Dana Stimulan Rp 349 Miliar untuk Perbaikan Rumah di Sulbar
Proyeksi kebutuhan dana stimulan untuk pembangunan kembali dan perbaikan rumah rusak akibat gempa di Sulbar Rp 349 miliar. Data kerusakan rumah saat ini diuji publik agar didapatkan data yang valid.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
MAMUJU, KOMPAS — Kebutuhan dana stimulan untuk perbaikan rumah rusak akibat bencana gempa di Sulawesi Barat mencapai Rp 349 miliar. Dana tersebut untuk membangun dan memperbaiki 14.173 unit rumah rusak milik para penyintas.
Demikian disampaikan Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rifai dalam rapat koordinasi Kepala BNPB Doni Monardo dengan Pemerintah Provinsi Sulbar di Mamuju, Sulbar, Rabu (31/3/2021), yang juga disiarkan secara virtual. Proyeksi tersebut diusulkan Pemerintah Kabupaten Mamuju, Pemerintah Kabupaten Majene, dan Pemerintah Kabupaten Mamasa. Pemerintah Provinsi Sulbar diwakili Sekretaris Daerah Idris.
Rinciannya, untuk Mamuju dibutuhkan Rp 213,5 miliar guna membangun kembali rumah rusak berat dan memperbaiki rumah rusak ringan dengan total 9.719 unit. Untuk Majene, diproyeksikan kebutuhan Rp 125,6 miliar untuk 3.880 rumah rusak. Sebanyak Rp 9,7 miliar untuk memperbaiki 574 rumah rusak di Mamasa.
Namun, menurut Rifai, jumlah dana stimulan bisa berkurang atau bertambah bergantung pada hasil uji publik atau validasi kerusakan rumah. Saat ini, data kerusakan rumah ditempel di kantor kelurahan dan desa untuk dicermati penyintas atau warga. Uji publik itu dilakukan untuk memastikan penerima stimulan memang benar-benar orang berhak, yakni mereka yang rumahnya rusak.
Dana stimulan perbaikan rumah digelontorkan BNPB bagi penyintas gempa di Sulbar. Untuk penyintas dengan rumah rusak berat, diberikan Rp 25 juta per unit. Namun, dana dikelola oleh rekanan yang membangun rumah bagi penyintas. Sementara untuk penyintas dengan rumah rusak ringan dan rusak sedang, diberikan masing-masing Rp 10 juta dan Rp 25 juta. Dana tersebut dikelola langsung oleh penyintas dengan metode swakelola, didampingi tim teknis.
Tanpa menyebutkan jangka waktu untuk uji publik data, Rifai mengatakan, langkah itu secepatnya dilakukan agar penyintas lekas menikmati hunian tetap atau rumah. Adapun berdasarkan proyeksi penanganan pascabencana Sulbar, pembangunan kembali rumah rusak berat serta perbaikan rumah rusak sedang dan ringan diharapkan rampung pada Juli 2021 (Kompas, 24/1/2021).
Gempa bermagnitudo 6,2 mengguncang Mamuju dan Majene pada 15 Januari 2021. Selain merusak rumah dan fasilitas publik, gempa tersebut menewaskan 108 orang. Sebanyak 278 orang luka berat dan 12.542 orang luka ringan.
Doni Monardo mengatakan, validasi data kerusakan rumah berlangsung sepanjang waktu. Semua pihak harus mencermati hal tersebut. Ia meminta semua yang terlibat dalam penanganan pascabencana berkolaborasi sehingga rencana pembangunan berjalan lancar. Setiap data bahkan diharapkan diumumkan sampai ke lingkungan RT.
”Kami ingin semua ini transparan. Kami tidak ingin ada masalah di kemudian hari dan bisa menghambat penyaluran dana stimulan,” katanya.
Doni bahkan meminta Pemerintah Provinsi Sulbar untuk studi banding ke NTB. Daerah itu termasuk bergerak cepat dengan penyelesaian 200.000 unit rumah dalam dua tahun terakhir.
Rekonstruksi Sulbar diharapkan lebih cepat selesai karena kerusakannya tidak masif seperti di Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat yang dua tahun lalu dihantam gempa besar. Kedua daerah itu masih bergelut dengan upaya rekonstruksi.
Doni bahkan meminta Pemerintah Provinsi Sulbar untuk studi banding ke NTB. Daerah itu termasuk bergerak cepat dengan penyelesaian 200.000 unit rumah dalam dua tahun terakhir. Hanya tersisa perbaikan pada 40.000 rumah.
Idris menyebutkan, saat ini jumlah pengungsi terus berkurang. Tercatat tinggal 4.963 jiwa di Mamuju yang tersebar di 42 titik dan 773 jiwa di Majene yang terpusat di dua titik. Jumlah tersebut menurun drastis dari data per awal Februari yang masih 52.000 jiwa. Pada saat gempa terjadi, total pengungsi 90.000 jiwa.
Abdul Rahman Nurmadiah (60), penyintas gempa di Kelurahan Mamunyu, Kecamatan Mamuju, menyebutkan, dirinya tak lagi mengungsi di tempat dengan banyak pengungsi. Ia memilih mendirikan tenda di sekitar rumah. ”Saya berharap pemerintah cepat mencairkan dana tunggu hunian agar kami bisa mencari rumah kontrak atau kos,” kata Abdul yang tinggal di tenda bersama tiga anggota keluarga.
Terkait dana tunggu hunian ini, Rifai menyebutkan, pihaknya mulai mentransfer ke pemerintah kabupaten Mamuju dan Majene masing-masing Rp 2 miliar. Dana tunggu hunian diperuntukkan bagi penyintas dengan rumah rusak berat.
Selain membahas penanganan pascabencana, rapat koordinasi tersebut juga membahas penanganan Covid-19 di Sulbar. Berdasarkan data Satuan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Sulbar, tambahan kasus cenderung melandai. Bahkan, dalam beberapa hari terakhir tak ada kasus baru.
Hal tersebut merupakan kemajuan cukup baik mengingat kasus sempat melonjak signifikan pada minggu-minggu awal terjadinya bencana pertengahan Januari 2021. Hampir tiga perempat kasus terjadi pada Januari-Februari. Saat ini, secara kumulatif, kasus Covid-19 di Sulbar tercatat 5.116 kasus dengan jumlah pasien sembuh 5.116 orang. Adapun pasien dirawat 16 orang dan 112 orang meninggal.
Doni mengapresiasi pengendalian Covid-19 di Sulbar di tengah bencana alam. Namun, situasi itu tidak boleh ditanggapi dengan euforia. Semua pihak tak boleh lengah. Penegakan protokol kesehatan tetap harus menjadi perhatian bersama.