Banjir kembali menerjang Kabupaten Keerom karena Sungai Tami meluap. Normalisasi sungai mendesak dilakukan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Banjir kembali menerjang permukiman warga dan sejumlah ruas jalan utama di Kabupaten Keerom, Papua, sejak Jumat (2/4/2021) malam hingga Sabtu (3/4/2021). Banjir dipicu meluapnya Sungai Tami karena berbagai macam penyebab, mulai dari kondisi alam, ulah manusia, hingga fenomena cuaca.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Papua Welliam Manderi di Jayapura, Sabtu, mengatakan, banjir melanda permukiman warga di daerah Arso 14, Kampung Wulukubun dan Komplek Puskesmas Arso Kota. Banjir juga menggenangi sejumlah ruas jalan utama di daerah Swakarsa, Distrik Arso, ibu kota Keerom.
Adapun Sungai Tami meluap sekitar pukul 21.00 WIT. Ketinggian air di lokasi-lokasi tersebut mencapai 1-1,5 meter. ”Dari informasi sementara, baru 12 rumah warga yang dilaporkan terdampak banjir paling parah,” papar Welliam.
Selama dua bulan terakhir, terjadi tiga kali banjir di Keerom karena luapan Sungai Tami. Pada 3 Februari 2021, misalnya, banjir merendam Jalan Trans-Papua Arso-Swakarsa, daerah Arso II, Kampung Asyaman, daerah Arso Kota, Kampung Yanamaa, Kampung Wulukubun, dan Kampung Pitewi. Sedikitnya 500 rumah juga terendam banjir.
Banjir terjadi lagi pada 8 Februari 2021. Sebanyak 4.700 warga tiga kecamatan terdampak. Tiga lokasi ini meliputi Distrik Skanto, Distrik Arso Timur, dan Distrik Arso. ”Kami akan berkoordinasi dengan Pemda setempat dan tokoh masyarakat tentang kondisi sungai yang sering meluap saat hujan,” tutur Welliam.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Keerom Farel Simamora mengatakan, pihaknya masih mendata jumlah rumah warga yang terdampak banjir.
Ketua Dewan Adat Keerom Servo Tuamis berpendapat, normalisasi sungai mendesak dilaksanakan pemda setempat. Hal ini untuk mengatasi banjir di Keerom yang terjadi ketika musim hujan sejak tahun 2005.
Ia mengungkapkan, terjadi penebangan hutan yang masif di pinggiran area daerah aliran untuk perkebunan sawit dan pembangunan perumahan. Selain itu, terjadi pendangkalan sungai karena tertimbun sedimen lumpur.
”Kondisi ini yang menyebabkan banjir sering terjadi di Keerom karena luapan sungai. Padahal, jarak sempadan pada sungai besar harus mencapai hingga 100 meter. Faktanya ada aktivitas pembangunan ataupun perkebunan langsung di pinggiran sungai,” kata Servo.
Kepala Subbidang Pelayanan Jasa Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah V Jayapura Ezri Ronsumbre memaparkan, terjadi gangguan sirkulasi angin, yakni fenomena Eddy di wilayah utara Papua. Fenomena ini menyebabkan terbentuknya daerah pertemuan angin di pesisir utara Papua.
”Dengan fenomena Eddy disertai suhu muka laut yang hangat mendukung pertumbuhan awan-awan hujan. Dari hasil pantauan pada Jumat kemarin, curah hujan di Keerom dengan intensitas lebat karena mencapai 51,6 milimeter per hari,” tutur Ezri.