastikan umat Kristen menjalankan peribadatan dengan tenang, aman, dan nyaman. Pengecekan, antara lain, di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya, Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria, dan Gereja Kristus Raja.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, pengamanan gereja-gereja ditingkatkan dengan bantuan Polri, TNI, Linmas, Satpol PP, dan organisasi masyarakat. “Kami berharap peningkatan keamanan ini dapat mengantisipasi ancaman teror,” katanya.
Uskup Surabaya Monsinyur (Mgr) Vincentius Sutikno Wisaksono dalam khotbah Jumat Agung mengatakan, umat harus mau berkorban, seperti Yesus yang sengsara dan wafat dalam penyaliban. Jika Tuhan mau menderita, sengsara, dan wafat dalam penyaliban yang hina, umat juga perlu mengikutinya dalam wujud-wujud tindakan kehidupan berlandaskan kasih tanpa batas.
”Kasih dan pengampunan harus terus menjadi landasan hidup kita,” kata Vincentius.
Uskup Surabaya mengingatkan umat untuk tidak mudah mengeluh dengan situasi, beban, atau penderitaan yang dialami. Situasi wabah yang belum mereda sehingga ”merugikan” kehidupan perlu disikapi dengan ketabahan dan kesabaran serta jangan sampai menghilangkan semangat mengasihi. Jika umat merasa hidup sedang amat berat, lihatlah salib dan renungkan penderitaan Yesus sehingga semoga kembali dikuatkan.
Umat juga tidak perlu takut untuk beribadah karena potensi ancaman teror. Aparatur negara telah menjamin umat dapat beribadah dengan tenang dan aman. Ibadah bagi umat Kristen dalam masa wabah berlangsung online dan offline. Pandemi juga memberi banyak kesempatan dan alternatif bagi umat untuk mengikuti ibadah sesuai waktu yang diinginkan di siaran gereja mana pun sesuai waktu yang membuat umat merasa luang dan nyaman.