Alih Fungsi Lahan Jadi Salah Satu Penyebab Banjir Bandang di Jateng
Lebih dari 2.000 rumah warga, dalam dua hari terakhir, terdampak banjir bandang di Kabupaten Semarang dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Alih fungsi lahan menjadi salah satu pemicu.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
UNGARAN, KOMPAS — Sedikitnya 2.000 rumah warga di Kabupaten Semarang dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, terdampak banjir bandang dalam dua hari terakhir. Alih fungsi lahan dituding menjadi salah satu penyebab utama. Penanaman pohon di lereng harus dilakukan dengan baik menyesuaikan kondisi geografis di sekitarnya.
Pada Kamis (1/4/2021) sore, hujan deras memicu banjir bandang di Kecamatan Bandungan dan Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Berada di kaki Gunung Ungaran, sejumlah ruas jalan, termasuk Bandungan-Sumowono, diterjang aliran air kencang. Tersumbatnya saluran air ikut memengaruhinya.
Hal itu memicu tingginya debit air di Kali Panjang dan menjebol tanggul sepanjang 14 meter di Kelurahan Lodoyong, Kecamatan Ambarawa. Akibatnya, air melimpas ke permukiman hingga setinggi sekitar 50 sentimeter.
Hingga Jumat (2/4/2021) sore, sebagian warga masih membersihkan lingkungan dari sisa-sisa banjir disertai lumpur. Tampak tangki air bersih serta mobil pemadam kebakaran turut membantu menyingkirkan lumpur yang masuk ke rumah. Sawah-sawah, yang bersebelahan dengan kali, juga sempat terendam.
”Penyebab utamanya tanggul yang jebol. Sebenarnya sudah tiga tahun ini tanggul itu mulai pecah. Begitu ada aliran deras, langsung jebol. Sebelumnya kami sudah mengusulkan untuk ditangani, tetapi belum ada respons. Dengan adanya kejadian ini, seharusnya diperbaiki,” kata Satriya Adi Wibawa (53), warga Lodoyong.
Warga lainnya, Satya Luksinanda (18), menuturkan, air mulai naik pada Kamis sore dan surut sekitar pukul 20.00. Menurut dia, banjir serupa pernah terjadi sekitar lima tahun terakhir. ”Tapi, ini paling parah,” katanya.
Ada got-got yang bagian atasnya tertutup sehingga aliran air tak lancar. Kami segera berkoordinasi dengan dinas pekerjaan umum serta para pemangku kepentingan. Rencananya minggu depan akan rapat. (Anang Sukoco)
Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jateng Safrudin, Jumat, mengatakan, di Kabupaten Semarang terdapat 176 rumah tergenang banjir lumpur di Kelurahan Lodoyong. Tiga rumah disebut rusak.
Ia menambahkan, tinggi serta meratanya curah hujan di sejumlah wilayah di Kabupaten Semarang meningkatkan debit air. Meski banjir cepat surut, air mengalir deras. ”Saat ini sudah dilakukan pembersihan oleh tim gabungan bersama BPBD kabupaten,” kata Safrudin.
Camat Bandungan Anang Sukoco menuturkan, tiga desa terdampak banjir, yakni Banyukuning, Candi, dan Kenteng. Satu hotel, yakni Green Valey, terdampak dan rusak di bagian restoran, taman bermain, dan satu kamar. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.
Sepanjang musim hujan awal tahun ini, pada Kamis, merupakan hujan paling deras. ”Selain itu, ada got-got yang bagian atasnya tertutup sehingga aliran air tak lancar. Kami segera berkoordinasi dengan dinas pekerjaan umum serta para pemangku kepentingan. Rencananya minggu depan akan rapat,” kata Anang.
Banjir di Grobogan
Sementara itu, banjir bandang pada Rabu (31/3/2021) malam terjadi di Desa Klambu dan Desa Penganten, Kecamatan Klambu, Grobogan. Kejadian itu dipicu tingginya intensitas hujan pada Rabu, pukul 20.30-23.30.
Di Desa Klambu, ada 1.900 rumah warga, tiga kantor pemerintahan, empat sekolah, satu pondok pesantren, dua masjid, dan 12 mushala sempat terendam banjir 40-200 cm. Di Desa Penganten terdapat 500 rumah warga terendam berkisar 40-150 cm. Selain itu, ada sekitar 20 rumah rusak. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Grobogan lantas membersihkan lingkungan dari lumpur, termasuk puing yang terbawa banjir bandang dan melakukan perbaikan atas kerusakan. Pembersihan dilakukan pada Kamis dan diteruskan pada Jumat pagi. Bantuan logistik bagi warga terdampak juga telah dilakukan.
Selain hujan deras, kondisi lahan perbukitan yang telah beralih fungsi dari hutan heterogen menjadi areal persawahan tanaman musiman diduga menjadi salah satu faktor pemicu. Demikian tertulis dalam rilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diterima Kompas, Jumat.
Safrudin menuturkan, gundul atau tak optimalnya penyerapan air menjadi salah satu pemicu, tetapi bukan satu-satunya. ”Jadi, bukan faktor tunggal, misal hanya akibat bukit yang gundul. Curah hujan juga memengaruhi. Perlu dilihat karakter tanah dan struktur geologinya seperti apa. Itu harus diperhatikan betul sehingga warga menanam tanaman-tanaman yang direkomendasikan,” paparnya.
Ia mengimbau warga selalu waspada saat akan terjadi hujan serta membersihkan hal-hal yang menghambat aliran air. Apalagi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyebutkan, saat ini sebenarnya masuk peralihan ke musim kemarau. Namun, hujan masih turun, terutama di sekitar pegunungan di bagian tengah Jateng.